PBS 04

DIBACA YA!

"Tidak ada. Aku hanya ingin pindah sekolah, Dad. Bila perlu ke luar negeri!" jawab Bintang, dia masih berusaha menghentikan tangis.

"Bintang, kau ini bicara apa? Apa disekolah ada masalah? Ayo cerita dengan, Daddy!" Johan memeluk putrinya sejenak lalu membantu menghapus air matanya.

Bintang tidak menjawab, dia hanya menggelengkan kepala. Bintang ingin jujur, tetapi dia malu. Dari awal, Daddy dan Mommy tidak setuju jika dia dekat dengan Farel. Katanya, Farel tidak baik untuknya dan sekarang terbukti.

"Baiklah jika tidak mau terbuka dengan, Daddy. Mungkin Daddy bukan teman yang baik untukmu,"

"Dad," seru Bintang, dia buru-buru menggapai lengan Daddy yang akan pergi. Johan pun menatap putrinya.

Bintang pun beranjak dan dia menundukan wajah. "Maaf, Dad. Selama ini Bintang tidak menurut apa kata Daddy. Mommy dan Daddy benar, Farel bukan yang terbaik untukku. Seharusnya aku tidak pa.caran."

Johan membuang nafas. "Jadi yang membuat putri Daddy sedih adalah Farel?"

Bintang menggeleng. "Bukan, Dad. Aku hanya menyesal telah mengabaikan perkataan orang tuaku."

Johan tersenyum kemudian mengusap pelan pipi Bintang. "Tidak perlu di pikirkan. Lihatlah! Daddy bawa apa?" Johan mengangkat tinggi paperbag yang sejak tadi dia bawa.

"Apa itu, Dad?" tanya Bintang dengan wajah berbinar. Dia sejak kecil memang suka kejutan.

"Ada oleh-oleh dari temannya Daddy. Beliau memiliki restoran dan beliau menitipkan ini untuk mu." jawab Johan.

"Wah! Terima kasih banyak." Bintang menerima paperbag tersebut dengan hati gembira ketika Daddy memberikan padanya.

Johan tersenyum lebar melihat Bintang seantusias itu. "Jangan bersedih lagi. Daddy ingin tidur dan istirahat. Selamat malam."

"Malam, Dad. Jangan lupa mimpi indah ya," balas Bintang. Johan tersenyum, setelahnya Johan keluar dari kamar putrinya, dia berjalan menuju kamarnya.

...----------------...

Hari berganti.

"Zoooo...! Ayo bangun ini sudah siang!" teriak Sera sambil mengetuk pintu kamar putranya. "Zo, ayo bangun!"

"Masih pagi sudah berteriak-teriak. Nanti bisa cepat tua loh, Ma." seru Zo Paksa, setelah dia membuka pintu kamar sambil menguap lebar.

Sera menutup hidung. "Mandi sana. Lagipula sekarang sudah pukul tujuh kurang lima menit, Zo. Mama yakin sekali kau pasti terlambat."

"Apa! Pukul tujuh kurang lima menit? Aku mandi sekarang, Ma." Zo bergegas ke kamar mandi. Dia tidak jadi mandi hanya membasuh wajah, tangan dan kaki, lalu rambutnya sedikit di olesi air. Beres..!

...----------------...

Dengan kecepatan penuh, akhirnya Zo Paksa sudah sampai di depan gerbang sekolah. Dia mendesah berat melihat gerbang sudah di tutup oleh pak satpam. Terpaksa Zo harus menitipkan motor merahnya di bengkel yang tidak jauh dari area sekolah.

Setelah itu, Zo menuju belakang sekolah dan memanjat pagar. Semoga dia beruntung tidak ada guru atau penjaga sekolah yang sedang patroli.

Setelah memastikan keadaan aman, Zo meloncat dengan hati-hati. Setelah berhasil mendarat dengan baik, Zo berjalan mengendap melewati gudang sekolah. Karena sebelum masuk ke dalam kelasnya dia harus lebih dulu melewati gudang, toilet, dan perpustakaan.

Setelah melewati gudang, Zo merasa lega, akhirnya tinggal dua ruangan lagi dia akan sampai di kelasnya.

"Eh! ada Pak Sugeng," Zo panik, dia segera bersembunyi di lekukan pagar, dia menahan napas.

1

2

3

Beberapa menit berlalu akhirnya Zo bisa bernafas lega karena pak Sugeng sudah pergi dan tidak melihatnya terlambat masuk. Zo kembali melanjutkan berjalan hingga kini dia telah sampai di dekat toilet.

