"Aku enggak mau berteman lagi sama kamu. Kamu sekarang sudah cacat". Seorang gadis kecil berumur 5 tahun mendorong salah satu temannya yang tengah mengenakan kursi roda sehingga ia terjatuh.
"Heh . . . Kamu anak cacat pergi sana jauh-jauh. Jangan main ke sini. Dasar cacat ha ha ha ha". Timpal anak yang lainnya sembari meminta teman-teman yang lainnya untuk berkumpul mengelilingi anak itu.
Gadis malang itu menangis ketakutan melihat mereka sembari menutupi telinganya ketika mereka menyorakinya.
"Briana anak cacat. Briana anak cacat ha ha ha".
"Enggaaaaaaaaaaaaaaaak". Gadis malang yang ternyata adalah Briana berteriak histeris.
Tanpa sadar ia tersentak dari tidur nya. Ternyata itu hanya mimpi buruk dari masa lalunya. Keringatnya bercucuran di seluruh tubuhnya. Wajah ketakutannya terlihat sangat jelas. Bayang-bayang tersebut selalu terngiang di ingatannya hingga berbekas.
"Oh God.... Mimpi buruk itu lagi". Ucapnya sambil mengusap wajahnya lalu menghelakan nafas dengan relax namun matanya melihat pada kedua kakinya.
#Triiing . . .
Terdengar suara nada dering menandakan notif pesan whatsapp masuk. Briana meraba ponselnya dan melihat pada layarnya.
"Briana . . . Besok Mami balik ke Jakarta jam 3 siang. Mami minta sepulang sekolah kamu jangan kemana-kemana lagi ya. Soalnya ada yang mau Mami omongi ke Kamu. Mami sayang kamu and I miss you so much". Briana mencampakkan kembali ponselnya ke tempat tidur setelah ia membaca pesan tersebut dari ibunya.
...
Flash back . . .
“Briana Caroline MC, selamat ya kamu mendapatkan pemeran sebagai putri salju di acara wisuda taman kanak-kanak kita”. Seorang guru yang mengajarkan Briana di kelas memberitahukan pada Briana yang berusia 5 tahun bahwa ia terpilih.
“Benarkah Miss? Briana nanti jadi putri salju?”. Briana menatap guru nya dengan kepolosannya.
“Iya Briana sayang. Kamu nanti yang bakal jadi pemeran putri saljunya. Kamu pasti bakalan menjadi princess yang cantik karena kamu nanti akan memakai gaun yang cantik sama seperti princess kesukaan kamu”. Jawab guru tersebut dengan riang.
“Yeaaaaaaaay asyik . . . Briana nanti jadi putri salju yeaaaaaa”. Briana merasa kegirangan.
....
Acara wisuda itu pun tiba, tepat nya pada acara pentas drama. Briana sangat antusias menyiapkan dirinya dengan kostum putri salju. Ia begitu cantik nan menggemaskan memakai gaun tersebut. Siapa pun yang melihatnya pasti selalu memuji dirinya. Apa lagi dengan wajahnya yang begitu khas berdarah Jerman, itu semakin membuatnya cocok memerankan peran putri salju.
Briana kecil sangat bahagia dan bersungguh-sungguh di saat ia memerankan peran tersebut.
Namun musibah tak dapat bisa di tolak. Di saat Briana dan para pemain lainnya sedang menari-nari dengan riang di penghujung acara, tanpa sengaja panggung drama itu rubuh karena kesalahan dari para panita.
Semua anak-anak yang berada di atas panggung berteriak sambil menangis sekencang mungkin dan berlari keluar gedung. Tapi tidak dengan Briana. Dia terjatuh dan terbaring tak sadarkan diri akibat terhimpit papan panggung tersebut.
“Brianaaaaaaa”. Seorang wanita muda yang berwajah indo berteriak histeris memanggil Briana di saat beliau melihat sosok anaknya sudah tak berdaya.
Ia adalah Mami dari Briana yakni Mona Laura. Beliau juga sama seperti Briana peranakan indo dan beliau menikahi Bryan MC lelaki keturunan Jerman asli, yakni Daddy dari Briana.
