IMPIAN AYAH

"Put, kamu percaya karma?" tanya Ara, tatapannya menerawang jauh.

Putri menghela nafas panjang, "Gak ada yang namanya karma," sahutnya sembari mengemasi obat dan plester, memasukkan kembali ke dalam kotaknya.

"Aku ngerasa, saat ini sedang menerima karma. Mungkin karena aku terlalu banyak menyakiti orang-orang yang sayang padaku, sehingga Allah memberiku karma buruk," Ara tersenyum getir, menyeka air mata di kedua pipinya. "Bertahun-tahun, aku menjalani kehidupan yang hampa. Aku sampai lupa seperti apa rasanya bahagia."

"Jangan bilang seperti itu, Ra. Gak ada karma, jangan suudzon pada Allah."

"Orang bilang, kita harus banyak berbuat baik agar kelak mendapatkan karma baik. Sedangkan aku, bukannya berbuat baik, aku malah menyakiti dan mengecewakan orang-orang yang menyayangiku. Pantas rasanya jika aku mendapatkan karma buruk atas semua yang aku lakukan."

"Kamu orang baik, Ra," Putri menggenggam tangan Ara. Dia tahu Ara telah banyak mengecewakan orang-orang terdekatnya, tapi 2 tahun mengenal Ara, ia bisa bersaksi jika Ara adalah orang baik. Mereka sangat dekat, sehingga Ara bisa menceritakan semua kisahnya pada Putri.

"Aku sedang dihukum, Put," air mata kembali menggenangi pelupuk mata Ara.

Flashback 8 tahun yang lalu

Suara mixer di pagi buta, membangunkan Rahmat dari tidur nyenyaknya. Dulu saat istrinya masih ada, hampir setiap dini hari suara mixer membangunkannya, dan setahun terakhir ini, suara itu kembali terdengar meski tak sesering dulu. Ara, putri bungsunya itu mengikuti jejak sang ibu, gemar membuat kue, dan tak jarang menerima pesanan dari teman sekolahnya.

Setelah sholat tahajud, Rahmat menghampiri Ara yang sibuk di dapur. "Ada pesanan kue, Ra?"

"Ayah," Ara yang baru selesai menuang adonan ke loyang, menoleh mendengar suara sang ayah. "Suara mixer Ara berisik ya, sampai bangunin ayah," ekspresi wajahnya terlihat bersalah. Di rumah itu, mereka hanya tinggal berdua. Ibu Ara sudah meninggal, sedang abangnya sudah menikah dan tinggal di sebelah rumah, rumah peninggalan neneknya.

"Ayah justru bersyukur sudah dibangunin, jadi bisa sholat tahajud. Ada pesanan kue?" Rahmat berjalan menuju dispenser, mengambil segelas air dari sana lalu membawanya menuju meja makan yang lokasinya menyatu dengan dapur.

"Iya. Cake ulang tahun." Ara memasukkan loyang berisi adonan ke dalam oven yang sudah panas.

"Ayah kan sudah bilang, jangan terima pesanan kue lagi. Tugas kamu hanya belajar, sekolah, bukan cari uang." Rahmat menarik kursi makan untuk duduk, lalu menegak air putih di dalam gelas yang dia bawa. "Cari uang itu tugas ayah."

"Bukan semata-mata nyari uang, Yah," Ara menyiapkan butter cream yang akan ia gunakan untuk menghias cake. "Tapi ini hobi. Ara suka bikin kue, terutama cake ulang tahun. Punya bakat turunan dari alm. Ibu, sayang jika dipendam. Apalagi ibu sudah mewariskan banyak sekali peralatan membuat kue, sayang jika dianggurin."

"Ayah tahu, tapi kamu sudah kelas 3, sudah waktunya fokus belajar untuk ujian akhir dan nanti ujian masuk universitas negeri."

Ara meninggalkan butter creamnya, mencuci tangan lalu menghampiri sang ayah dan duduk di depannya. "InsyaAllah untuk itu, Ara gak akan lupa. Ara akan terus belajar agar bisa kuliah di Jogja seperti keinginan ayah."

"Itu universitas impian ayah," pandangan Rahmat menerawang, matanya sedikit berkaca-kaca. Dulu, ia berhasil diterima di kampus itu melalui jalur nilai, namun saat baru kuliah satu semester, keluarganya malah mendapatkan cobaan. Ibunya divonis kanker rahim stadium 3. Pengobatan ibunya membutuhkan uang yang tak sedikit, hingga ia terpaksa putus kuliah, bekerja untuk membantu biaya pengobatan ibunya.

Sekarang, ia bekerja keras agar anak-anaknya bisa sukses, bisa kuliah, kalau bisa di kampusnya dulu. Namun sayang, anak pertamanya, Ridho, malah menolak kuliah, ia lebih memilih kerja setelah lulus SMA. Namun baru kerja satu tahun, sudah menghamili perempuan, dan terpaksa harus dinikahkan. Sekarang, harapannya tingga Ara seorang.

Ara menggenggam tangan ayahnya yang ada di atas meja. "Do'ain Ara, supaya bisa keterima lewat jalur tes." Nilai Ara tidak mencukupi untuk mendaftarkan melalui jalur nilai, jadi harapannya sekarang, lolos melalui jalur tes.

