Perlahan Sadar

Arman berdiri mematung. Tangan kanannya menggenggam senter yang mulai bergetar, cahaya bulatnya menyinari foto pernikahannya yang retak di sudut loteng.

Foto Lestari dalam balutan baju pengantin yang bersamanya seolah menatap balik padanya dingin, dan hidup.

"Apa-apaan ini…" desis Arman pelan.

Langkah kaki pelan terdengar di belakangnya. Melati muncul, berdiri di ambang pintu loteng. Cahaya dari bawah membuat wajahnya tampak aneh,terang di satu sisi, gelap di sisi lain.

"Jangan sentuh itu," katanya cepat. Suaranya tak semanis biasanya.

"Melati, ini kerjaanmu?" Arman memandang tajam.

Melati tidak menjawab. Matanya menatap foto itu, tapi tubuhnya mundur setengah langkah.

Arman melangkah maju, mengangkat foto mereka dengan hati-hati. Ia meraih foto mereka dalam bingkai yang retak, lalu mengambilnya terdengar suara halus seperti bisikan… lalu senyap.

Melati menahan napas, wajahnya makin pucat.

"Kalau aku tanya lagi, jawab dengan jujur. Kamu yang taruh ini di sini?"

Melati menunduk. "Aku cuma… tidak ingin melihat foto kalian menghiasi dinding rumah. Aku tidak ingin–"

"Kenapa? "

"Karena aku juga istrimu, aku bisa cemburu." jawabnya pelan mencari alasan, lalu menatap Arman dengan mata berkaca-kaca. "Aku cuma mau kamu jadi milikku sepenuhnya, Mas. Aku tidak ingin berbagi."

"Sadarlah, Melati. " bentak Arman.

Arman menutup mata sejenak. Penyesalan menyelinap pelan ke dalam relung hati yang selama ini ia abaikan. Kenapa bisa begini?

********

Di pondok, malam berjalan tenang. Udara lembap membawa bau tanah basah dan suara jangkrik yang bersahut-sahutan.

Lestari duduk di mushala kecil, membaca surat Ar-Rahman dengan suara yang nyaris seperti bisikan. Di pangkuannya, Tadi setelah shalat malam dia ketiduran dan mendapatkan bisikan lembut di telinganya.

"Jika kau ingin melawan api, jadilah air. Tapi jika kau ingin memadamkan neraka, jadilah cahaya."

Ia tahu, itu bukan bisikan biasa.

Beberapa santri bilang, mereka melihat cahaya putih samar berkelebat di sekitar mushala malam itu. Ada yang bilang itu malaikat penjaga. Ada pula yang bilang itu ruh ibunya.

Apa pun itu, Lestari percaya… ia tidak sendiri Ada dzat yang lebih kuat yang akan selalu melindunginya

 Pagi harinya, sebuah mobil berhenti di depan pondok. Arman turun dengan wajah cemas. Ia disambut oleh Ibu Nurul dengan senyum lebar,

"Selamat datang nak Arman." sapa Bu Nurul lembut

"Assalamu'alaikum, bu. Apa kabar? "

"Alhamdulillah kabar ibu baik, silahkan masuk, "

"Saya ingin bertemu Lestari. Saya harus bicara dengannya."

Ibu Nurul hanya mengangguk, lalu memanggil Lestari yang sedang menyapu halaman belakang.

Ketika melihat suaminya, Lestari diam. Tidak berlari menyambutnya dengan senyum lebar, tidak menunduk karena takut, marah atau kecewa. Tapi Ia berdiri dan menatapnya dengan tenang.

"Semalam foto kita jatuh, kaca dan bangkainya retak. Aku sangat mengkhawatirkan keadaanmu. Apa kamu baik-baik saja? " kata Arman tanpa basa-basi.

Lestari mengangguk. "Aku baik dan akhirnya kamu melihatnya juga. Itu adalah ulah istri mudamu. "

"Aku minta maaf," lanjut Arman. "Aku terlalu di butakan oleh nafsu."

"Maafmu tidak bisa menyembuhkan anak kita. Tidak menghapus malam-malam penuh teror untuk kami. " jawab Lestari datar.

Arman tertunduk. " Bagaimana keadaan Dara? " tanyanya lirih

"Dia sudah jauh lebih baik. Tapi aku bersyukur kamu masih bisa datang ke sini. Artinya, masih ada secuil nurani yang tersisa."

Lestari menatap wajah Arman lama, lalu berkata pelan, "Kalau kamu benar-benar ingin memperbaiki semuanya, bersihkan rumah. Hapus semua yang mengundang makhluk tak kasat mata itu masuk. Dan jika kamu berani... usir Melati dari rumah, "

Arman menatap istrinya dengan mata memerah. "Kamu tidak takut dia akan membalas?"

Lestari tersenyum tipis. "Kegelapan akan selalu mencoba membalas terang. Tapi yang gelap akan kalah kalau terang bersinar terus."

Arman tetap berada di pondok seharian ini untuk menemani anaknya Dara. Dan baru di Sore harinya, Arman kembali ke rumah. Melati tidak ada di ruang tamu. Rumah sunyi, bahkan terlalu sunyi.

Ia naik ke loteng. Foto pernikahannya masih ada disana namun ada yang berbeda, bagian wajah Lestari sudah di coret-coret dan ada moda aneh di gaun putihnya. Tanpa pikir panjang Ia membawa kotak itu ke halaman belakang, menyiramkan minyak tanah, dan menyalakan korek api.

Api menyala pelan, lalu membesar. Tapi yang aneh, foto Lestari tidak terbakar.

Api menjalar, tapi tidak menyentuh foto lestari. Bahkan ujungnya pun tak gosong. Seolah ada yang melindungi gambar itu.

Arman memandangi api itu sampai padam.

Kemudian, suara Melati terdengar dari balik dapur. "Kenapa kamu membakar foto itu?"

Arman menoleh. Melati berdiri dengan rambut acak-acakan, matanya merah, wajahnya… bukan wajah biasa. Ada sesuatu yang menempel di balik sorot matanya, gelap, dalam, dan licik.

"Kau sudah melewati batas, ingatlah batasmu sebagai istri muda. Melati, aku akan usir semua ini dari rumah. Aku akan bawa orang-orang yang bisa membersihkan semuanya. Kamu harus pergi sebelum—"

"PERGI?" teriak Melati. Suaranya berubah, berat dan bergema.

"Ini rumahku juga! Aku telah mengikat tanah ini, menanam darahku di setiap sudutnya. Kau pikir kau bisa membersihkannya begitu saja?"

Dari tangannya, keluar darah menetes. Tapi Melati tidak terlihat kesakitan. Ia malah tertawa.

"Kau terlambat, Arman. Sangat terlambat…" ucapnya dengan tawa mengejek.

Arman terdiam melihat semua yang terjadi, dia tidak menyangka kalau melati akan berbuat seperti ini.

Sedang di pondok, malam itu, Lestari kembali bermimpi aneh

Kali ini ia berada di tengah api. Di sekelilingnya, orang-orang menangis entah siapa mereka. Dan Ada Dara yang terkurung dalam lingkaran api, memanggil ibunya sambil berteriak.

Lestari berlari, mencoba meraih, tapi tak bisa menembus api itu.

Kemudian, perempuan tua berjubah putih muncul lagi, berdiri di tepi lingkaran.

"Dia telah membuka pintu kegelapan. Tapi ada satu cara menutupnya."

"Apa? Bagaimana caranya? " tanya Lestari.

"Darahnya sendiri harus mengikatnya. Kalau tidak... ia akan menjadi rumah bagi sesuatu yang tak akan pernah pergi."

Ketika Lestari bangun, ia kembali mendapatkan bisikan aneh di telinganya.

"Pohon beringin itu akan bicara malam ini. Dengarkan baik-baik sebelum nyawa ditukar dengan nyawa. Sebaiknya kamu hentikan semuanya. "

Lestari menatap jam. Pukul 11.45 malam.

Ia mengambil sajadah, mushaf, dan segelas air doa, lalu melangkah ke luar pondok, menembus malam yang mulai mencekam. Tapi dia tidak merasakan takut sedikitpun. Yang ada di dalam pikirannya saat ini adalah keselamatan anaknya dan keluarganya. Dia tidak ingin sesuatu terjadi kepada anak-anak nya.

Di kejauhan, dari arah rumah, terdengar lolongan anjing bersahutan.

Dan di balik pohon beringin... seseorang sudah menunggunya. Entah siapa dia, terasa sangat asing karena Lestari tidak mengenalinya sama sekali.

Terpopuler

Comments

Desy Desol

Desy Desol

ayo lagi Thor, aq sukak
penasaran
kemasan bahasa nya bagus, semangat yaaaa

2025-06-01

1

Mefiani

Mefiani

siapa yg ada dibalik pohon itu??bakalan bantu lestari ato malah musuhnya??

2025-06-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!