"Tapi apa? Sekarang tahu, kamu memiliki rupa dua dan selalu membuat menantuku salah! Apa jangan-jangan... tujuanmu itu mau memisahkan anakku dan Livia? Munafik!" Nada suara Nadia melengking, sebelum akhirnya ia berbalik meninggalkan keluarga besannya dengan penuh amarah.
Rekha mengepalkan tangan begitu erat, nyaris gemetar karena emosi yang sulit ia kendalikan. Kepalanya terasa panas, pikiran berputar-putar mencari jawaban yang entah ada di mana. "Semuanya salah Livia," gumamnya dengan suara serak, mencoba meyakinkan diri sendiri. "Bisa-bisanya dia tidak datang ke sini. Apa benar dia sudah berubah? Tidak mungkin."
Rekha melangkah ke dalam mobil dengan gerakan cepat, tetapi benaknya tidak kunjung tenang. Suara pintu mobil yang ditutup dengan kasar nyatanya tidak cukup untuk meredam kekacauan pikiran.
Sementara itu, Nadia berdiri mematung di halaman, menatap mobil Rekha yang mulai menjauh. Matanya menyiratkan kegelisahan, seperti ada beban yang terus menghantui pikirannya.
"Pasti kamu sedang memikirkan menantumu itu, iya kan?" Suara lembut seseorang memecah kesunyian, menarik perhatian Nadia. Kakaknya, Lila, mendekat dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.
"Kak Lila," ujar Nadia lirih, tetapi sorot matanya menunjukkan ketakutan yang sulit disembunyikan, "aku merasa ada sesuatu yang aneh. Bagaimana bisa menantuku berubah total seperti ini? Apa dia meminta pisah dengan Axel?" Suaranya gemetar, seakan ada ketakutan yang besar di balik pertanyaan itu.
"Kenapa harus aneh?" jawab Lila santai, mengangkat alis. "Bukannya bagus kalau Livia berubah? Itu berarti Axel bebas dari istrinya yang seperti itu. Selama ini, dia hanya jadi beban bagi Axel, dengan sikapnya yang manja dan suka membuat masalah. Kamu kenapa malah gelisah, Nadia?"
Namun, bagi Nadia, kata-kata Lila tidak cukup untuk mengusir kegundahannya. Bayangan tentang perubahan Livia—perubahan yang terlalu tiba-tiba dan mencurigakan—kembali menyeruak di pikirannya. Ada sesuatu yang ia rasa tidak seharusnya diabaikan begitu saja.
"Aku tetap tidak setuju dengan perpisahan Alex dan Livia. Rasanya keputusan ini benar-benar tidak masuk akal. Kamu tahu sendiri, siapa keluarga Dara? Alex pantas bersanding dengan Livia," kata Nadia sambil memijat keningnya yang terasa berdenyut.
"Aku sudah lama mengamati bagaimana hubungan mereka, bagaimana cinta yang Livia berikan kepada Alex dan yakin Alex merasakan hal yang sama. Jadi, mengapa semuanya tiba-tiba berubah? Apakah hanya karena omongan orang lain?" tanya Lila, penuh dengan penasaran.
"Kita harus cari cara lain, Kak," Nadia melanjutkan, nada suaranya mulai terdengar memohon.
Dalam hati, Lila tak bisa berhenti bertanya-tanya, "Apa yang sebenarnya sedang terjadi antara Alex dan Livia?" Perasaan gelisah ini terus menghantuiku. "Yah, kita tahu sendiri bagaimana Dara kecewa dengan keluarga kita. Tapi Livia, Nadia … dia sudah berulang kali membuat malu," sahut Lila sambil tersenyum kecil.
Dara melipat tangannya dan menatap Lila dengan sorot mata penuh keyakinan, seolah rencananya sudah sempurna. "Sepulang Alex nanti, kita adakan acara ulang tahun besar-besaran dan undang semua orang. Teman-temannya, kerabatnya … aku ingin lihat bagaimana reaksi menantuku. Kalau sampai Livia tidak hadir, itu artinya hatinya benar-benar sudah mati dengan Alex. Kita perlu membuktikan ini."
Ada sesuatu yang menggelitik pikiran Lila ketika mendengar ucapan tadi. "Livia? Tidak hadir? Itu terdengar mustahil, tetapi kenapa ide ini membuatku semakin merasa curiga? Apa Livia benar-benar sedang menjauh dari Alex?"
"Ma, tadi aku tidak sengaja bertemu Livia di restoran," suara anak Lila tiba-tiba memecah keheningan. Nada bicaranya terdengar antusias, dan mereka langsung memasang telinga untuk mendengarkan. "Aku melihatnya berbicara dengan serius. Dia seperti sedang bertemu dengan seorang pengusaha, Ma. Mereka tampak membicarakan sesuatu yang penting, bahkan dia membawa dokumen."
"Dokumen? Apa maksudnya ini?" pikir Nadia, jantungnya mulai berdebar. Rasa ingin tahu semakin memuncak, hingga Lila bertanya dengan nada penasaran.
"Benarkah, Yuli? Bagaimana penampilannya?" "Apa yang sebenarnya sedang dia rencanakan?" tanya Lila dalam hati, mencoba mengurai tanda-tanda yang perlahan muncul.
"Livia, dokumen, pengusaha … apakah ini ada hubungannya dengan keputusan mereka berpisah?" tanya Nadia. Kekhawatirannya semakin dalam.
"Hmmmm ... biasa penampilan Livia pakaiannya terbuka dan seksi. Terus dandanannya sedikit menor kan? Kali ini, Livia benar-benar berubah drastis. Dia mengenakan pakaian kantoran, wajahnya cantik, manis, imut dan dandanannya bagus. Awalnya aku tidak percaya Livia tadi," jawab Yuli tersenyum manis.
Nadia semakin gelisah mendengarnya. "Dia sudah berubah, Kak. Aku harus menghubungi Alex, memintanya segera pulang sebelum kehilangan istrinya."
"Tunggu dulu, Nadia. Perubahan LIvia cuman sebentar saja, takut akal-akalan semata dan cuman memancing reaksi anakmu. Kita tunggu sampai Alex pulang," kata Lila mencegah adiknya itu.
Nadia menghembuskan napas beratnya. Mencoba untuk menahan diri, agar tidak menghubungi anaknya itu.
"Kalau aku lihat-lihat Livia tadi, sepertinya dia memang berubah total. Seakan-akan bukan Livia," sahut Yuli.
Membuat Nadia ketakutan mendengarnya. Tapi berusaha mendengarkan perkataan kakaknya, sudah kebiasaan Livia aneh-aneh dan ujung-ujungnya cuman bercanda.
******
Sore harinya, Livia sudah sampai di kediaman ibunya. Matanya melihat rumah besar ini, ada sesuatu yang dipikirkannya.
Rekha langsung menarik tangan Livia membawanya ke halaman samping. "Kamu kenapa tidak hadir di acara minum teh bersama? Kami tengah menunggumu di sana, Livia."
Livia tersenyum smirk. "Karena aku tida diundang oleh ibu mertuaku sendiri, jadi untuk apa datang? Harga diriku jauh lebih tinggi, Tante. Kali ini, aku tidak bisa dibohongi oleh siapapun. Aku tahu, Tante memang berniat busuk untuk mempermalukan di depan keluarga suami. Selama ini, aku berpura-pura melakukannya dan terlihat bodoh! Disitulah aku menilai sifat keluargaku bagaimana? Pasti terkejut kan?" tanyanya, sangat puas melihat raut wajah Rekha sekarang.
"Ap-apa maksudnya, Livia? Tante tidak pernah berpikiran seperti itu," kata Rekha masih mengelaknya.
"Hahahahahaha ... masih mengelak ucapanku ini, Tante? Tante sengaja melakukan ini, demi Jeni yang menggantikan posisiku. Aku tahu, Tante sengaja membuat keluarga suamiku benci kepadaku ini. Berharap aku dan Alex bercerai! Tapi kali ini, aku tidak takut kehilangan pria arogan itu. Aku siap melakukan perceraian kami, sesuai kehendak Tante sejak dulu. Iyakan?" Livia menyunggingkan senyumannya.
"Baguslah, kalau kamu sudah menyadari semuanya. Seharusnya Jeni dan Alex yang dijodohkan. Tapi ... kamu tega menjebak Alex dan tidur bersama dengannya! Tidak tahu malu!" Suara Rekha meninggi, sekarang menampakkan wujud aslinya.
"Aku menjebak Alex dan kami tidur bersama? Asalkan Tante tahu, aku tidak melakukan itu dan ada seseorang yang sengaja menjebak kami. Baca surat laporan ini, kalau aku masih perawan dan tidak pernah melakukannya. Itu berarti bukan aku pelakunya!" Livia membentak Rekha dan melempar kertas itu.
Sorotan mata Rekha semakin tajam. "Kamu pikir aku bisa dibodohi soal ini?" tangannya segera merobek kertas itu. "Sekarang sudah tidak ada!"
Namun, Livia menyunggingkan senyumnya. "Itu cuman fotocopy."
Glek!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Yuliana Tunru
good livia basmi semua penghianant dan orang2 yg penuh.dusta kyat demi hidupmu hg mama mu
2025-06-07
1