Gluduk.... Gluduk...
Suara gemuruh terdengar jelas mengiringi hari yang semakin sore. Bara yang tengah duduk di kursi bambu depan rumah, langsung mendongak menatap kearah langit yang sudah berubah menjadi mendung.
Sungguh! Di dalam hati Bara, dia merasa khawatir, sebab sudah pukul 5 sore, tapi kakaknya Nadia belum juga kembali pulang ke rumah.
"Ya Tuhan! Sebentar lagi akan turun hujan! Tapi kenapa kak Nadia belum juga tiba di rumah!"
Bara tampak mondar mandir ke sana kemari, sambil memegang amplop berwarna putih, berisikan surat penerimaan Beasiswa. Rasanya, Bara sudah tidak sabar, ingin memberitahukan kabar bahagia itu kepada kakaknya.
Bara dan Nadia, merupakan adik kakak yang sangat dekat dan akur, mereka memiliki perbedaan usia 4 tahun. Yang artinya, saat ini usia Nadia sudah menginjak 22 tahun. Gadis cantik nan putih itu, hanya tamat sekolah SMA, dan Nadia tidak melanjutkan kuliah sebab dia tahu kemampuan keuangan dari kedua orang tuanya.
Baru beberapa bulan ini, Nadia bekerja di kantin yang ada di Universitas Samudra, sedangkan sebelumnya, Nadia hanya bekerja jaga anak tetangga kaya yang ada di wilayah RT tersebut. Namun! Semenjak Nadia mendapatkan perlakuan buruk dari majikannya, Nadia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan itu.
Kedua orang tua Nadia, tidak mengetahui akan hal tersebut, hanya Bara lah yang mengetahuinya. Nadia! Sangat tidak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir, sebab kedua orang tua mereka, sudah terlalu lelah bekerja menjadi Penambal ban sepeda dan tukang cuci di londry terdekat.
"Kak Nadia! Akhirnya kamu pulang juga kak! "
Senyum semrungiah terukir indah di bibir Bara, saat melihat kakak perempuannya yang begitu dia khawatirkan telah tiba di rumah. Hujan mulai turun rintik rintik, membuat rambut Nadia menjadi sedikit basah akibat terkena air hujan.
"Bara! Apakah sejak tadi kamu sudah menunggu kakak?" Nadia bertanya kepada adiknya, sambil berusaha menyembunyikan wajahnya yang tampak tengah bersedih. Sedangkan kedua kaki Nadia, memarkirkan sepeda mini yang dia naiki.
"Iya kak. Aku takut kakak kehujanan. Bahkan aku berencana ingin menjemput kakak."
"Iya, tadi kakak sedikit telat. Soalnya jalanan macet. Oya, di mana ibu dan bapak?" tanya Nadia seraya membuang wajahnya dari tatapan Bara.
"Ibu dan ayah sedang pergi ke rumah tetangga. Kebetulan ada acara tahlilan nanti malam. Kak! Kenapa kakak terlihat sangat sedih? Apakah kakak sedang ada masalah?" tanya Bara membuat Nadia sedikit terkejut.
"Tidak. Aku hanya sedang kelelahan saja. Oya, apa yang kamu pegang Bara! "
"Ini, ini adalah surat dari kepala sekolah. Dia memberikan surat ini kepada ku, sebagai bukti kalau aku akan segera mendapatkan Beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Samudra kak."
"Apa...! Universitas Samudra! " seruan Nadia membulatkan kedua matanya.
"Iya kak, di Universitas tempat kakak jualan di kantin. Aku benar-benar sangat senang kak, apakah kakak juga senang mendengar berita ini? tanya Bara dengan sangat antusias.
"Tentu kakak juga senang Bara. Akhirnya kau akan menjadi calon Sarjana adikku."
Nadia memeluk erat tubuh Bara. Di dalam hatinya, dia benar-benar merasa takut! Takut akan sekelompok orang yang selalu mengganggu dirinya.
"Tidak! Kau tidak boleh berpikir negatif. Bara pasti baik baik saja. Dia adalah pemuda yang baik, lagian. Bukankah tahun ini mereka akan lulus! Syukurlah, kalau begitu aku bisa tenang sekarang." gumam Nadia di dalam hatinya.
Entah apa yang tengah wanita itu sembunyikan, tapi yang jelas! Nadia tidak ingin kalau kedua orang tuanya dan juga adiknya sampai mengetahui apa yang sedang dia alami di kampus mewah tersebut.
Hingga tepat malam hari, keluarga kecil mereka tampak sedang melakukan makan malam bersama,
Tawa bahagia bersinar cerah di bibir ibu Mirna dan pak Mahmud.
"Nak! Besok adik kamu akan mengunjungi kampus. Kamu jangan lupa jemput dia di pagar samping ya." titah pak Mahmud mengingatkan putrinya.
"Baik Pak. Aku pasti akan menjemput Bara" jawab Nadia dengan singkat.
