BAB 2
Di depan rumah mewah Aneska, ada banyak sekali ucapan bunga beruliskan turut berduka cita atas kematian kedua orang tua Aneska. Ada banyak sekali pengusaha-pengusaha yang datang untuk mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga mereka.
Di dalam rumah, Aneska dan Aneisha menangis sejadi-jadinya di depan mayat orang tuanya. Aneska merasa kepergian kedua orang tuanya sangat mendadak dan tidak masuk akal.
“Hikss,, hikss,, bagaimana nasib kita sekarang kak? Bagaimana kehidupan kita setelah ini kak? Hikss,,” ucap Aneisha yang menangis sesegukan.
“Entahlah Nei, bagaimana nasib kita setelah ini, kita hanya bisa pasrah kepada nasib. hikss,, hikss.” Aneska yang biasanya selalu kuat, kali ini dia tidak bisa menahan tangisnya.
Kanaya dan Gavin datang dan segera berlari menghampiri Aneska dan Aneisha. Kanaya memeluk Aneska dengan erat, sedangkan Gavin memeluk Aneisha dan berusaha untuk menenangkannya.
“Hikss,, hikss Nay, orang tuaku sudah tidak ada hikss, bagaimana ini Nay. Aku harus bagaimana?” ucap Aneska yang menangis semakin kencang.
“Ssstt,, tenanglah Nes, aku akan selalu ada untukmu dan selalu menemanimu.” Ucap Kanaya mencoba untuk menenangkan Aneska.
Di sisi lain, Aneisha masih tetap menangis di pelukan Gavin dengan tersedu-sedu.
“Sudahlah Nei, kamu harus bersabar menghadapi ini semua. Aku yakin jika kamu kuat, aku akan selalu berada di sampingmu Nei.” Ucap Gavin sambil mengelus rambut Aneisha dengan lembut.
Ditengah-tengah kesedihan mereka, datanglah tuan Bagaskara dan anak laki-lakinya. Kedatangan pebisnis hebat seperti mereka menjadi sorotan bagi semua orang yang berada di sana termasuk Aneska yang memang mengerti tentang bisnis.
Aneska segera menghapus air matanya dan langsung berdiri menyambut tuan Bagaskara dan anaknya.
“Terimakasih karena sudah datang tuan Bagaskara.” Ucap Aneska membungkuk memberi hormat kepada tuan Bagaskara.
Tuan Bagaskara memang sangat dekat dengan orang tua Aneska, mereka adalah sahabat saat masih di bangku sekolah, itulah mengapa Tuan Bagaskara berada di sana untuk mengucapkan belasungkawa kepada Aneska.
Elvan menatap Aneska dengan tatapan yang tidak bisa di artikan, dia merasa kasihan melihat mata Aneska yang sembab karena habis menangis.
Tuan Bagaskara menghampiri Aneska dan memeluknya.
“Tidak perlu sungkan dengan om Nes, kamu sudah om anggap sebagai anak om sendiri. Om turut berduka cita atas kepergian kedua orang tuamu, jika kamu membutuhkan sesuatu om akan berusaha untuk membantumu, dan ada salam dari tante Mala karena tidak bisa kemari dan mengucapkan belasungkawa secara langsung, tante Mala sedang sibuk dengan butiknya saat ini.” jelas tuan Bagaskara.
Aneska sebenarnya sangat dekat dengan Tuan Bagaskara dan tante Mala istri dari tuan Bagaskara, tapi karena ada banyak orang di sana, Aneska tidak enak jika harus memanggil tuan Bagaskara dengan sebutan om.
“T,,terimakasih atas perhatiannya om, Aneska akan menghubungi om Bagas jika memang terjadi sesuatu. Sekali lagi terimakasih om.” Ucap Aneska.
“Sudahlah, berhenti menangis. Kamu adalah sosok gadis yang kuat, om tau kamu mampu menghadapi semua ini.”
Aneska hanya tersenyum menanggapi ucapan teman papanya itu.
“Oh iya, kenalkan ini adalah anak om. Dia baru saja pulang dari luar negeri.” Ucap tuan Bagaskara menyuruh Elvan untuk memperkenalkan dirinya.
“Elvan.” Ucap Elvan sambil mengulurkan tangannya.
Dengan ragu Aneska membalas uluran tangan Elvan dan tersenyum kepadanya.
“Aneska.” Ucap Aneska.
“Semoga kamu dan adikmu bisa mengatasi semua ini.” ucap Elvan mencoba menenangkan Aneska sambil melirik ke arah Aneisha yang masih menangis.
Aneska melihat tatapan mata Elvan yang melirik ke arah Aneisha dengan segera meminta maaf.