Dengan berjalan santai namun tetap waspada. Zo berusaha untuk tidak ketahuan oleh guru jika dia terlambat masuk. Tetapi saat dirinya akan melangkah lagi leher bagian belakangnya terasa dingin seperti ada yang meniupnya dari belakang.

Zo melambatkan jalan dia meraba leher bagian belakangnya dengan hati yang mulai berdebar, otaknya reflek tertuju pada hal mistis.

"Hantu kah?" batinnya.

"Ck, mana ada hantu di siang bolong seperti ini. Halusinasi," lanjut Zo di dalam hati.

Zo kembali melanjutkan langkah. Dia kembali berhenti ketika tiupan di leher bagian belakang terasa sangatlah nyata.

"Betulan ada hantu?" Zo membatin lagi. Karena penasaran Zo pelan-pelan memutar badan. Dan dia meringis saat ada pak Sugeng yang berdiri dengan tubuh tegap, kedua tangan terlipat di dada.

"Hehe, eh pak Sugeng. Maaf pak saya terlambat," katanya dengan wajah tanpa dosa..

Pak Sugeng menatap Zo dengan malas. Dia tahu Zo adalah murid yang paling, paling, paling. "Lari di lapangan sepuluh kali. Setelah itu hormat pada tiang bendera hingga bel istirahat berbunyi." tegas pak Sugeng mengucapkannya.

Zo cemberut. "Pak, tolong kasihanilah saya. Jangan hukum saya, please," rengeknya. Wajah Zo yang tampan dan merengek seperti itu terlihat lucu.

"Protes jadi 100 kali. Laksanakan!" tegas dan tidak mau di bantah. Wajah pak Sugeng juga terlihat datar dan serius.

Bahu Zo melemah. "Baiklah," katanya, Zo menurut.

...----------------...

Malam hari pukul 19:00.

Buku cetak, buku tulis, pensil, bolpoint dan sekotak-kotaknya berserakan di atas tempat tidur. Bintang, dia tengah mengerjakan tugas matematika dari guru di sekolah. Tugasnya tidak terlalu sulit tetapi seperti inilah Bintang saat belajar.

Tok tok!

"Bintang! Makan malam sudah siap. Ayo turun ke bawah!" suara Mommy terdengar dari luar kamar.

"Iya, Mom!" Bintang berseru dan bergegas membereskan alat tulisnya. Kebetulan Bintang telah selesai mengerjakan tugasnya.

Baru saja selesai berkemas. Ponsel Bintang berdenting. Bintang meraih ponselnya tersebut lalu berdecak malas karena yang mengiriminya pesan adalah Farel.

"Mantan ya mantan saja!" Bintang meletakkan ponsel kembali pada tempatnya. Bintang memilih masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci tangan dan wajah. Setelahnya Bintang keluar kamar dan bergabung dengan Mommy, Daddy, dan Adiknya di meja makan.

Beberapa menit berlalu mereka berempat sudah selesai makan malam. Bintang akan beranjak namun panggilan dari Daddy membuatnya urung.

"Daddy ingin berbicara sesuatu, duduklah sebentar, Bin," Johan menatap istrinya sejenak lalu menatap pada kedua putrinya yang sangatlah dia sayangi.

"Ada apa, Dad? Terlihat serius sekali. Apa Bintang melakukan kesalahan?" Bintang belum pernah melihat ekspresi Daddy dan Mommy seserius ini. Wajarlah jika dia bertanya.

Johan tersenyum. "Tidak. Bagaimana hubungan mu dengan Farel?"

Bintang sedikit terkejut. Pertama kalinya daddy bertanya tentang hubungannya dengan Farel. Jika Bintang dan Farel masih baik-baik saja. Bintang pasti akan sangatlah senang dengan pertanyaan daddy saat ini. Namun kenyataannya Bintang dan Farel kini sudah berakhir.

"Putus lah, Dad,"

Talita dan Johan bertatapan mereka berdua tersenyum dan mereka kembali menatap Bintang. "Baguslah jika kau dan Farel sudah tidak memiliki hubungan. Mommy dan Daddy sepakat untuk menjodohkanmu dengan putra teman Daddy,"

Prank!

Gubrak!

"BINTAAANG...!"

Terpopuler

Comments

DeanPanca

DeanPanca

bintang kenapa tu. jngn" jdi meteor jatuh

2025-06-05

0

Abu Yub

Abu Yub

lanjut dek/Rose//Pray/

2025-06-06

1

Ras

Ras

jiah
akhir bab dibikin penasaran. ayo up thor

2025-06-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!