Bab 3

Petang hari menjelang Maghrib, terdengar deru suara motor perlahan masuk ke halaman sebuah rumah sederhana bercat hijau muda. Andi dan Zayan yang baru pulang, turun dari motor berjalan masuk ke rumah sederhana mereka,

"Assalamu'alaikum.." ucap keduanya bersamaan.

"Wa'alaikumsalam.." jawab Mia sambil buru-buru mencuci tangannya di wastafel dapur setelah menyelesaikan masaknya.

Dengan sedikit tergesa ia menghampiri suami dan anaknya,

"Alhamdulillah..sudah pada pulang.." ucap Mia sambil meraih tangan suaminya untuk salim, begitu juga Zayan yang meraih tangannya untuk salim, dan Mia menyambut memeluk pundak Zayan lalu mencium pipi anaknya.

"Mama masak apa? Aku laper banget mau langsung makan" ucap Zayan sambil mengusap perutnya berjalan menuju dapur.

"Nggak mau mandi dulu aja dek?" Tanya Mia sambil menggelengkan kepalanya melihat anaknya yang buru buru cuci tangan, mengambil piring dan langsung mengisinya

Andi meletakkan tas ransel kerjanya, lalu berjalan mengambil handuk,

"biarin Zayan makan, kasian lapar habis latihan basket. Lagian masih keringetan, biar papa aja yang mandi duluan" ucap Andi langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Iya, di dalam rumah sederhana itu hanya ada satu kamar mandi, tiga kamar tidur, dapur dan meja makan yang menyatu, begitu juga ruang tamu yang dipasang TV di salah satu sisi dindingnya, tidak ada ruang keluarga. Jadi untuk aktivitas mandi dan buang air mereka terbiasa harus bergantian memakai toilet.

Mia tersenyum memperhatikan anak-anaknya makan dengan lahapnya walau dengan lauk yang sederhana, ya.. Zahra yang juga sudah menahan lapar dari tadi ikut bergabung makan bersama adiknya, seperti kebanyakan pada umumnya seorang ibu selalu mendahulukan keluarganya daripada dirinya sendiri, Mia masak itu yang tepenting baginya adalah untuk makan anak-anak dan suaminya terlebih dahulu, ia akan makan makanan yang masih ada setelahnya.

Kalau salah satu dari mereka ada yang tidak menghabiskan makanannya, maka Mia lah yang akan menghabiskan makanannya walaupun tetep sambil mengomel memperingatkan untuk mengambil makanan secukupnya saja karena sebenarnya harus bertanggungjawab atas makanan yang diambilnya, harus dihabiskan dan tidak boleh membuang buang makanan karena itu sama saja tidak bersyukur atas rezeki makanan yang sudah disediakan.

Dan kalau ternyata lauknya habis tidak ada yang tersisa, Mia sama sekali tidak marah malah merasa senang dan akan masak lagi yang simple alakadarnya seperti menggoreng telur dadar atau ceplok untuk lauk makannya sendiri.

Begitulah seorang ibu..

Mia setiap hari bangun pagi-pagi, setelah sholat shubuh langsung berkutat di dapur memasak untuk sarapan dan bekal makan siang anak dan suaminya, baru kemudian berangkat bekerja dan setelah seharian bekerja pulang ke rumah masih harus masak lagi untuk makan malam keluarganya.

Untuk urusan cuci piring anak-anak sudah terbiasa untuk mencucinya sendiri setelah selesai makan, dan untuk cuci baju, jemur baju suaminya yang menghandlenya dikerjakan di malam hari. Ya lumayanlah suaminya punya sedikit kepedulian membantu pekerjaan rumah, walaupun dilakukan dengan mesin. Dulu awal menikah sebelum punya mesin cuci, tidak mau membantu. Itulah lelaki, terlihat egois bukan..?

Urusan setrika baju dilakukan seminggu sekali, saat hari minggu atau hari libur saja, kadang dibantuin sama Zahra, sedangkan Zayan bagian menyapu rumah. Sebisa mungkin pekerjaan rumah beres dikerjakan secara gotong royong.

Setiap hari dilakukannya dengan semangat, kadang merasa lelah, tapi berusaha menikmati mau bagaimana lagi tidak bisa mengeluh karena memang keadaan ekonomi yang pas pasan. Suaminya Andi Pradana hanya karyawan swasta biasa dengan penghasilan standart UMR kota setiap bulannya, pun juga dengan dirinya sama. Inilah ujian pernikahan mereka, keadaan ekonomi yang pas pasan makanya sebagai isteri Mia harus pandai mengatur keuangan, berhemat dalam pengeluaran.

Kedua anaknya bersekolah di SMPIT Al-Abrar, sebuah sekolah Islam swasta di kotanya yang biayanya jauh lebih tinggi daripada sekolah Negeri biasa. Itu dipilihnya bukan merasa sok kaya apalagi jaga gengsi atau pingin gaya gaya-an, bukan... tapi karena ingin memberikan pendidikan yang terbaik, seimbang antara pengetahuan dunia dan pemahaman ilmu agama yang kuat, sebagai pijakan dan pondasi bekal di masa depan anaknya, karena mau menjadi apapun profesinya kelak, akan selalu teguh dalam ketaatan di jalanNYA dan memberikan manfaat kepada semua orang, selamat di dunia dan akhirat.

Semua aktivitas lelah yang dijalaninya selama ini, bukan tidak pernah dia merasa kecewa dan sedih jika sikap suaminya yang kadang egois, tidak menghargainya apalagi sibuk sendiri dengan urusannya, mengabaikan perasaan isterinya. Salah faham, berdebat sengit berujung pertengkaran sudah menjadi hal lumrah yang terjadi dalam pernikahan, dan selalu ada kata maaf jika keduanya saling merenung dan menyadari kekurangan, kesalahannya masing-masing.

Selama tidak terjadi KDRT, perselingkuhan atau berbeda keyakinan semua masih bisa dimaafkan. Bagi Mia, masih ada toleransi karena memang manusia tidak ada yang sempurna. Suaminya bukan malaikat yang selalu benar ataupun sebaliknya bukan syaiton yang selalu berbuat salah bukan..?

"Ma..kok malah bengong, ayo siap siap sholat Maghrib" ucap Andi mengagetkan, karena sibuk dengan pikirannya sendiri Mia sampe tak tahu kalau suaminya udah keluar dari kamar mandi dan sudah rapi memakai sarung dan baju kokonya.

"Iya pa.. Kalian kalau sudah selesai makannya langsung siap siap sholat Maghrib ya, adek mandi dulu.." ucap Mia kepada anak-anaknya sambil berlalu ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan dijawab oleh kedua anaknya

"Iya ma.."

"Siap Ma.."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!