Bab 2

Sesampainya di rumah Mia langsung ke dapur membuka semua barang belanjaannya dan membereskannya, memilah mana yang akan dimasukkan ke kulkas, lemari atau yang dibiarkan saja di meja makan.

Waktu menunjukkan jam 16.00 dan suaminya belum pulang bekerja, karena walaupun ini hari sabtu nggak ada waktu setengah hari di perusahaan tempat suaminya bekerja. Mia gegas masuk ke kamar mandi berniat membersihkan badannya yang terasa lengket dan segera menunaikan kewajiban sholat Ashar, sebelum nantinya berkutat di dapur menyiapkan makan untuk suami dan anak-anaknya nya.

"Mama... Kakak pulang..." teriak Zahra si sulung yang baru pulang ke rumah, karena ikut latihan Pramuka dulu di Sekolah.

"Assalamu'alaikum kak..biasakan ucap salam dong kalau masuk ke rumah atau kemanapun, nggak teriak-teriak begitu kayak di hutan aja." Jawab Mia yang baru keluar dari kamarnya.

"He..he..iya..iya ma, harap maklum soalnya kakak lagi seneng" ucap Zahra sambil meraih tangan Mia untuk diciumnya lembut, dan dibalas oleh Mia dengan mengecup balik tangan dan pipi anaknya sebagai tanda sayang.

"Hmm..seneng kenapa kak, dapat apa emangnya?" Tanya Mia kepo

"Ish..mama nih mau tau aja, ngak dapat apa-apa sih sebenarnya..cuman kakak tuh seneng banget soalnya tadi latihan Pramuka disenyumin sama kakak kelas yang cakepnya tuh kelewat cakep ma, pokoknya idola cewek-cewek di sekolah gitu deh.."

Mia menggelengkan kepala sambil tersenyum, lalu manoel hidung anaknya dengan sayang,

"Anak mama udah besar ya ternyata.., boleh aja suka sama cowok cakep. Itu tandanya kakak normal, tapi hanya sebatas suka dan kagum aja ya kak.., nggak boleh lebay sampe difikirkan terus terusan, buang buang waktu dan energi kakak aja tau nggak..?"

"Udah sana bebersih dulu mandi, bau asem tau.. trus sholat Ashar ya kak.." jawab Mia sambil berjalan ke dapur

" Udah sholat tadi di sekolah sebelum pulang ma.." jawab Zahra mengikuti mamanya ke dapur, untuk mengambil minum air dingin di kulkas.

"Beneran ya.. udah sholat Ashar..?" Tanya Mia memastikan sambil melihat ke anak gadisnya.

"Ya beneran lah ma, masa kakak bohong. Udah ah kakak mau mandi dulu ya ma.."

Mia mengangguk sambil mengacungkan jempol ke arah anaknya.

Dan Mia langsung berkutat di dapur memasak untuk makan malam mereka sambil menunggu suami dan si adek pulang, walupun kedua anaknya sekolah di tempat yang sama tapi Zayan setiap sabtu ikut latihan basket di sekolahnya, selesai sekitar jam 17.00 dan biasanya papanya yang akan nyamperin untuk jemput dengan naik motor, sedangkan si sulung pulang duluan menggunakan angkutan umum.

Sementara Aris yang tadi lagi di supermarket buru-buru pulang, karena Vivi sang isteri memberi kabar kalau di rumah ada mertuanya, ibu dan bapaknya Aris. Vivi merasa tertekan setiap kali kedatangan kedua mertuanya karena topik yang diobrolkan selalu tak pernah jauh dari yang namanya pembahasan cucu mereka yang belum ada tanda kehadirannya setelah hampir tujuh tahun pernikahan anak menantunya, dan selalu menanyakan tentang progres program hamil menantunya itu sudah sejauh mana.

"Assalamu'alaikum.." ucap Aris yang muncul masuk ke ruang tamu, berjalan sambil membawa kresek berisi kue dan buah yang dibelinya di supermarket.

"Udah lama Bu, yah?" Sapa Aris ketika sampai di ruang tengah, melihat kedua orangtuanya yang lagi duduk santai berdua di depan TV.

"Hmm..lumayan, setengah jam-an. Dari mana kok baru pulang?" Tanya Bu Dewi

"Tadi mampir dulu ke supermarket beli ini titipan Vivi" jawab Aris sambil menunjuk kresek yang tadi diletakkannya di meja

"Bi Ijah.." teriak Aris memanggil ARTnya yang mungkin ada di dapur, dan begitu Bi Ijah muncul, Aris mengangsurkan kresek itu,

"Tolong ini kuenya dipindahkan ya Bi, bawa ke sini sama bikinkan lemon tea"

"Siap Den.." jawab Bi Ijah sambil membawanya.

"Ris..Ayah sama Ibu ke sini tuh pengen tau bagaimana program kehamilan isteri kamu, sudah sejauh mana, ada perkembangan apa?" Tanya Bu Dewi langsung to the point.

"tadi Vivi ditanya sama Ibu, malah menghindar katanya mau ke kamar istirahat karena kepalanya pening. Hah..ibu jadi bingung liat kelakuan isteri kamu kayak nggak ada sopan sopanya sama mertua, kami datang bukannya disambut atau bagaimana, ini malah dicuekin ditinggal pergi gitu aja. kamu sebenarnya bisa didik isterimu nggak?

Sebagai suami kamu seharusnya lebih te.."

Tapi Aris langsung memotong ucapan ibunya,

"Maaf Bu.., bukan Aris mau membela Vivi tapi Aris minta tolong ke Ibu sama Ayah untuk tidak selalu bahas tentang anak, dia ngerasa tertekan Bu..selama ini kami sudah berusaha semua yang kami bisa. Tapi kalau Allah belum berkehendak kami bisa apa? Aris minta maaf atas sikap Vivi tapi Aris minta pengertiannya Ibu untuk tidak selalu menuntut Vivi karena ini bukan kesalahannya, apalagi kemauannya. Kami tidak punya kendali apa-apa, ini semua kuasa Tuhan Bu.." Aris mengatakannya dengan serius tapi tidak meninggikan suaranya.

"Ya..tapi Ibu rasa ini semua mungkin terjadi karena di awal pernikahan, kalian menundanya dengan alasan belum siap sepenuhnya lah, butuh waktu lah untuk saling mengenal satu sama lain dan apalagi banyak alasannya. Padahal kalau sudah memutuskan menikah, mau nggak mau harus sudah siap menjadi orang tua.." ucap Bu Dewi meninggi, dan kemudian menghela nafas panjang untuk membuang emosi negatifnya.

Iya, dalam hati Aris menyesalkan keputusan yang diambil di awal pernikahan untuk menunda kehamilan. Dulu, karena Vivi merasa belum sepenuhnya siap waktu itu kalau langsung punya anak dan ingin menikmati waktu kebersamaannya sebagai pasangan halal, pacaran halal dulu setahun. Itu permintaan isterinya dan Aris menyetujuinya. Mungkinkah Allah marah, dan akhirnya tidak memberi kepercayaan untuknya memilki keturunan?? Astaghfirullah..jika benar, ampuni kami ya Allah...ucapnya dalam hati.

Bi Ijah, datang ke ruang tengah dengan pelan-pelan ragu karena melihat perdebatan majikannya, sambil membawa nampan berisi lemon tea hangat dan kue yang sudah ditempatkan di piring meletakkannya di meja, menganggukkan kepalanya dan segera beringsut berlalu ke dapur lagi.

Mereka semua masih diam sibuk dengan fikiran masing-masing, kemudian Pak Adi ayahnya Aris berinisiatif mengambil dan menyeruput tehnya pelan, lalu meletakkan kembali di meja,

"Menurut Ayah tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya Ris.., Ayah sama ibumu merasa semakin tua dan di usiamu sekarang 36 tahun juga sudah sangat matang menjadi orang tua. Kami ingin melihat kamu bahagia, mempunyai keturunan penerus keluarga kita. Semoga kami masih diberikan umur yang panjang untuk bisa menimang cucu. Benar, bukan salah isterimu yang mempunyai kekurangan susah untuk hamil, semua kehendak Allah. Tapi sebagai lelaki kamu diperbolehkan menikah lagi kalau memang ada alasannya yang tepat, dan menurut Ayah kamu memilki kemampuan untuk itu. Kamu berkecukupan, dan untuk suami yang harus berlaku adil kamu bisa belajar untuk mengupayakannya dengan sebaik baiknya"

Dan ternyata Vivi dari tadi menyimaknya dari balik tembok ruang tengah, karena sejak mendengar deru mobil Aris datang, Vivi beranjak turun dari kamarnya di lantai 2, berdiri mematung di sana diam-diam menguping pembicaraan suami dan mertuanya..tanpa terasa air mata Vivi meleleh begitu saja, mengalir deras tanpa bisa dicegah olehnya. Dadanya terasa sesak, hatinya sakit sekali mendengarkan ucapan ayah mertuanya yang demi mendapatkan sang penerus keluarga menyarankan anaknya untuk menikah lagi. Lalu bagaimana dengan nasib dirinya sebagai seorang isteri? Kalau suaminya menyetujuinya, itu berarti pilihannya cuman ada dua, apakah mau bertahan dan menerimanya dengan lapang dada atau mundur dan pergi dari sisi suaminya. Ya Allah... bagaimana ini, apa yang harus ia lakukan..??

Terpopuler

Comments

Stephanie Vanessa Cortez Lopez

Stephanie Vanessa Cortez Lopez

Gak bisa berhenti baca

2025-06-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!