DD 04 Manusia?

Dzaka menghentikan motornya di depan pagar hitam yang menjulang tinggi. Nggak lama, seorang petugas keluar dari pintu yang terletak di samping pagar. Setelah memastikan keberadaan Dzaka, petugas itu menyampaikan laporan ke tuannya lewat alat komunikasi.

Pagar itu perlahan terbuka dan Dzaka menghidukan motornya kembali untuk memasuki pelataran bangunan bak istana itu. Setelah memarkirkan motornya, Dzaka melangkah masuk disambut seorang petugas yang mengantarkannya ke ruang yang dituju.

“Wah, udah lama gak ketemu ya? Ada apa gerangan sepupu tercintaku sampai di rumah ini?” Sadar dengan ucapannya sendiri, sosok itu melanjutkan pertanyaannya, "Ada masalah apa?" tanya cowok itu dengan nada khawatir.

Dzaka mengalihkan pandangan ke arah lain dengan malas. Entah kenapa Dzaka nggak suka ditatap khawatir kayak gitu. Apalagi asalnya dari manusia satu ini. Dzaka memilih melanjutkan langkahnya tanpa membalas ucapan sosok itu.

Sampai di depan pintu ruang yang dituju, petugas itu masuk duluan dan keluar lagi memanggil Dzaka. “Tuan Muda! sudah ditunggu oleh Tuan di dalam,” ujarnya sambil membuka pintu buat Dzaka.

Dzaka mengangguk pelan dan melangkah masuk ke dalam ruang besar itu. Baru masuk aja Dzaka udah ngerasain aura mencekam dari ruangan ini. Bukan karena suasana horor atau sebagainya, tapi aura kewibawaan sosok yang sekarang berdiri membelakanginya.

“Kamu tahu alasan saya memanggil kamu ke sini?” tanya sosok itu sambil membalikkan badannya menghadap Dzaka.

Dzaka hanya mengangguk pelan dengan pandangan tertunduk. Dia nggak berani menatap sosok itu mengingat apa yang dia lakukan semalam. Harusnya Dzaka nggak bersikap gegabah seperti itu—melanggar batasannya.

“Lantas apa alasan kamu sampai tidak ikut serta dalam olimpiade matematika kemarin?” Pertanyaan itu sukses bikin Dzaka mengangkat kepalanya menatap sosok itu heran. Hah? Olimpiade matematika? Seingat Dzaka nggak ada olimpiade matematika akhir-akhir ini.

“Tidak ada olimpiade matematika beberapa waktu belakang,” jawabnya sedikit terbata, karena gugup.

Jawaban Dzaka bikin rahang sosok itu mengeras. “Bagaimana mungkin kamu tidak tahu?! Apakah kamu tidak mengikuti pelatihan olimpiade matematika lagi?!”

“Dua minggu belakangan memang tidak ada pelatihan olimpiade matematika.”

Dzaka juga sempat mikir soal ini, sih. Tumben nggak ada pelatihan olimpiade akhir-akhir ini. Biasanya Dzaka bakal disibukkan sama pelatihan olimpiade pulang sekolah.

“Lantas apa kamu tidak menaruh curiga? Kenapa kamu terima begitu saja, hah?!”

Nyali Dzaka menciut mendengar nada suara sosok itu meninggi. Ya, seharusnya Dzaka menaruh curiga sama keadaan yang nggak biasa ini. Tapi, Dzaka memilih abai dan malah ngerasa sedikit lega, karena bebannya berkurang.

Sosok itu keliatan menghubungi seseorang. Bahkan, ngeliat raut wajahnya aja Dzaka tau, ‘orang itu’ benar-benar marah sekarang. Nada suaranya pas ngomong emang datar, tapi penuh penekanan.

“Kamu boleh pergi! Saya yang akan mengurus semua ini. Kamu tinggal menjalankan apa yang sudah saya atur untuk kamu dengan baik. Mengerti?!”

Dzaka mengangguk patah-patah. Setelahnya dia berbalik menuju pintu dan diantar kembali keluar rumah untuk mengambil motornya. Dzaka bergerak meninggalkan pelataran rumah yang luas itu menuju rumahnya.

...----------------...

“Gak usah, Bi. Saya nunggu Dzaka di sini aja. Paling bentar lagi juga pu—”

Suara deru motor Dzaka menghentikan ucapan sosok itu dan menghadirkan senyuman di wajahnya. “Nah bener, kan, Bi? Ikatan batin saya sama Dzaka itu udah erat banget. Haha.” Raffa tertawa renyah.

Dzaka langsung ber-tos dengan Raffa dan berjalan bersisian meninggalkan Bi Edah yang tersenyum melihat kepergian mereka.

Mereka langsung menuju kamar Dzaka di lantai dua. Karpet beludru itu sekarang udah jadi wilayah kekuasaan Raffa. Cowok itu dengan santainya rebahan, nunggu Dzaka ganti pakaian.

“Ka, dari mana?” tanya Raffa setelah Dzaka keluar dari kamar mandi.

“Istana sultan,” balas Dzaka cuek sambil menghubungkan charger ke ponselnya.

Raffa mengangguk singkat. “Kenapa lagi?” lanjutnya penasaran.

“Olimpiade matematika, Fa,” balas Dzaka. Dia ngambil beberapa cemilan dan teh kotak dari kulkas kecil di sudut kamar.

“Lah, kapan? Bukannya kalau mau olimpiade itu lo sibuk seleksi, ya? Tapi, kan, dua minggu ini lo libur latihan.” Raffa menyobek kemasan keripik di depannya dan langsung memakannya tanpa disuruh.

“Udah selesai. Gue yang gak dapat info,” balas Dzaka seadanya bikin Raffa terkekeh pelan.

“Itu guru sok-sokan emang. Gak tau aja kalau berurusan sama cucu sultan satu ini sama aja cari mati. Ck ... ck ... ck.” Raffa berdecak nggak abis pikir sama tindakan gegabah dan sia-sia yang dilakukan guru itu.

Dzaka cuma mengedikkan bahu nggak peduli. Toh, nanti juga semuanya diurus ‘orang itu’ dengan kekuasaannya.

“Main PS di bawah, yuk! Mumpung gue ada waktu,” ajak Dzaka langsung bangkit duluan, meninggalkan Raffa yang masih sibuk ngabisin keripik kentangnya.

...----------------...

“Ka!” Raffa mencoba memulai percakapan yang serius. 

Dzaka berdehem sebagai jawaban. Raffa terdiam sejenak menimbang-nimbang kata-kata yang harus dia pakai supaya nggak bikin Dzaka tersinggung.

“Sampai kapan lo mau kayak gini? Bersikap seolah lo baik-baik aja?” Diam-diam Raffa menghela napas lega. Barusan jantungnya berdetak kencang, kayak lari marathon. Soalnya dia khawatir salah ngomong.

“Gue beneran baik-baik aja, Fa,” balas Dzaka. Tapi, Raffa nggak merasakan emosi apapun dari omongan Dzaka barusan.

“Apa jarak kita masih sejauh itu, Ka? Sampai lo nggak mau ngasih gue dan Tanvir ruang buat tau sisi lemah lo?” tanya Raffa dengan nada getir.

Dzaka terdiam, bahkan membiarkan Raffa menang gitu aja. Matanya menatap kosong layar televisi. Pertanyaan apa lagi ini? Kenapa sih Raffa suka banget ngasih pertanyaan yang nggak bisa dia jawab? Pertanyaan kemarin aja masih belum bisa dia jawab.

“Ka … kenapa lo nolak uluran tangan gue dan Tanvir? Kita cuma pengen lo sebentar aja lepas dari kehidupan lo yang kaku ini,” lanjut Raffa. 

“Kalian gak perlu ngelakuin itu. Ini kehidupan yang harus gue jalani,” balas Dzaka datar. Seharusnya emang gini. Kalau dia sampai melenceng dari jalur, apa Dzaka masih bisa hidup?

“Ka … lo ….” Raffa kehabisan kata-kata buat ngejelasin maksudnya. Tatapan sendunya memperhatikan Dzaka yang masih menatap kosong layar televisi.

“Ka … plis liat gue,” bujuk Raffa. Tapi, Dzaka nggak bergeming. Karena, sebenarnya Dzaka lagi menahan diri. Sesak di dadanya udah sampai di tenggorokan.

Dia tersentak kaget, karena tiba-tiba badannya dibalik dan ditahan sama Raffa. Matanya membelalak dengan jantung yang berdetak kencang.

“Ka. Topeng itu cuma dipakai kalau lagi butuh. Bukan dijadiin kebutuhan. Kalau lo ketergantungan bisa bahaya,” lirih Raffa menatap tepat bola mata Dzaka. 

Tatapan itu menyalurkan perasaan aneh ke hati Dzaka. Kenapa tatapan Raffa se sendu itu? Dzaka cuma terdiam dengan pemikiran dan perasaan anehnya.

“Manusia harus hidup selayaknya manusia, Ka. Menunjukkan sisi diri lo apa adanya. Bukan topeng untuk menyenangkan semua orang. Lemah, sedih, terluka, dan nangis. Itu lumrah banget. Bersandar sama orang lain itu juga wajar. Gak ada yang aneh, Ka.”

Dzaka termenung. Manusia harus hidup selayaknya manusia. Kehidupan kayak gimana? Dzaka nggak tau apa-apa soal kehidupan manusia. Sejauh yang bisa dia ingat, Dzaka udah punya jalur yang harus dia tempuh. Udah disediakan topeng-topeng yang perlu dia pakai untuk berbagai kondisi. 

“Fa ….” panggilnya lirih.

“Ya, Ka?” Raffa langsung menegakkan badan menunggu respon Dzaka. Dalam hati dia berharap banget Dzaka mencerna omongannya dengan baik. Dia dan Tanvir udah berusaha. Tapi, sejauh ini mereka masih belum bisa narik Dzaka.

“Kehidupan manusia itu kayak gimana?” tanya Dzaka sambil natap mata Raffa yang membelalak mendengar pertanyaannya

Episodes
1 DD 01 Hanya Objek
2 DD 02 Manusia Penuh Tipu
3 DD 03 Bertemu Kembali
4 DD 04 Manusia?
5 DD 05 Putra Mahkota Boneka
6 DD 06 Jangan Terlalu Kecewa
7 DD 07 Lelah
8 DD 08 Geng River
9 DD 09 Mami?
10 DD 10 Sosok untuk Dilindungi
11 DD 11 Kebenaran
12 DD 12 Rekaman dan Bukti
13 DD 13 Dimitri
14 DD 14 Raffa Sakit
15 DD 15 Manusia Kuat?
16 DD 16 Operasi Penyergapan Pertama
17 DD 17 Sosok Rapuh
18 DD 18 Ingin Menyerah?
19 DD 19 Sahabat
20 DD 20 Rencana Mencari Liontin Buna
21 DD 21 Menjalankan Rencana
22 DD 22 Kabur?
23 DD 23 Dzaka ... Dzaka ...
24 DD 24 Fa... Dzaka....
25 DD 25 Lo ... Dzaka kayak gini karena Lo!
26 DD 26 Batuk Berdarah
27 DD 27 Kritis
28 DD 28 Paman Adi vs Tuan Emir
29 DD 29 Dimitri dan Dzaka
30 DD 30 Adik Kecil
31 DD 31 Bang ... Dimi ....
32 DD 32 Kebebasan yang Direnggut
33 DD 33 Bi Edah
34 DD 34 Luka di Masa Lalu
35 DD 35 Kekecewaan
36 DD 36 Dia Kembali
37 DD 37 Dzaka Sadar
38 DD 38 Lo abang gue?
39 DD 39 Buat apa gue hidup?
40 DD 40 Hari itu ....
41 DD 41 Duo D dan Trauma
42 DD 42 Fakta Baru
43 DD 43 Mungkin gak?
44 DD 44 Geng TDR
45 DD 45 Wanita Misterius
46 DD 46 Berubah
47 DD 47 Orang Itu Datang
48 DD 48 Ada yang Aneh
49 DD 49 Sosok Wanita Saat Itu ...
50 DD 50 Bertemu Seseorang
51 DD 51 Pindah Sekolah?
52 DD 52 Penyelamatan
53 DD 53 Keadaan Tak Kunjung Membaik
54 DD 54 Mengintai
55 DD 55 Hidup Itu ...
56 DD 56 Mencari Petunjuk Lain
Episodes

Updated 56 Episodes

1
DD 01 Hanya Objek
2
DD 02 Manusia Penuh Tipu
3
DD 03 Bertemu Kembali
4
DD 04 Manusia?
5
DD 05 Putra Mahkota Boneka
6
DD 06 Jangan Terlalu Kecewa
7
DD 07 Lelah
8
DD 08 Geng River
9
DD 09 Mami?
10
DD 10 Sosok untuk Dilindungi
11
DD 11 Kebenaran
12
DD 12 Rekaman dan Bukti
13
DD 13 Dimitri
14
DD 14 Raffa Sakit
15
DD 15 Manusia Kuat?
16
DD 16 Operasi Penyergapan Pertama
17
DD 17 Sosok Rapuh
18
DD 18 Ingin Menyerah?
19
DD 19 Sahabat
20
DD 20 Rencana Mencari Liontin Buna
21
DD 21 Menjalankan Rencana
22
DD 22 Kabur?
23
DD 23 Dzaka ... Dzaka ...
24
DD 24 Fa... Dzaka....
25
DD 25 Lo ... Dzaka kayak gini karena Lo!
26
DD 26 Batuk Berdarah
27
DD 27 Kritis
28
DD 28 Paman Adi vs Tuan Emir
29
DD 29 Dimitri dan Dzaka
30
DD 30 Adik Kecil
31
DD 31 Bang ... Dimi ....
32
DD 32 Kebebasan yang Direnggut
33
DD 33 Bi Edah
34
DD 34 Luka di Masa Lalu
35
DD 35 Kekecewaan
36
DD 36 Dia Kembali
37
DD 37 Dzaka Sadar
38
DD 38 Lo abang gue?
39
DD 39 Buat apa gue hidup?
40
DD 40 Hari itu ....
41
DD 41 Duo D dan Trauma
42
DD 42 Fakta Baru
43
DD 43 Mungkin gak?
44
DD 44 Geng TDR
45
DD 45 Wanita Misterius
46
DD 46 Berubah
47
DD 47 Orang Itu Datang
48
DD 48 Ada yang Aneh
49
DD 49 Sosok Wanita Saat Itu ...
50
DD 50 Bertemu Seseorang
51
DD 51 Pindah Sekolah?
52
DD 52 Penyelamatan
53
DD 53 Keadaan Tak Kunjung Membaik
54
DD 54 Mengintai
55
DD 55 Hidup Itu ...
56
DD 56 Mencari Petunjuk Lain

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!