"Harapan Ayah tinggal kamu, Ra," Rahmat menyentuh kepala Ara, menatap kedua bola nata putrinya. "Semoga kamu menjadi orang sukses. Ayah ingin sekali, datang ke kampus ayah dulu, menghadiri wisuda kamu nantinya," ia tak kuasa menahan air mata.

"Aamiin. Ara berjanji, akan mewujudkan impian ayah."

...----------------...

Ara dibonceng laki-laki berjaket ojol yang tak lain adalah ayahnya. Setiap pagi, ia memang diantar ke sekolah oleh sang ayah. Meski sekolahnya termasuk sekolah elit, tak ada rasa malu sama sekali saat ia diantar sang ayah yang berprofesi sebagai ojol.

Turun di dekat gerbang sekolah, salim lalu masuk. Selain tas ransel di punggung yang berisi buku dan peralatan sekolah lainnya, tangan kanannya menenteng sebuah keresek hitam berukuran lumayan besar. Saat berjalan menuju kelas, ia dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba merangkul bahunya.

"Meru, lepasin," buru-buru Ara menjauh, sebelum ada yang lihat, terutama guru.

Jika Ara terlihat takut, celingukan memastikan tidak ada guru yang melihat, Meru justru cengengesan, sama sekali tak merasa bersalah apalagi takut.

"Apaan tuh, ada pesenan kue?" menatap kantong keresek yang berisi kotak.

"Iya."

"Pantesan nilai kamu gak bisa sempurna, gak bisa masuk kelas unggulan juga kayak aku juga, sibuk bikin kue terus sih," ledek Semeru, menyenggol bahu Ara.

"Aku kasihan lihat ayah ngojek sampai malem-malem. Kalau aku bisa bantu dia nyari duit, kenapa tidak. Ayah berjuang keras mengumpulkan uang untuk biaya kuliahku nanti, mana bisa aku hanya diam saja. Aku gak seperti kamu, Ru, yang terlahir udah langsung kaya, gak pernah lihat ayah kamu pulang keringetan, yang ada wangi terus, pakai dasi dan jas."

"Sok tahu kamu!" Meru dengan jahilnya mengacak poni Ara.

"Meru!" seru Ara yang kesal. "Kamu bikin poniku berantakan tahu," sungutnya sambil melotot.

"Bye sayang," Meru hendak berbelok menuju kelasnya, namun langkahnya terhenti saat lengannya ditahan oleh Ara. "Ada apa nih, kangen atau apa?" menaik turunkan alis, menggoda Ara. "Kalau masih kangen, nanti pulang sekolah, ke tempat biasa ya," ia mendekatkan mulut ke telinga Ara. "Aku lagi pengen."

Ara menggeleng. "Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, penting."

"Apaan sih?" Meru mengernyitkan kening.

Ara melihat sekeliling, lalu menarik Semeru menuju lorong dekat lab biologi yang lumayan sepi.

"Mau ngomong apa sih?" Meru semakin penasaran.

Ara mengedarkan pandangan, memastikan tak ada orang yang akan mendengar pembicaraannya dengan Meru. "Aku udah telat seminggu."

"Hah! Kok bisa?"

"Ya bisalah, kita sering ngelakuin itu!" tekan Ara dengan dada bergemuruh hebat. Perkataan Meru barusan, membuat ia sedikit tersinggung.

"Tapi aku selalu pakai pengaman."

"Pengaman gak seratus persen aman. Coba kamu browsing di internet, masih ada kemungkinan hamil meski pakai pengaman," mata Ara mulai berkaca-kaca, ia benar-benar takut saat ini.

"Udah kamu cek?"

Ara menggeleng. "Aku gak berani beli test pack, takut ditanya macam-macam sama pegawai apotek."

"Kan bisa beli online."

"Aku gak kepikiran kesana. Ya udah besok aku beli."

"Gak usah, nanti aku beliin. Aku bisa nyuruh orang. Semoga saja gak hamil, cuma telat karena kamu stress mikirin ujian yang makin dekat." Raut wajah Semeru tak setenang tadi, sekarang sama seperti Ara, ia mulai gelisah. "Udah, jangan terlalu dipikirin, belum tentu juga hamil."

Terpopuler

Comments

Felycia R. Fernandez

Felycia R. Fernandez

Ini bisa dibilang karma gak ya sama Jovan karena dulu nya playboy...
eeeh punya anak masih SMA udah pinter dan sering ngadon...
kesian juga kamu Ra, padahal kamu harapan orang tua mu.
tapi kamu pacaran kebablasan...
aku masih penasaran siapa laki laki di tempat kost mu?? apa pacar mu?
atau kamu dijebak sama orang lain karena gak mau jadi pacarnya

2025-06-03

5

Ais

Ais

ya Allah ngak nyangka meru nyeleneh banget pacaran smp kebablasan slalu melakukan ena”sm ara pantesan ara tekdung lah suka sm suka tp khan mereka msh remaja sumpah ih meru kamu bnr”bikin kaget sm gaya pacarannya

2025-06-03

1

Hani Ekawati

Hani Ekawati

Ternyata Semeru menghamili Ara pas mereka masih sekolah, ya ampun ngeri ih. Jadi inget dulu Jovan dan Rara menikah karena Rara sudah hamil duluan, sekarang Semeru menghamili Ara.😂 bahkan ini parah, mereka masih pada sekolah 😂

2025-06-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!