“Maaf karena adikku tidak menyambut kalian, aku akan menyuruhnya untuk berdiri dan meyambut kalian.” Ucap Aneska.
“Tidak usah, dia masih kecil dia pasti sangat terpukul. Itulah kenapa kamu harus kuat agar bisa menguatkan adikmu.” Ucap tuan Bagaskara yang melarang Aneska untuk memanggil adiknya.
“Kapan orang tuamu akan dimakamkan?” tanya tuan Bagaskara kembali.
“Nanti sore om.”
“Baiklah kalau begitu, om pamit dulu ya Nes. Kamu dan Elvan harus menjadi dekat satu sama lain, lebih bagus jika kalian bisa menjadi teman akrab.” Ucap tuan Bagaskara sebelum mereka berpamitan kepada Aneska.
Saat tuan Bagaskara dan Elvan ingin keluar dari ruangan itu, tiba-tiba saja om Aneska dan beberapa orang yang mengenakan jas hitam datang beramai-ramai dan membuat tuan Bagaskara curiga dan kembali menoleh untuk melihat apa yang terjadi.
“Siapa orang itu? Bagaimana bisa mereka berani melewati papa tanpa menyapanya. Apa mereka tidak mengenal papa?” batin Elvan yang melihat Alex dan orang-orang di belakangnya sama sekali tidak memperdulikan keberadaan papanya.
“Kamu dan adikmu harus keluar dari rumah ini hari ini juga.” Bentak Alex di hadapan Aneska.
Aneska terkejut mendengar teriakan omnya itu, bagaimana bisa di saat seperti ini dia menyuruhnya dan adiknya untuk meninggalkan rumah orang tuanya.
“Tapi om, ini adalah rumah orang tuaku untuk apa aku dan adikku keluar dari rumah ini!?” tanya Aneska dengan nada sedikit meninggi.
“Karena rumah ini dan perusahaan adikku sudah menjadi milikku mulai hari ini, dan besok kamu tidak perlu bekerja di perusahaan itu lagi!”
“A,,apa? Apa maksud om Alex? Jika aku tidak bekerja disana lalu bagaimana aku dan adikku bisa bertaha hidup!? Lalu jika bukan tinggal disini, dimana aku dan adikku akan tinggal!?” bentak Aneska yang sudah mulai kesal dengan omnya itu.
“Terserah kamu, itu adalah urusanmu intinya rumah dan perusahaanmu menjadi milikku mulai hari ini! jika kalian ingin tetap tinggal di rumah ini, berarti kalian harus melayani anakku dan merapihkan seluruh ruangan yang ada di rumah ini!”
Aneisha kembali menangis mendengar ucapan omnya itu, sedangkan Aneska mengepalkan kedua tangannya menahan emosinya.
Tuan Bagaskara terkejut mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut Alex. Dari dulu Bagas memang sangat tidak menyukai Alex yang terlalu berambisi.
“Kasihan sekali mereka, sepertinya mereka bernasib buruk hingga mereka mengalami hal seperti ini.” batin Elvan yang melihat kejadian itu.
Tuan Bagaskara ingin menghampiri mereka namun di tahan oleh Elvan.
“Jangan pa, biarkan mereka mengatasi masalah mereka sendiri itu akan membuat mental mereka menjadi kuat. Setelah ini aku akan membantu mereka untuk menjadi lebih kuat agar mampu melawan orang-orang jahat itu.” Ucap Elvan.
Tuan Bagaskara yang menganggap ucapan anaknya itu benar hanya mengangguk menuruti perkataannya.
“Papa ingin kamu mengurus masalah ini Van, kalau bisa kamu harus mengajak mereka berdua tinggal di rumah kita itu akan lebih bagus.” Ucap tuan Bagaskara lalu meninggalkan anaknya di tempat itu.
Elvan hanya menganggukkan kepalanya dan masih tetap melihat apa yang di lakukan oleh Alex kepada kedua keponakannya.
“Setelah pemakaman orang tuamu, aku ingin kalian berdua segera meninggalkan rumah ini!” bentak Alex.
Kebetulan di sana memang sudah tidak banyak orang, dan Alex juga tidak menyadari keberadaan Bagaskara di ruangan itu. Mungkin jika dia melihat kehadiran sahabat adiknya itu, dia akan berpura-pura baik kepada kedua keponakannya itu.
Tidak jauh dari pintu, Elvan melihat ada seorang wanita yang menatap ke arah Alex dan Aneska yang melipat kedua tangannya di dadanya dengan tatapan sinis dan senyum penuh kemenangan.
“Apakah wanita ini adalah anak dari pria sombong itu?” batin Elvan yang sedari tadi melihat ekspresi wajah wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Elsa Naila
lanjut
2021-09-11
0
Maria Jabat
mpir
2021-01-04
2