BAB 2

Alena keluar dari kamar, dengan ramah ia menyapa semua tamu.

"Salim, dong." bisik Ibu Alena.

Alena yang sudah mau duduk kembali berdiri dan menyalami tamu, namun saat akan mencium tangan anak dari teman Ibunya, pria itu malah menariknya dan hanya tersenyum singkat.

Alena tersenyum namun terlihat jelas ia sedang memicingkan mata. Setelah itu ia duduk di samping Ibunya.

"Nah, ini anakku, Mir."

"Owalah, ini Alena ya? Sudah dewasa ya sekarang." tutur Mirna yang merupakan teman dekat Ibu Alena.

Alena hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Cantik ya, lebih cantik dari kamu sewaktu kamu muda, Nis."

"Bisa aja sih kamu. Anak kamu juga lebih tampan dari Ayahnya."

"Ya kalau sama, kembar dong namanya."

Mereka bertiga tertawa bersama.

"Oh iya sampai lupa. Alena, ini anak tante, Mahendra. "

Pria tersebut hanya tersenyum pada Alena.

"Duh, kenalan dong. Udah tua masa harus di ajarin kayak bocah." ujar Mirna sambil menoel lutut anaknya.

"Ayo kenalan." ujar Ibu Alena sambil menarik tangan Alena agar bersalaman dengan Mahendra.

"Mama, kan udah tadi." bisik Alena.

"Lagi, biar afdol."

"Ck!" Alena berdecak.

"Dia itu nggak mau sentuhan sama aku. Liat aja tadi."

"Iya juga ya."

Ibu Alena pun melepas tangan Alena.

"Kamu ini gimana sih, Ahen? Nggak peka." bisik Mirna.

Untuk mencairkan suasana, Ibu Alena memulai obrolan, membahas masa lalu mereka bahkan percintaannya dengan suaminya masing-masing.

"Ini serius aku di diemin? Jadi manekin?" gumam Alena.

Sesekali ia melihat ke arah Mahendra yang ternyata ia juga curi-curi pandang.

"Geli liat kumisnya, nggak sekalian di jadiin perosotan." batinnya.

Setelah hampir 30 menit mengobrol tanpa jeda, Ibu Alena mengajak mereka untuk makan bersama.

"Ayo, Mir. Aku sudah masak banyak. Ada jengkol juga kesukaanmu, pedes pol!"

"Banyak duit nih beli jengkol, lagi mahal loh."

"Anda meragukan kekayaan saya."

Mereka berdua tertawa bersama.

Alena bernapas lega, biasanya tamu setelah makan pasti akan pulang.

"Kalau Alena masih suka yang pedes?" tanya Mirna.

"Iya, Tan. Mama setiap hari masak minimal satu genggam cabe rawit untuk satu menu."

"Wah masih begitu ternyata Mama kamu ya. Dari muda loh, kebal banget lambungnya. Hahaha."

Mereka semua mulai menyantap makanan sambil mengobrol lagi.

"Oh iya, Alena kenapa tidak lanjut S3?" tanya Ayah Mahendra.

"Untuk itu aku harus ke luar kota, Om. Mama nggak mau aku ajak dan aku nggak mau jauh sama Mama." jawab Alena.

"Oh, begitu."

Alena mengangguk.

"Emang di kota mana?" tanya Mirna.

"Ada beberapa kota yang sesuai sama Alena, tapi itu di luar Jawa."

****************

Mereka kembali duduk di ruang tamu setelah selesai makan. Alena menghela napas karena sudah mulai merasa tidak tenang dan ingin pergi ke kamarnya.

"Ma, masih lama?"

"Hus! Dia teman Mama loh."

"Ya Mama ajak keliling atau gimana gitu, Alena mau ke kamar soalnya."

"Mama capek tau. Atau kamu ajak saja Mahendra ngobrol di tempat lain, biar nggak bosen."

Alena membuang napas kasar.

"Ogah." sahut Alena, ia pun memilih duduk kembali di ruang tamu.

"Oke, jadi kita ke intinya aja yuk." tutur Mirna.

Alena yang tadinya akan menyalakan HP-nya langsung terdiam.

"Nak, Mama dan Tante Mirna sebenarnya pengen jodohin kalian."

Napas Alena seolah terhenti, ia menatap wajah Ibunya. Alena beralih menatap ke arah Mahendra.

"Dengan dia?!" tanya Alena sambil menunjuk Mahendra menggunakan jari telunjuknya.

Ibu Alena langsung menurunkan tangan Alena.

"Iya, kamu sama Mahendra."

Alena kembali menatap wajah Ibunya. Wajah Alena memerah karena amarahnya.

"Mama tega ngelakuin ini?!" Alena bangkit berdiri, seluruh tubuhnya terasa panas.

Mirna dan suaminya terkejut melihat reaksi Alena, namun tidak dengan Mahendra yang hanya memasang wajah datar.

"Nak, dengerin Mama dulu. Duduk dulu." pinta Ibu Alena sambil menarik Alena untuk kembali duduk.

"Nggak! Aku tolak dia!" ucapnya dengan penuh emosi.

"Om, Tante. Maaf ya, aku tidak siap menikah dan aku menolak perjodohan ini. Lagian bisa-bisanya kalian memaksa 2 orang asing untuk bersatu tanpa adanya cinta."

"Alena!"

"Ma, aku ini masih gadis. Sedangkan dia?!"

Ibu Alena ikut berdiri, keluarga Mahendra pun demikian.

"Mama nggak pernah ngajarin kamu bersikap kayak gini."

"Mama yang bikin sikapku begini."

Dengan emosi yang membara, Alena pergi meninggalkan mereka dan masuk ke kamarnya.

"Mir, maafin Alena. Dia biasanya nggak begini."

Mirna menghela napas. Ia mendekat dan memegang tangan Ibu Alena.

"Aku yang minta maaf, Nis. Nggak seharusnya aku punya ide untuk jodohin mereka. Padahal status anakku itu duda. Aku minta maaf, ya. Alena nggak salah, dia pasti juga pengen punya suami yang perjaka."

Ibu Alena menitikkan air mata.

"Kamu nggak salah, Mir. Aku malah senang dengan idemu ini."

Ibu Alena kembali duduk di ikuti Mirna.

"Aku sudah semakin tua, Mir. Aku nggak akan hidup selamanya. Hiks." Ibu Alena menangis.

"Aku yang salah sedari kecil sudah menanamkan mindset itu pada anakku."

"Enggak, kamu nggak salah."

Mirna dan Ibu Alena berpelukan dan menangis bersama. Ayah Mahendra menepuk bahu anaknya itu dan tersenyum.

"Are you okay?"

Mahendra tersenyum.

****************

Malam harinya.

Alena belum juga keluar kamar padahal sudah pukul 9 malam. Biasanya Alena akan membuatkan susu atau minuman herbal untuk Ibunya.

"Yang ku lakukan ini salah, ya?" gumamnya.

'Tok tok tok' Ibu Alena mengetuk pintu kamar Alena.

"Nak, udah tidur?"

Tidak ada sahutan.

Ibu Alena membuka pintu perlahan dan mendapati Alena sedang berada di balkon kamarnya. Dilihatnya banyak tisu berserakan di lantai. Ia melangkah mendekatinya sambil membawa rasa bersalah.

"Len." panggil Ibunya lagi.

Alena hanya sedikit menoleh dan kembali memandang ke arah depan.

"Mama mau ngomong."

"Ngomong aja, Ma." balas Alena dengan suara yang serak.

"Maaf ya. Mama udah maksa kamu terus selama ini." ucap Ibu Alena, ia ikut duduk di depan Alena namun Alena langsung memutar badan membelakangi Ibunya.

"Mama bangga banget sama kamu. Kamu mandiri. Materi bisa cari sendiri, pinter kelola uang hingga kita bisa di titik ini, materi yang Mama rasakan saat ini bahkan melebihi yang Papa kamu beri. Mama seneng liat kamu sukses dengan versi ini. Ibu mana yang pengen liat anaknya hidup tanpa harta, dan Mama bangga banget kamu nggak seperti itu. Nanti pun setelah Mama nggak ada, kamu pasti tetap bisa hidup layak, Nak."

"Mama kenapa ngomongin masalah harta? Kurang materi yang Alena kasih ke Mama? Atau Mama mau adain acara santunan yang lebih besar dari tahun lalu? Alena bisa lakuin itu buat Mama. Alena bisa ngasih Mama, nyenengin Mama dengan uang hasil kerja sendiri itu udah pencapaian terbesar Alena, Ma."

"Mama berterimakasih sekali, anakku. Tapi sekarang bukan itu yang Mama pengen."

Alena memutar badannya dan menatap Ibunya.

"Mama pengen apa? Mama nggak puas ya umroh? Alena bakal jual tanah yang di desa sebelah dan itu uangnya kalau di gabung dengan tabungan Alena udah cukup untuk kita naik haji berdua di tahun ini."

Ibu Alena menangis. Alena duduk bersimpuh dan menggenggam tangan Ibunya.

"Alena bakal lakuin apapun buat Mama biar Mama seneng. Kemauan Mama bakal Alena turutin. Se-mu-a-nya. Kecuali nikah apalagi di jodohin."

Terpopuler

Comments

☠ 𝒜𝐿𝓊𝓃𝒶ᴳᴿ🐅

☠ 𝒜𝐿𝓊𝓃𝒶ᴳᴿ🐅

koh jadi maksa si bun, kesian loh anak belom siap disuruh nikah, belom tentu juga pas ibu tinggal anak ini bahagia ama orang asing 🤧

2025-06-06

0

Hanum Anindya

Hanum Anindya

perjodohan yang bagus sih tapi orang tua harus mengikuti keinginan anak nya biar tidak ada penyesalan

2025-05-26

0

ewin🐌

ewin🐌

mungkin Alena memang belum ada niat buat nikah, apalagi di jodohkan,makin gak mau dia Bu.

2025-06-07

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1: Tamu Mama
2 BAB 2
3 Bab 3: Sah
4 Bab 4: Pindah
5 Bab 5: Foto Rahasia
6 Bab 6
7 Bab 7: Meminta pisah
8 Bab 8: Egois
9 Bab 9: Makan Bersama
10 Bab 10
11 Bab 11: Rumah Sakit
12 Bab 12: Menginap Di Rumah Mertua
13 Bab 13:
14 Bab 14:
15 Bab 15:
16 Bab 16:
17 bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31: Patah Hati Terbesar
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48: Kembali Bahagia
49 Bab 49: Kamu Suka Perempuan?
50 Bab 50
51 Bab 51: Mulai Terasa Jauh
52 Bab 52:
53 Bab 53
54 Bab 54: Pilihan
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58: Rencana Pernikahan
59 Bab 59: Pernikahan Kedua
60 Bab 60: Menghindar
61 Bab 61: Mertuaku Kayaaa!
62 Bab 62: Kiss
63 Bab 63: Acara Perpisahan
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66: Silvi Hamil
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71: Kunjungan Mertua
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74: Belanja.
75 Bab 75: Panti Asuhan
76 Bab 76: Mantan Silvi
77 Bab 77: Memilih Selesai.
78 Bab 78: Hari Apes Tidak Ada di Kalender
79 Bab 79
80 Bab 80: Rahasia Bocor??
81 Bab 81
82 Bab 82: Surat Misterius
83 Bab 83. Ada Kuis!
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93. Rebutan
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101: Menyatakan Perasaan
102 Bab 102: Menghabiskan Malam
103 Bab 103: Bongkar Identitas
104 Bab 104:
105 Bab 105: Perpisahan
106 Bab 106: Tamparan Manis Untuk Silvi
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109: Hadiah Untuk Alena
110 Bab 110: Serangan Silvi
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120: Kisss
Episodes

Updated 120 Episodes

1
BAB 1: Tamu Mama
2
BAB 2
3
Bab 3: Sah
4
Bab 4: Pindah
5
Bab 5: Foto Rahasia
6
Bab 6
7
Bab 7: Meminta pisah
8
Bab 8: Egois
9
Bab 9: Makan Bersama
10
Bab 10
11
Bab 11: Rumah Sakit
12
Bab 12: Menginap Di Rumah Mertua
13
Bab 13:
14
Bab 14:
15
Bab 15:
16
Bab 16:
17
bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31: Patah Hati Terbesar
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48: Kembali Bahagia
49
Bab 49: Kamu Suka Perempuan?
50
Bab 50
51
Bab 51: Mulai Terasa Jauh
52
Bab 52:
53
Bab 53
54
Bab 54: Pilihan
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58: Rencana Pernikahan
59
Bab 59: Pernikahan Kedua
60
Bab 60: Menghindar
61
Bab 61: Mertuaku Kayaaa!
62
Bab 62: Kiss
63
Bab 63: Acara Perpisahan
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66: Silvi Hamil
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71: Kunjungan Mertua
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74: Belanja.
75
Bab 75: Panti Asuhan
76
Bab 76: Mantan Silvi
77
Bab 77: Memilih Selesai.
78
Bab 78: Hari Apes Tidak Ada di Kalender
79
Bab 79
80
Bab 80: Rahasia Bocor??
81
Bab 81
82
Bab 82: Surat Misterius
83
Bab 83. Ada Kuis!
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93. Rebutan
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101: Menyatakan Perasaan
102
Bab 102: Menghabiskan Malam
103
Bab 103: Bongkar Identitas
104
Bab 104:
105
Bab 105: Perpisahan
106
Bab 106: Tamparan Manis Untuk Silvi
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109: Hadiah Untuk Alena
110
Bab 110: Serangan Silvi
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120: Kisss

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!