POSITIF

"Ini Mas," seorang wanita menyerahkan kresek berisi testpack pada Meru. "Kalau gunain ini, sebaiknya pas bangun tidur pagi hari, biar hasilnya akurat." Ia bisa bicara seperti itu karena sudah berpengalaman.

"Makasih, Bu." Meru menyerahkan uang seratus ribu pada ibu-ibu yang tidak ia kenal tersebut, penjaga warung dekat apotek, yang ia suruh membeli testpack dengan iming-iming imbalan uang.

"Kembaliannya beli testpack," ibu tersebut menunjukkan kembalian yang ada di tangannya. Lumayan banyak, karena tadi Meru juga memberi uang seratus ribu.

"Ambil aja buat ibu."

"Wah, makasih banyak Mas ganteng. Kalau butuh apa-apa lagi, jangan sungkan nyuruh ibu." Wanita bertubuh tambun tersebut kembali ke warungnya dengan senyum yang lebar. Rezeki nomplok, cuma beli testpack, dapat uang seratus ribu lebih.

"Nih," Meru menyerahkan kresek berisi testpack pada Ara yang menunggu di dekat motor miliknya. "Kata ibunya, pakainya besok pagi pas bangun tidur."

"Gimana kalau aku hamil?" Ara membuka kantong kresek, melihat testpack yang ada di dalamnya. Hatinya makin gelisah, membayangkan jika besok pagi, ada dua garis merah pada benda di dalam kresek tersebut.

"Belum tentu. Udah, jangan terlalu difikirin, semoga hanya telat aja. Besok pagi aku tunggu di depan minimarket dekat rumah kamu. Cari alasan biar gak dianter ayah kamu. Udah yuk, aku anterin pulang." Meru memakai helm, lalu naik ke atas motor disusul Ara.

Motor melaju tidak terlalu kencang, meski dari tadi Meru berkata jangan terlalu difikirkan, sebenarnya ia sendiri terus memikirkan tentang itu. Bagaimana jika Ara benar-benar hamil? Apa yang harus ia lakukan?

Tepukan di punggung membuat Meru teringat lalu menoleh. "Ada apa?"

"Kamu salah jalan, harusnya belok kiri tadi, bukan lurus."

"Salah ya," Meru tertawa pelan, menutupi kegelisahannya.

"Kamu bilang aku jangan terlalu memikirkan soal ini, tapi kamu sendiri mikirkan?" Ara bisa menebak apa yang membuat Meru sampai salah jalan. Ini bukan kali pertama kekasihnya itu mengantar dia pulang, tapi ini pertama kalinya, sampai salah jalan.

Meru menghentikan motor di depan rumah Ara. Rumah sederhana bercat biru itu, terlihat sepi. Pak Rahmat belum pulang sore begini, paling cepat pun, habis magrib baru pulang. Ia adalah pekerja keras, meski saat ini, tanggungannya hanya Ara seorang.

"Itu pacar kamu, Ra?" tanya Imel, kakak ipar Ara yang tiba-tiba muncul, berjalan mensejajari Ara menuju rumah. "Kayaknya orang kaya, motornya bagus." Ini bukan pertama kalinya ia melihat Ara diantar pulang Semeru. Rumah mereka memang bersebelahan, dan ia yang tak bekerja, dan sehari-hari di rumah, jadi suka kepo urusan orang.

"Cuma teman," Ara terus berjalan tanpa memedulikan Imel. Niat hati mau cepat masuk untuk menghindari Imel, tapi nyari kunci yang terselip di dalam tas malah gak ketemu-ketemu. Ara sedikit kurang suka dengan iparnya tersebut, Imel terlalu suka ikut campur masalah orang lain.

"Ah gak percaya, palingan pacar," Imel mencebikkan bibir. "Pinter juga kamu nyari pacar, anak orang kaya, tapi Ayah tahu gak, kalau kamu pacaran?"

Ara berdecak pelan saat Imel mulai bawa-bawa ayah. Entah apa yang ada di kepala iparnya tersebut, jangan-jangan mau ngadu yang enggak-enggak. Bersyukur ia akhirnya menemukan kunci di dalam tas, segera membuka pintu lalu masuk. "Aku masuk dulu, Mbak," langsung menutup pintu kembali, tanpa mempersilakan Imel masuk.

"Dasar ipar gak ada akhlak, akhlakless," teriak Imel yang kesal karena merasa tidak dihormati. "Di depan orang-orang aja berlagak kayak cewek bener, cewek rumahan, tapi tiap hari pacaran. Awas saja ntar tahu-tahu hamil."

Deg

Ara yang bisa mendengar ucapan Imel meski sudah di dalam rumah, langsung meremat rok abu-abunya. Bagaimana jika ia benar-benar hamil? Ayah, ialah orang yang paling akan kecewa jika sampai hal itu terjadi. Matanya memanas, dan beberapa detik kemudian, cairan bening mengalir dari sudut matanya.

...----------------...

Ara langsung menerima uluran helm dari Meru setibanya di depan minimarket. Memakai helm, lalu naik ke atas motor laki-laki itu. Jika biasanya mereka akan mengobrol santai sambil saling ngegombal atau bahas pelajaran saat boncengan seperti ini, lain halnya dengan pagi ini, keduanya sama-sama bungkam, sampai akhirnya Meru menghentikan motor di depan sebuah toko yang masih belum buka. Melepas helm, menoleh ke arah Ara.

"Bagaimana?"

Dengan tangan gemetar, Ara mengambil testpack yang ia simpan di dalam tas bagian paling depan. Menyerahkan benda pipih tersebut pada Meru.

"Aku hamil," tangis Ara pecah. "Aku hamil, Ru."

"Shitt!"

Brakk

Semeru reflek mengumpat sambil memukul bagian depan motornya setelah melihat garis dua pada testpack yang ia pegang.

"Aku harus bagaimana?" Ara semakin sesenggukan. "Aku masih ingin sekolah, masih mau melanjutkan kuliah."

"Aku juga!" sahut Meru dengan nada tinggi. Ia berusia mengontrol emosi, menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan, menyunggar rambutnya ke belakang menggunakan jari, sambil memejamkan mata. "Udah, jangan nangis," ucapnya setelah merasa lebih tenang. "Jangan khawatir, aku yang akan cari jalan keluarnya."

"Jangan khawatir?" ulang Ara. "Bagaimana bisa aku tidak khawatir. Perutku yang akan membesar Meru, bukan kamu. Anak ini tumbuh di perutku, bukan kamu," ia sedikit emosional.

"Aku tahu, Ra." Semeru melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. "Hapus air mata kamu, kita harus segera ke sekolah. Aku gak mau bolos, bisa-bisa Mami dipanggil ke sekolah. Aku janji akan cari jalan keluar, kamu tenang aja. Tunggu kabar dari aku." Meru melemparkan testpack tersebut ke dalam got yang ada tak jauh darinya.

"Jalan keluar seperti apa yang ada difikiran kamu sekarang?"

Meru memakai helm, kembali menghidupkan mesin motornya. "Menggugurkan janin itu," ujarnya bersamaan dengan menarik gas motornya, melanjutkan perjalanan menuju sekolah.

Terpopuler

Comments

Felycia R. Fernandez

Felycia R. Fernandez

tapi nyata nya kalian gak menggugurkan janin itu ..
disini mank Semeru dan Rara salah ya...
cara berpacaran mereka bablas fatal...
gak patut di contoh ya buat yang baca anak remaja...
gak tau gimana asal mula nya kenapa bisa bablas gtu...
ini yang kata orang tua pacaran jangan terlalu dalam hatinya jika masih masa remaja,karena akan berdampak buruk..
rasa ingin memiliki itu terlalu kuat..
lebih bagus lagi jangan pacaran,tapi gak munafik ya di zaman sekarang mana ada orang yang gak pacaran.
tapi itu tadi pandai pandai jaga diri,baik laki laki maupun perempuan...
masa depan masih panjang...

2025-06-03

7

Ais

Ais

ya Allah tega kamu meru mau menggugurkan janin dlm rahim ara smoga aja rara dan jovan tau sehingga perbuatan meru buat menggugurkan ngak terjadi atau pak rahmat yg tau duluan biar langsung dtng kermh jovan minta tanggungjwb duh jd de javu ngak seh sm kasus rara dl yg hamil diluar nikah bedanya rara sm jovan dijebak sm mantan istri jovan si dista karena benci dan iri sm rara smoga rara dan jovan ngak shock ya melihat kelakuan meru yg pacaran kebablasan

2025-06-04

1

Hani Ekawati

Hani Ekawati

Heh dasar anak ga tau diri, mau berbuat nya doang, giliran udah hamil malah ga mau tanggung jawab. Dulu ibu dan ayahmu meskipun ibumu hamil di luar nikah mereka ga sampe ada niat menggugurkan kandungan. Bahkan ayahmu niat mau tanggung jawab meskipun ujung ujungnya si Jovan poligami karena sudah terlanjur berjanji akan menikahi tunangannya 😂

2025-06-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!