Briana langsung di larikan ke rumah sakit terbesar di Ibu Kota. Hingga akhirnya Briana pun mengalami lumpuh pada kakinya sehingga ia harus memakai kursi roda.
“Briana enggak mau pakai kursi roda hu. . . hu . . . hu. . .”. Briana merasa marah dan sedih sembari menyingkirkan kursi roda tersebut.
“Briana sayang, kalau kamu enggak pakai kursi roda, nanti kamu enggak bisa ke sekolah sayang. Apa lagi main-main sama teman kamu”. Bu Mona membujuknya dengan lemah lembut.
“No, I won't Mom”. Teriaknya dan memalingkan pandangannya ke arah jendela kamar.
“Hey . . . Sweety. You can’t be like that, you need be in this wheelchair. You want to stay home all day without having to do anything?”. Kali ini Pak Bryan alias Daddy nya Briana membujuk dirinya.
“But I’m ashamed to be like this Dad. Then no one will want to be my friend anymore”. Briana terisak.
“No honey my sweet heart. Your friends must still want to be your friends. Don't worry sweety”. Beliau menyeka air mata yang sudah membanjiri pipi lembut Briana.
Setelah lama di bujuk oleh kedua orang tuanya, akhir nya Briana menuruti mereka untuk memakai kursi roda kemana pun dia beraktivitas.
Kini Briana sudah di bolehkan untuk kembali ke sekolahnya, dan juga itu adalah hari terakhir dia berada di taman kanak-kanak.
Dengan semangat Briana memasuki ruang kelasnya memakai kursi rodanya. Semua mata tertuju padanya.
“Hai . . . Lusi. Kamu sudah datang ternyata . . .”. Briana menegur teman sebangkunya dengan senyum ceria.
Bukannya menjawab pertanyaan Briana namun dia pergi mengabaikan Briana.
“Lusi . . . Kamu mau kemana?”. Briana menarik tangan Lusi menahannya pergi.
“Kamu enggak usah berteman lagi sama aku, karena kamu sekarang sudah cacat. Aku sudah enggak mau lagi berteman sama kamu. Aku malu punya teman yang cacat seperti kamu". Lusi menepis tangan Briana dan pergi meninggalkannya di dalam kelas sendirian.
Briana menangis tersedu karena apa yang dia takutkan terjadi juga.
“Briana, kamu kenapa menangis sayang?”. Bu Mona yang baru masuk ke dalam kelas langsung menghampiri anaknya yang sedang menangis dan menyeka air mata di pipinya. Briana menepis tangan Maminya. Sontak membuat ia terkejut.
“Kamu kenapa sayang?”.
“Briana kan sudah bilang, Briana sudah enggak mau masuk ke sekolah lagi, karena sudah enggak ada lagi yang mau berteman dengan Briana. Briana juga enggak mau pakai kursi roda seperti ini. Briana mau bisa jalan lagi, Briana mau seperti dulu hu hu hu”. Briana menangis sambil bernada tinggi.
“Iya sayang, setelah ini Mami dan Daddy akan membawa kamu ke rumah sakit terbaik di Jerman, biar kamu bisa secepatnya sembuh dan bisa jalan lagi seperti dulu, terus kamu juga punya banyak teman lagi. Kamu jangan sedih ya sayang, Mami dan Dady janji akan melakukan apapun untuk kamu supaya kamu bisa berjalan lagi seperti dulu”. Air mata Bu Mona pun berlinang melihat kondisi anaknya yang masih kecil namun harus mengalami kejadian pahit seperti itu.
...
Flash On...
“Hai . . .”. Ryo menyapa Briana setelah mereka sama-sama memarkirkan mobilnya. Briana meliriknya dan bersikap acuh padanya.
“Kamu sudah sarapan belum? Kalau kita sarapan bareng di kantin sebelum bel bunyi, kamu mau enggak?”. Ryo tersenyum lebar sembari mengikuti Briana berjalan.
Briana menghentikan langkah kakinya dan berbalik badan menghadap ke arah Ryo dengan tampang kesal.
“Gue sudah bilang sama loe, kalau gue enggak mau jadi peran yang loe pinta. Jadi, loe enggak usah sok baik sama gue, ngerti? Dan lagi... Loe jangan ngikuti gue karena gue enggak suka”. Tegasnya dengan sinis dan pergi. Briana berhasil membuat Ryo kikuk menggaruk kepala.
Tiba-tiba teman Ryo yang bernama Dimas mengagetkannya, ia menepuk punggung Ryo.
“Bro . . . Bro . . . Ha ha ha. Cewek sombong kayak gitu loe kejar-kejar. Kayak enggak ada cewek lain saja ha ha ha. Gue akui memang sih dia cantik, bahkan dia yang paling cantik di sekolahan ini. Tapi kalau wujudnya sombong gitu mah siapa yang mau. Ditambah lagi circle pertemanannya orang-orangnya anehnya minta ampun hmm …”. Ujarnya sembari melihat sosok Briana yang sudah di gedung lantai 2.
“Bising banget sih loe. Itu hak gue mau ngejar siapa saja. Enggak ada urusannya sama loe. Loe urus saja urusan loe sendiri”. Ryo menepis rangkulan tangan Dimas.
“Hemm ya ya ya oke. Tapi sih setelah gue pikir-pikir lagi, sebenarnya kalian itu cocok deh soalnya kalian itu kan sama-sama aneh ha ha ha". Celetuknya hingga ngakak.
“Si***n loe . . .”. Ryo memiting leher kawannya itu. Dimas pun merintih kesakitan.
...
Di dalam kelas. Raysha dan Anya sibuk dengan ponsel mereka masing - masing. Tapi tidak dengan Briana, ia lebih memilih membaca buku ketimbang bermain dengan ponselnya.
“Bri . . . nanti pulang sekolah temani gue donk ke Caffe Anak Muda, soalnya gue mau kopi darat nih sama kenalan gue di facebook hi hi hi”. Anya menbuka suara sembari tersenyum melihat layar ponselnya.
“Gue enggak bisa. Minta temenin saja sama si Ray”. Mata Briana masih fokus pada bukunya.
“Gue juga enggak bisa, soalnya gue banyak kerjaan di bengkel. Loe berdua kan tahu kalau gue lagi di hukum sama Bokap gue gara-gara gue ngelariin motor bokap gue he he he”. Sedangkan Ray sibuk dengan gamenya
“Tuhkan Bri. Si Ray enggak bisa, jadi please lah Bri temani gue sebentar saja”. Anya mengambil buku Briana lalu membujuknya dengan gaya imutnya.
“Ck...! Ya Sudah, tapi gue enggak bisa lama-lama soalnya Mami gue hari ini pulang, gue mesti di rumah sebelum jam tiga”. Briana pun terpaksa menuruti permintaan Anya.
“Yeay . . . Makasih Briana ku sayang. Iya tenang saja loe enggak bakalan lama kok, paling enggak nya loe nemenin gue pas ketemu di awal saja, biar gue enggak kikuk banget he he he. Setelah itu kalau loe mau pulang enggak apa-apa deh”. Anya berkata dengan semangat.
“Hemm, sini balikin buku gue”. Briana merampas bukunya kembali dari tangan Anya.
“Tumben Mami loe pulang lebih cepat? Biasanya diakhir tahun”. Raysha langsung menghentikan game nya lalu melirik Briana penuh curiga.
“Ya itu karena Mami gue memang lagi rindu saja sama gue makanya cepat pulang”. Briana menjawab santai namun sebenarnya ia bingung harus menjawab apa.
“Hmmpt . . . loe enggak lagi ada masalah kan Bri?”. Raysha memegang pundak Briana.
Briana menepis tangan Raysa.
"Apaan sih loe? Gue enggak ada masalah apa pun".
"Entah nih. Lagian sejak kapan Briana punya masalah ha?". Anya menimpanya.
Raysha masih penasaran pada Briana, terlebih lagi ia sangat penasaran tentang kehidupan Briana. Meski mereka sudah berteman selama setahun akan tetapi kedua teman Briana itu tak pernah mengetahui kehidupan Briana yang sebenarnya seperti apa. Bahkan mereka berdua tidak mengetahui dimana alamat rumah Briana. Yang mereka tahu hanyalah berteman dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments