Sebuah suara kian membuat pria itu terkejut terlebih merasakan tekanan di perutnya karena seseorang yang duduk di atasnya. Sementara kedua tangannya berada di bawah punggungnya. Sebelumnya Bams mengikat kedua tangannya dan membuatnya menindih kedua tangannya di balik punggung.
Yoga yang sebelumnya mengawasi adanya penjaga yang mungkin berkeliling, berbalik dan melangkah menghampiri pria itu saat dirasa semua aman. Tak ada tanda-tanda dari penjaga sel yang akan berkeliling setiap jam 2 pagi. Sementara waktu saat ini telah menunjukkan pukul 01.30.
Tap!
Kedua kaki Yoga berdiri di hadapan pria itu yang terbaring di lantai dengan Fajri yang duduk di atas perutnya.
Yoga menekuk lutut, berjongkok di depan pria itu. "Siapa yang menyuruhmu," ucapnya dengan bariton yang terdengar padat dan jelas.
"Tidak ada. Aku hanya ingin menghabisimu," jawab pria tersebut yang berusaha membuka ikatan tangannya.
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di wajah. Fajri memberinya tamparan hingga pipinya terasa panas. Jangan remehkan Fajri meski tubuhnya tak begitu kekar. la adalah mantan juara satu karate saat masih sekolah.
Duagh!
Kaki Bams mendarat di wajah pria itu, melumatnya hingga jejak kotoran di kakinya menempel di wajah pria itu. la dan Fajri sudah seperti bodyguard yang akan melindungi Yoga dan membantunya dalam bentuk apapun.
Pria itu terbatuk saat Bams mengangkat kakinya dari wajah. Pria itu kira siksaan itu sudah berakhir, tapi tidak. Bams kembali menginjak wajahnya bahkan lebih keras dari sebelumnya. Tak sampai di situ, Fajri menyiku dadanya hingga ia melotot.
Yoga memberi lirikan pada Bams dan Fajri membuat keduanya menghentikan siksaan yang mereka beri.
"Siapa yang menyuruhmu," tanya Yoga sekali lagi.
Nafas pria itu terengah, ia terbatuk hingga mengeluarkan darah. Meski begitu tak ada belas kasih yang Yoga tunjukkan begitu juga dengan dua rekannya.
"A- apa kau tuli? Sudah kukatakan, aku hanya ingin menghabisimu." Tepat setelah mengatakan itu, satu tangan pria itu menyerang Fajri dari belakang. Namun, karena Fajri yang sudah merasakan gerakan sebelumnya, ia berhasil menghindar.
Pria itu segera bangkit berdiri di mana tali itu masih berada dalam genggam tangan. Kemudian diserangnya Yoga dengan mengarahkan pukulan. la seolah lupa dirinya hanya sendiri, sementara dua orang lain berada di pihak Yoga. Sebelum serangannya mengenai Yoga, Bams lebih dulu menendang punggungnya.
Yoga menghindar saat tubuh pria itu terhuyung ke depan kala Bams menendangnya. Namun, sebelum tubuh pria itu kembali mencium lantai, Fajri menjegal kakinya dengan keras membuat posisi jatuhnya lebih terasa menyakitkan.
"Apa kau buta? Satu lawan tiga," ucap Bams yang saat ini berdiri di sebelah kanan Yoga dan Fajri berdiri di sebelah kirinya.
Gigi pria itu terdengar bergemeletuk dengan kedua tangan terkepal kuat. Kedua tangannya bertumpu lantai kala ia berusaha bangkit.
Bams dan Fajri bersiap memasang kuda-kuda dan maju selangkah di depan Yoga menjadi tameng untuknya. Namun keduanya begitu terkejut saat melihat pria itu justru melangkah menjauh dengan kedua tangan menjerat lehernya sendiri menggunakan tali yang masih dalam genggam tangannya.
"Hei! Apa yang kau lakukan?!" teriak Fajri melihat pria itu menjerat lehernya sendiri. la hendak mencegahnya sebelum pria itu tewas, tapi Yoga mencegah karena tepat di saat itu penjaga yang bertugas berkeliling telah melihat.
Pria itu semakin kuat menarik ujung tali hingga akhirnya ia jatuh dengan mata terbuka dan lidah menjulur. Tepat di saat itu penjaga sampai dan begitu terkejut melihat kejadian tersebut.
"Napi baru itu bunuh diri!" teriaknya pada handy talky di tangan. Tak berselang lama, para polisi yang bertugas segera tiba dan membereskan tempat kejadian.
"Kalian akan dimintai keterangan," ucap kepala penjaga pada Yoga, Bams dan Fajri. Ketiganya hanya mengangguk tanpa banyak bicara.
Kling... Jbles!
Pintu besi itu kembali tertutup dan terkunci setelah penjaga polisi pergi membawa mayat penghuni baru tersebut. Suasana yang sebelumnya ramai karena kejadian itu perlahan kembali hening. Para napi di sel lain juga kembali tidur seolah tak terjadi apa-apa. Bukan hal yang mengejutkan jika ada napi baru yang bunuh diri. Polisi tak melakukan pemeriksaan lebih juga karena hal tersebut terlebih salah satu penjaga melihat dengan mata kepala sendiri pria itu mengakhiri hidupnya sendiri.
Yoga duduk dan menyandarkan punggungnya ke dinding nan dingin diikuti Bams dan Fajri di sebelah kanan dan kirinya.
"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Fajri membuka suara. la seolah masih tak percaya pria itu memilih mengairi hidupnya daripada mengatakan siapa yang telah menyuruhnya. la melirik Yoga dan dapat melihat tak ada yang berubah dari raut wajahnya Tetap dingin dan datar seperti biasa.
"Apa kau punya musuh? Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa baru sekarang Jika musuhmu masih tersisa, harusnya sudah lama ada orang yang datang menghabisimu bukan?" celetuk Bams yang amat penasarn. Jika pria itu sampai tak segan mengakhiri hidupnya, itu artinya ada hal lain yang lebih menakutkan daripada memberitahu mereka.
Yoga terus mengingat-ingat dan berpikir. Dan ia sama sekali tak menemukan kemungkinan yang pasti. Apakah Novi? Tapi melihat seperti apa wanita itu sepertinya sangat tidak mungkin. Awalnya ia tak begitu curiga, tapi melihat pria tersebut sengaja mengakhiri hidupnya membuatnya yakin dia adalah suruhan seseorang untuk melenyapkannya.
Di tempat lain terlihat seorang pria menatap layar ponselnya dalam diam. la berdiri di depan jendela besar rumahnya menatap rembulan yang tampak terang di tengah sunyinya fajar.
Keesokan harinya terlihat Shintia yang berhadapan dengan Yoga dibatasi dinding kaca. Hari ini adalah jam besuk dan seperti biasa, Shintia datang membesuk.
"Bagaimana kabar Satya?" tanya Yoga tanpa melepas pandangan dari Shintia. Walau dibatasi dinding kaca transparan, dirinya seolah berhadapan tanpa sekat. Yoga tak mengerti kenapa Shintia tetap mau berhubungan dengannya. Sejak ia masuk penjara, wanita itu menjenguknya setiap hari Setiap kali ia bertanya, jawabannya akan selalu sama.
"Aku tidak tahu, aku hanya ingin melakukanya." Adalah jawaban yang selalu Shintia berikan.
"Dia baik. Dia sangat ingin menjengukmu. Tapi dia menurtimu untuk menunggu sampai kau bebas," jawab Shintia dengan suara nan lembut.
Senyum tipis Yoga terlukis samar. la juga sangat ingin bertemu, tapi dirinya selalu merasa belum siap. Kira-kira, seperti apa wajahnya? Bagaimana penampilannya? la selalu ingin mengetahuinya. Karena ia melarang Satya menjenguk, Satya juga tak membiarkannya mengetahui seperti apa dirinya, meminta ibunya tidak memberikan fotonya.
"Menikahlah." Rasanya Yoga sudah lelah mengatakan hal yang sama. Entah mungkin sudah ratusan bahkan ribuan kali ia mengatakan hal serupa meminta Shintia menikah. Shintia berhak bahagia walau ia tahu sudah sangat terlambat.
Shintia tersenyum tipis. la sendiri tidak tahu kenapa memilih menyendiri sampai detik ini. Bukan karena tidak ada yang mendekat, tapi dalam lubuk hatinya sangat menunggu kebebasan Yoga. la sendiri tidak tahu kenapa atau karena apa. Tapi tak dapat dipungkiri ia menaruh harap pada Yoga. Selama ini ia dan Satya hidup dari harta yang Yoga berikan untuk Satya.
"Jika aku kembali menjawab hal yang sama, apa kau akan bosan mendengarnya? Bahkan aku sudah sangat bosan mendengar satu kata yang baru saja kau ucapkan."
"Walau sudah terlambat, kau tetap berhak bahagia."
"Aku yakin Satya tidak akan setuju."
"Jadi ... sudah ada?" Entah kenapa hati Yoga bergetar mengatakanya? Biasanya Shintia akan menjawab, "Aku menunggu seseorang bebas."
Shintia menunduk sejenak kemudian menggeleng. "Jika pun dia setuju, aku tidak akan melakukannya. Aku... menunggumu."
Yoga berdiam cukup lama di mana semburat kemerahan tampak samar menghiasi wajahnya. Dua penjaga yang berdiri di belakangnya samar-samar dapat melihat.
"Mereka seperti pasangan baru yang kasmaran. Dan selalu seperti ini setiap wanita itu datang," batin kedua penjaga tersebut.
Tiba-tiba Yoga menunduk saat ia teringat apa yang terjadi semalam. Sekarang dirinya merasa nyawanya terancam. Jika pada akhirnya ia tak bisa bebas dalam keadaan hidup, bagaimana dengan Shintia. Dia sudah terlalu lama menunggu.
"Jangan menungguku."
Senyum simpul Shintia kembali timbul. Jawaban Yoga akan selalu sama setiap kali ia memberi jawaban.
"Seseorang ingin membunuhku."
Namun, apa yang Yoga katakan setelahnya membuat Shintia terkejut. "A- apa maksudmu?"
Yoga tak ingin memberitahukannya pada Shintia, tapi ia harus. Jika akhirnya ia hanya tinggal nama di hari kebebasannya, ia ingin Shintia telah siap berhenti menunggunya sedari sekarang.
Yoga mengatakan apa yang terjadi semalam membuat Shintia menutup mulut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments