Part 3

Keesokan harinya, Di hari Minggu yang cerah. Semua santri di perkenankan untuk melaksanakan kerja bakti bersama membersihkan lingkungan sekitar, dari mencabut rumput liar, membersihkan kolam ikan, menguras septic tank yang penuh, dan lain lain.

Setelah selesai, semua santri kebanyakan bermain main karena tidak ada kegiatan saat itu, walaupun begitu, aku dan teman temanku langsung mandi karena setelah kerja bakti kami akan gunakan waktu kosong itu untuk jalan jalan.

Bisa di bilang kami ini orangnya agak pemalas, karena jarang bahkan hampir tidak pernah menggunakan waktu kosong untuk belajar.

Kamar mandi.

"Rul, punya odol nggak?! " teriak Ali dari dalam kamar mandi.

"Nggak ada, udah abis, Lii," jawab orang yang berada di kamar mandi sebelahnya.

"Wooyy jangan berisik di kamar mandi!" ucapku yang baru sampai.

"Nahh kebetulan banget Di, aku minta odolnya dong," pinta Ali kepadaku.

"Aku juga Di," arul yang dari kamar mandi sebelah juga ikut ikutan meminta.

"Ahhh payah kalian, untung gue baik, yaudah nihh buruan," ucapku sambil memberikan pasta gigi kepada kedua temanku itu.

"Makasih Di," ucap mereka hampir berbarengan.

"Iyaa," jawabku singkat.

"Padahal tadi kita udah cepat pergi ke kamar mandinya, tapi hasilnya sama aja, penuh semua kamar mandinya," keluh Yudai.

"Sabar Dai, namanya juga santri, santri kan harus sabar mengantri," ucap Romi mengingatkan sekaligus menyabarkan temannya itu.

"Iya iya dehh," ucap Yudai pasrah.

Beberapa menit kemudian Arul dan Ali keluar dari kamar mandi, kemudian aku dan Yudai masuk duluan, sedangkan Romi dan Fahmi menunggu 2 kamar mandi sebelahnya.

Setelah aku masuk, aku menemukan sesuatu yang tidak biasa di dalam kamar mandi yaitu ...

"Apaan ini?!" Teriak ku hampir tertawa.

"Alii luu abis ngapain ini?!" tanyaku kepada Ali yang mungkin sudah kembali ke kamarnya.

"Kenapa Di?" tanya ketiga temanku heran.

Setelah kutunjukkan apa yang ku temukan di kamar mandi itu, seketika ketiga temanku itu langsung tertawa terpingkal pingkal.

"Mungkin karena takut ketahuan, si Ali terburu-buru sampai ketinggalan barang yang penting ini," ucap Yudai sambil tertawa.

"Udah buang aja Di," kata Fahmi yang masih tertawa.

Beberapa menit kemudian ...

"Dii," ucap Ali sambil mengetuk pintu kamar mandi.

"Kenapa li?" tanyaku pura pura tidak tahu, tapi malah tersenyum.

"Liat sabun aku nggak?" tanya Ali.

"Ohh yang warna merah yang ditengahnya boll .... Sssssttt" ucapku yang terpotong karena mulutku ditutup olehnya.

"Jangan kasih tau siapa siapa ok, udah langsung buang aja sabun itu," ucapnya.

"Ok ok," ucapku sambil senyum.

*padahal teman temanku sudah banyak yang tau.

"Sip."

.........

Setelah selesai mandi, kami bersiap untuk pergi jalan-jalan. Kali ini salah satu temanku ikut bersama kami, yaitu Khairul waro.

Seperti biasanya, kami keliling-liling daerah sekitar, walaupun sering di lewati tapi tidak ada bosan bosannya.

Dan setelah lama kami berkeliling kami pun beristirahat di sebuah gubuk sederhana dekat sawah.

"Dengan pemandangannya yang hijau asri seperti ini, siapa saja yang pikirannya sedang kacau bisa tenang dengan mudah," pikirku asal.

Dari kejauhan terlihat 2 perempuan sedang berjalan menuju kemari.

"Sepertinya aku pernah melihat kedua perempuan itu," gumamku.

Ternyata memang benar, kedua perempuan itu adalah orang yang pernah bertemu dengan kami saat sore hari, di warung mikip.

"Ehh ada Khoir," ucap perempuan yang agak gemukan itu.

"Kenapa emangnya?" Tanya khoir acuh.

"Nggak apa apa," ucapnya.

Seketika gubuk itu seakan menjadi semakin sempit saja, karena kedua perempuan itu juga ikut duduk di gubuk itu, automatis yang laki-laki langsung saling menggeser tempat duduknya untuk menjaga jarak.

Pandanganku tidak lepas dari perempuan yang indah parasnya itu, iya, perempuan yang membuatku kagum akan penampilannya yang sederhana, dan juga cantik rupanya.

"Us, tuhh ada cowo yang kamu suka," ucap perempuan agak gemuk itu kepada temannya.

"Us? Siapa? Perempuan itu? " pikirku.

"Aku kesulitan untuk menebak namanya, jika panggilannya hanya 'us'," pikirku lagi.

Sementara perempuan yang aku kagumi itu hanya menundukkan wajahnya, entah karena malu atau apa? Aku tidak tahu.

"Emangnya uus suka ama siapa rim?" tanya Khoir kepada Rima, perempuan agak gemuk itu.

"Itu yang duduk sebelah kiri kamu Ir," jelasnya.

"H-hah?"

Tiba-tiba jantungku kembali berdetak tidak karuan.

Karena mendengar hal itu, semua mata tertuju kepadaku, dan aku pun langsung senyum senyum sendiri.

Seketika ...

"Ciieee... Adii ama uus nihh," ucap mereka semua berbarengan.

Kulihat perempuan yang di panggil uus itu pipinya memerah dan juga tersenyum hampir tertawa.

"Apaan sihh aku aja belum kenal ama dia," ucapku mengelak sambil menahan malu.

*Tuhhkan bahasa 'aku' nya keluar lagi.

"Tumben, Di, pake bahasa aku?" tanya Khoir sambil tertawa.

"Ahh, diem ahh," ucapku menahan malu yang hampir ikut tertawa itu.

Tidak lama kemudian, Adzan Dzuhur pun terdengar.

Lalu kami saling berpamitan untuk kembali ke pondok dengan kedua perempuan itu.

Kulihat perempuan yang di panggil uus itu melihatku dan melambaikan tangannya.

Dan aku pun menjawab lambaian tangan itu dengan mengangkat tanganku.

Dan kami pun segera kembali ke pondok, untuk melaksanakan shalat fardhu Dzuhur.

Sementara kedua perempuan itu juga mungkin sudah kembali ke rumahnya masing-masing.

Setelah sampai di kamar kami pun bergegas untuk mengganti pakaian dan langsung pergi ke masjid.

.........

"Di, ayo ngambil nasi bareng," ajak Romi.

"Ngambil bareng atau cuman nganterin sampai ndalem doang?" ucapku sambil mengejeknya.

"Hehe." tawanya.

"Dasar, ucapan sama kenyataan lain," ucapku untuk memancingnya agar ikut denganku sampai PA.

"Yaudah ayo, aku juga ikut sampai PA dahh," ucapnya yang terkena pancinganku.

Saat di jalan aku teringat akan perempuan yang memberikan kertas kecil itu.

Kalau aku bertemu dengannya, apa yang akan aku katakan kepadanya? Apa yang harus kujawab jika dia menanyakan hal itu? Apa aku harus menjawab 'tidak'? Sebaiknya jangan, itu hanya akan menyakitinya, tapi apa yang harus ku jawab?

Tiba-tiba saja kepalaku penuh dengan pertanyaan.

Memang, kalau dikatakan suka, aku mungkin menyukainya, tapi disisi lain aku juga menyukai uus.

Setelah sampai di PA, aku tidak melihat perempuan itu, melainkan hanya Kak Khoirul yang menjaga PA.

"Alhamdulillah," ucapku dalam hati.

"Tumben Romi ngambil makan bareng Adi?" tanya kak Khoirul.

"Hmm iya, udah biasa kak ," ucap Romi sambil senyum.

"Biasa apanya," gumamku.

Setelah selesai kami pun kembali ke kamar.

Untunglah kali ini aku tidak bertemu dengannya karena aku sendiri bingung bagaimana aku akan menjawabnya jika aku bertemu dengannya nanti.

Setelah sampai di kamar, aku melihat temanku Khoir ingin berangkat madrasah yang letaknya di sebelah kanan pondok.

"Di, mau aku salamin ke uus nggak," kata Khoir menggodaku.

"Emangnya dia satu madrasah juga denganmu?" tanyaku penasaran.

"Tentu saja bahkan satu kelas," ucapnya.

"Jadi bagaimana?" tanyanya kembali.

"Hmm terserah dehh," jawabku pasrah dengan senyuman.

"Baiklah," kata Khoir sambil pergi menuju madrasahnya itu.

"Aduhh, gue lupa mau nanya nama uus," ucapku pelan.

Terpopuler

Comments

❤️YennyAzzahra🍒

❤️YennyAzzahra🍒

lanjutt

2020-09-24

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!