"Untung saja, ada kakak mu yang jualan di kantin Universitas Samudra.
Jadi kamu tidak kebingungan saat akan masuk ke dalam kampus besar dan mewah itu nak." timpal ibu Mirna tampak tersenyum senang.
"Iya bu. Untung ada kakak. Oya, besok aku pakai baju apa bu? "
"Pakai saja baju kemeja putih milik bapakmu dan celana kain berwarna hitam. Itu baju sudah lama ibu simpan, tepatnya saat dulu bapak masih muda dan mau melamar pekerjaan di sebuah perusahaan. Tapi sayang! Bapakmu ditolak nak."
"Hahahha....! Benar apa yang ibumu katakan. Tapi, kali ini kau akan sukses jika memakai baju tersebut nak. Bapak yakin itu! " ucap pak Mahmud seraya menepuk pundak putranya dengan bangga.
Nadia yang melihat kebahagiaan terpancar jelas dari bibir keluarganya, menjadi sangat tenang. Namun! Entah mengapa, bayang bayang ancaman yang diberikan oleh beberapa pemuda yang ada di kampus tersebut, kembali membuat Nadia menjadi sangat ketakutan.
"Ya Tuhan! Tidak mungkin apa yang pria itu katakan benar-benar serius. Dia pasti hanya bercanda saja. Tidak mungkin pemuda kaya seperti dia, sampai mau melakukan hal menjijikkan seperti itu." gumam Nadia di dalam hatinya.
Nadia segera menenggak habis minuman yang ada di dalam gelas miliknya. Sedangkan wajahnya, terlihat begitu panik dan juga ketakutan. Bara yang menyadari hal itu, hanya bisa diam sambil memperhatikan gerak gerik dari kakaknya. Tapi! Bara juga tidak bisa memaksa kalau kakaknya tidak mau berterus terang padanya.
"Sebenarnya ada apa dengan kak Nadia? Apakah dia tengah memiliki masalah?" tanya Bara di dalam hati.
Dan setelah selesai menyantap hidangan makan malam, Bara segera masuk ke dalam kamar. Begitu pula dengan Nadia. Di dalam kamar, Nadia tampak menangis terisak. Saat dia baru saja mendapatkan pesan WA dari seseorang yang tidak dia kenal.
"Nadia sayang! Bersiaplah. Besok kau akan tahu apa yang akan kami lakukan! " tulis pria itu di dalam pesan tersebut.
Nadia, benar-benar sangat takut! Tapi dia berusaha untuk tidak mempercayai ancaman tersebut.
"Jangan takut Nadia! Dia tidak mungkin berani melakukanya." gumam Nadia di dalam hati.
Setelah itu, Nadia langsung naik ke atas tempat tidur kecil miliknya, guna untuk merenggangkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Begitu pula dengan Bara, yang tertidur setelah menyiapkan barang barang yang besok akan dia bawa ke Universitas Samudra.
Pagi hari telah datang menyapa, membangunkan Bara yang tertidur dengan sangat lelap. Bara yang baru bangun segera merenggangkan otot ototnya. Pagi ini dia akan segera membersihkan diri untuk pergi menuju ke Universitas Samudra.
"Ayo semangat Bara. Tepat pukul 10 kau harus sudah tiba di sana." ucap Bara tersenyum semangat.
Lalu Bara melangkahkan kaki keluar kamar, setelah selesai membereskan tempat tidur miliknya sendiri. Dan setibanya di ruang tamu, Bara menatap bapak dan ibunya yang sudah bersiap hendak pergi bekerja.
"Bapak, ibu! Apakah kalian akan pergi bekerja pagi pagi begini?" tanya Bara menatap heran.
Saat ini, waktu masih menunjukkan pukul 7, tapi kedua orang tuanya sudah siap mau berangkat kerja meninggalkan rumah.
"Iya nak. Kebetulan ibu mempunyai banyak cucian di Loundry, jadi harus pergi pagi pagi sekali. Sedangkan bapakmu, mendapatkan tawaran untuk membantu temannya bekerja di proyek bangunan."
"Oh, jadi begitu. Lalu bagaimana dengan kak Nadia? Apakah dia sudah pergi juga?" tanya Bara penasaran.
"Sudah. Kakakmu pergi pagi pagi sekali, kebetulan di kampus sedang mengadakan acara untuk mahasiswa semester akhir, dan kantin miliknya mendapatkan pesanan nasi yang begitu banyak. Maka dari itu, dia sudah berangkat pagi pagi sekali." jawab Ibu Mirna seraya melangkah keluar dari rumah.
Setelah itu, Bara pun mencium kedua tangan kedua orang tuanya, yang sudah memakai sendal dan akan segera pergi bekerja. Sebelum melangkahkan kakinya, Ibu Mirna dan pak Mahmud, memeluk tubuh putranya terlebih dahulu.
Entah mengapa, pagi ini perasaan mereka berdua benar-benar tidak enak. Tapi! Mereka tidak ingin memberitahukannya kepada sang putra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments