Samar sayup jingga berwarna,
Rindu bersalah pada yang tiada
Wahai cinta sebegini sakit nya kah karma
Kau pergi menyisakan derita
Untuk ku yang berteman dengan senja.
👉Ni R
langkah kaki dari tiga pasang anak manusia, menyusuri lembut nya pasir putih, sesekali Chandra menggoda Rindu.
"Apa lo tahu yang mana orang nya Chan?" tanya Elang.
"Gak, gue aja baru tahu kalau papah punya sahabat di daerah ini."
Langkah kaki Elang terhenti saat melihat seorang pria paruh baya yang sedang duduk di kursi tua menatap ke arah pantai.
"Apa itu orang nya?" ujar Elang sambil menunjuk pria itu.
"Entahlah kak, ibu-ibu tadi bilang kalau dia suka duduk di tepi pantai dengan kursi tua nya."
"Bisa saja, sebaiknya kita kesana." sambung Chandra.
Mereka akhirnya menghampiri pri itu, "Maaf mengganggu." ujar Elang, membuat pria tua menoleh ke arah sumber suara. Mata tua yang sayu itu menatap Elang dengan tajam, alam pikiran nya kembali mengingat memori masa lalu.
"Siapa kau?" tanya nya dengan suara dingin.
"Apa anda yang bernama Hisyam?" tanya Elang tanpa basa-basi.
Hisyam sejenak terdiam, "Aku tidak mengenal mu." ucap nya "Pergilah." pinta nya acuh.
"Aku Elang Pandara anak dari Narendra Pandara." ujar Elang, spontan membuat Hisyam duduk terkulai lemas. "Apa anak ini akan balas dendam." batin nya dengan wajah pucat.
"Pulanglah, aku tidak ada urusan dengan keturunan Pandara." pinta nya sekali lagi.
Lalu Hisyam menatap lekat wajah Rindu, wajah yang membuat hati nya damai juga penuh rasa bersalah. "Gita...." lirih nya namun masih bisa di dengar.
"Dia adik ku, Rindu Mauzara."
"Mau apa kalian?" tanya Hisyam datar.
"Aku hanya ingin tahu masalalu orang tua ku."
Hisyam bingung, dua bayi kecil yang dulu berusaha ia bunuh kini tumbuh menjadi gadis cantik dan pria tampan.
"Lalu siapa dia?" tanya nya menunjuk Chandra.
Chandra mengulurkan tangan, "Chandra, calon suami Rindu dan anak dari Gautama."
Hisyam hanya mengangguk, " pantas saja kau mirip dengan Gautama, mari ikut ke rumah ku."
Mereka mengikuti langkah tua itu, tak jauh dari pantai Hisyam tinggal di rumah yang sangat sederhana seorang diri.
Hisyam mempersilahkan mereka untuk duduk di sofa panjang yang sudah usang.
"Apa yang ingin kau tahu?" tanya Hisyam.
"Apa yang membuat anda ingin membunuh kami dulu?" tanya Elang, sebenar nya pria itu sedang menahan emosi nya sedari tadi.
Hisyam membuang nafas kasar, "Aku sangat membenci papah mu." jawab nya jujur "Narendra merebut apa yang seharus nya jadi milik ku."
"Apa yang di rebut oleh papah?" tanya Rindu dengan mata berkaca-kaca.
"Gita, dia milik ku seharusnya." ucap nya dengan santai "Tapi Gita lebih memilih Narendra sebelum aku menyatakan cinta ku."
"Dan itu bukan kesalahan papah ku." sambung Elang.
"Kau tahu, sejak Gita dan Narendra memutuskan pergi dan menghilang, aku menjadi sangat gila akan kehilangan mereka, sahabat dan juga orang yang sangat ku cinta." tutur Hisyam, mata tua itu juga berkaca-kaca bahkan terpancar jelas rona penyesalan. "Gita pergi, Narendra pergi dan aku mencari mereka tapi tak sehari pun aku menemukan mereka. Aku selalu menunggu di batas senja karena kami selalu bersama sejak masih muda di pantai ini. Pantai ini adalah kenangan kami sebelum aku mengkhianati sahabat ku sendiri, meski Gautama selalu mengajak ku untuk tinggal bersama nya aku selalu menolak." jelas Hisyam.
Rindu dan Elang mulai iba pada pria yang ada di depan nya, "Rindu mengerti perasaan om, karena Rindu tahu bagaimana rasa nya menunggu."
Hisyam menatap Rindu, "Apa yang telah kau alami nak?" tanya nya saat melihat Rindu meneteskan air mata.
"Semua nya seperti hukum karma, mamah dan papah pergi dan menghilang di saat om sudah mulai menyesal. Mereka membuat om menunggu yang tidak pasti dan Rindu pernah mengalami semua nya." ucap Rindu dengan air mata.
Chandra mengusap lembut rambut Rindu, "Jangan mengingat nya kembali." bisik Chandra.
"Di mana Gita dan Narendra?" tanya Hisyam "Aku ingin bertemu dan meminta maaf pada mereka." ujar nya dengan senyum mengembang, jelas sorot mata menunjukan sebuah kerinduan.
Tangis Rindu semakin dalam, bahkan ia tak mampu menjawab pertanyaan Hisyam. Sedangkan Elang hanya menarik nafas, "Mereka sudah meninggal." lirih Elang, sontak wajah yang sedari tadi terukir senyum kini kembali sayu membuat penyesalan nya semakin mendarah daging.
"Kata kan kalau semua ini bohong." pinta nya sambil menggoyang kan tubuh Elang.
"Tidak om, mereka sudah lama pergi." Sebisa mungkin Elang tegar.
Pria itu duduk lemas, menangis meringkuk sambil mengucapkan kata maaf. "Tinggalkan aku sendiri, biar aku menunggu jemputan mereka di sini di pantai ini dan di bawah senja ini." ucap nya dalam isak "Pergilah, aku ingin sendiri."
Mau tidak mau Rindu Elang dan Chandra meninggalkan Hisyam yang sedang meringkuk dalam tangis nya.
Jika nada adalah suara
maka luka adalah teman kecewa
aku berharap bahagia
namun derita yang selalu ada
Percayalah, penyesalan dari segala sesal adalah penyesalan untuk orang yang telah tiada.
👉Ni R
Hii...terimakasih sudah mampir di karya pertama oppa, mohon maaf jika ada kata yang tidak berkenan di hati para pembaca. Mohon maaf juga jika dalam setiap penulisan terdapat banyak Typo.
Jangan lupa Like Rate Coment and Vote karya oppa ya😊
Karena Vote kalian adalah semangat oppa😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
R⃟ tinilare 💕
tambah penasaran ...
2020-11-25
1
🍬W⃠Uus🌿
penyesalan oh penyesalan kenapa selalu datang belakangan🤣🤣
2020-11-09
2
Cika🎀
senja saksi dari perjalanan manusia😢
2020-11-06
1