Bab 4: Layar Rempah Surgawi

Cahaya fajar masih malu-malu saat Nian dan Master Cang melangkah keluar dari gerbang berkilau yang tersembunyi di balik air terjun kecil di punggung Gunung Rasa Kayu. Dalam hitungan napas, mereka tiba di lorong panjang penuh kios—atapnya dihiasi lampion berwarna mahoni, dinding batu marmer rempah, dan lantai ubin kristal serbuk kunyit yang memantulkan cahaya keemasan. Setiap kios menampilkan butiran-butiran rempah yang menakjubkan: serbuk perak “Metallic Frost”, butiran kristal “Es Asam Mañana”, dan bubuk hitam “Asap Neraka”.

Suasana lereng terjal dan pepohonan rimbun digantikan oleh hiruk-pikuk pedagang dari berbagai alam: sesosok peri hijau memamerkan biji bunga “Jantung Kayu”, sementara makhluk berbentuk bayangan menawar “Serpih Bayangan”—rempah yang dipercaya dapat membungkam suaramu dalam lima napas. Deru tawar-menawar dalam puluhan bahasa bersatu padu, menciptakan simfoni rempah yang menggetarkan indera. Aroma manis, pedas, asam, pahit, dan asin berbaur dalam udara, setiap tarikan napas mengundang sensasi baru.

Master Cang berhenti di depan sebuah kios berornamen naga perunggu bercakar tiga. “Kios Mak Nyan,” bisiknya. “Pedagang bayangan yang hanya menerima barter—bukan uang.” Di atas meja, terhampar biji-biji hitam mengkilap: “Biji Neraka” versi varian kuno, “Serat Pahit Tua”, dan gulungan rempah terurai beralur. Lampu minyak di samping kios berpendar ungu, menandakan ranah gelap dan uji keberanian.

“Mak Nyan,” sapa Master Cang dengan nada ramah. “Aku membawa tamuku—Ka Nian—untuk menelusuri varian ‘Biji Neraka’. Ia membutuhkan sumber yang tepat untuk mengungkap dalang Qi pahit.”

Penjual bayangan itu menoleh perlahan. Di balik topeng setengah wajah berbahan gading, dua mata hitamnya menyala tajam. “Kau detektif rasa yang dicari petugas Klan Rempah,” gumamnya, suaranya berat seperti bubuk logam. “Baik. Tapi untuk mendapat varietas kuno, kau harus membuktikan nilai rasa”. Ia mengeluarkan tiga kantong kecil berlabel: A (“Serat Pahit Kromatik”), B (“Butir Asam-Bumi Terkristal”), dan C (“Biji Neraka Orugalon”). “Kau hanya boleh memilih satu dan membuat hidangan yang menonjolkan essensi rasa itu. Jika gagal, langkahmu terhenti di sini.”

Nian menelan ludah. Ia memerhatikan butir-butir hitam di kantong C—kilau merah lembut di permukaannya memancarkan daya tarik gelap. Ia teringat pertarungan mini-arc kemarin, saat naga api mini muncul. Jika berhasil mengolah biji ini, ia bisa mendapatkan petunjuk kuat sumber Qi pahit.

Dengan hati-hati, Nian memilih kantong C. Mak Nyan hanya mengangguk, lalu menyerahkan butir itu beserta sebuah mangkuk batu hitam dan alat-alat dapur kecil: sendok perunggu, panci tembaga mini, dan sebotol air “Rembesan Awan”. “Kau punya waktu satu jam,” ucap Mak Nyan, lalu sirna dalam keheningan lorong.

Selesai memilih bahan, Nian berbalik, nyaris menabrak sosok cantik bergaun sutra perak: Putri Lan’er, pewaris klan rasa air. Ia menatap Nian dengan mata biru jernih, terkejut melihat panci dan kantong hitam di tangan Nian. “Kau… menggunakan Biji Neraka Orugalon?” bisiknya. “Itu… sangat berbahaya.”

Lan’er melangkah mendekat. “Aku pernah mencicipi essensi gelap varian ini—rasa pahitnya menusuk jiwa, namun memunculkan pemahaman terdalam.” Ia menatap panci tembaga mini Nian. “Jika kau berhasil, aku mau membantumu menstabilkan equasi rasa. Air kuil suci klanku bisa mengimbangi asam logam tersembunyi.”

Nian memandangnya ragu, namun sekilas menilai kesungguhan mata Lan’er. Ia mengangguk. Bersama, mereka merancang resep: memadukan Biji Neraka Orugalon dengan sari “Es Asam Mañana” untuk menetralkan getaran logam, serta menambahkan setetes “Emulsi Kayu Muda” agar Qi kayu melindungi tubuh juru masak dari efek gelap.

Saat menyiapkan bahan di sebuah meja batu panjang, tangan Nian dan Lan’er tanpa sengaja bersentuhan saat mengambil panci. Kedua pasang mata terbelalak sekejap, napas tertahan. Udara lorong seakan terhenti; satu detik kemudian, Lan’er menunduk pelan, pipinya merona. “Maafkan aku,” ucapnya lirih.

Nian menepuk mangkuk, mencoba tersenyum. “Tidak apa-apa, Siri… eh, Putri Lan’er.” Ia menahan detak jantungnya yang tak beraturan. Saat mereka bekerja, komunikasi melampaui kata—tangan menjalin bahan dengan ritme yang seirama, pandangan sesekali beradu, menyalakan api chemistry pertama.

Mereka menakar Biji Neraka: tiga butir hitam diletakkan di atas piring batu. Lan’er menuangkan sari es asam, sementara Nian memanaskan panci tembaga di atas arang “Kapur Langit”. Saat uap pertama mengepul, gelombang ungu samar menyapu lorong, menyebabkan beberapa pedagang menoleh.

Dengan gerakan bergantian—Lan’er memercikkan setetes emulsi kayu ke dalam panci, Nian mengaduk secara melingkar sambil memfokuskan Qi kayu—mereka menciptakan pusaran ganda: ungu dan hijau. Suara desis halus terdengar, dan bau pahit-asam tercium, namun bukan menyengat melainkan menenangkan.

Ketika waktu habis, Mak Nyan muncul kembali. Tanpa berkata apa-apa, ia mencicipi hidangan dari mangkuk batu. Sekali teguk, wajahnya berubah—rasa kagum yang sulit disembunyikan. Ia meneguk sekali lagi, lalu mengangguk pelan. “Langka. Kau berhasil menaklukkan esensi gelap dan memadukannya dengan Qi kayu. Varian ini konon hanya tumbuh di ladang neraka tertua.”

Baru saja Nian hendak bertanya tentang ladang itu, terdengar dentuman keras dari ujung lorong: pagelaran pedagang tiba-tiba dipadamkan cahaya, dan bayangan humanoid besar menutup jalan keluar. Sorot lampion berpendar ungu, menampakkan sosok bersenjata sendok besar—“Pengawal Neraka Perut”—dengan armor logam hitam timpang di lengannya.

Mak Nyan berbisik getir, “Mereka datang untuk mengklaim resep kita.” Dalam sekejap, puluhan makhluk rempah bersenjata menyerbu, meninggalkan percikan bubuk perak di udara—tanda mereka siap merebut Biji Neraka Orugalon.

Nian menggenggam sendok perunggu, tatapannya membara. Di sampingnya, Lan’er menyiapkan aura air suci. Di lorong Pasar Surgawi yang semula memikat, peperangan rempah baru saja dimulai—dan nasib Sekte, bahkan dunia kuliner surgawi, tergantung di ujung sendok.

Episodes
1 Bab 1: Panci Perubahan
2 Bab 2: Bisikan Rempah
3 Bab 3: Jejak Patina Pahit
4 Bab 4: Layar Rempah Surgawi
5 Bab 5: Ujian Esensi Suci
6 Bab 6: Bayangan Neraka Perut
7 Bab 7: Cinta dan Konspirasi
8 Bab 8: Cawan Rempah Neraka
9 Bab 9: Kabut Pengkhianatan
10 Bab 10: Puncak Ember Langit
11 Bab 11: Bayangan di Ujung Awan
12 Bab 12: Wajah di Balik Kerudung Ungu
13 Bab 13: Dimensi Gelap Terakhir
14 Bab 14: Fajar Restorasi Rasa
15 Bab 15: Guha Cahaya Terpendam
16 Bab 16: Penjaga Petir Neraka
17 Bab 17: Katalis Petir Purba
18 Bab 18: Pedang, Air, dan Kebenaran
19 Bab 19: Menuju Rasa Ketujuh
20 Bab 20: Tujuh Rasa, Satu Takdir
21 Bab 21: Ujian Rasa, Perang Jiwa
22 Bab 22 – Gerbang Rasa Ketujuh
23 Bab 23 – Misi dan Bayang-Bayang Bahaya
24 Bab 24 – Bayangan Pertemuan Rahasia
25 Bab 25 – Jejak Terakhir Sang Pencicip
26 Bab 26 – Perjamuan Rasa Tertinggi
27 Bab 27 – Jejak Rasa yang Terlupakan
28 Bab 28 – Gerbang Rasa Langit
29 Bab 29 – Pendeta Tujuh Lidah
30 Bab 30 – Gerbang Rasa Langit Terbuka
31 Bab 31 – Era Baru Rasa
32 Bab 32 – Ujian Rasa yang Terlupakan
33 Bab 33 – Bayangan dari Rasa Kedelapan
34 Bab 34 – Rasa yang Pecah, Rasa yang Bertahan
35 Bab 35 – Rasa yang Baru, Jalan yang Panjang
36 Bab 36 – Gerbang Rasa Tertua
37 Bab 37 – Penjaga Lama Bangkit
38 Bab 38 – Rasa Tanpa Aku
39 Bab 39 – Rasa Akhir yang Tak Bisa Dielakkan
40 Bab 40 – Bayangan dari Rasa yang Terkubur
41 Bab 41 – Rasa Dunia yang Baru
42 Bab 42 – Suara dari Rasa yang Hilang
43 Bab 43 – Pecahnya Segel Rasa Terakhir
44 Bab 44 – Jalan Pulang ke Dunia Manusia
45 Bab 45 – Musuh yang Mencuri Rasa
46 Bab 46 – Pertempuran Jiwa dan Rasa
47 Bab 47 – Jalan Baru, Dunia Baru
48 Bab 48 – Sidang Rasa Internasional
49 Bab 49 – Bayangan dari Masa Depan
50 Bab 50 – Kota Tangisan Abadi
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bab 1: Panci Perubahan
2
Bab 2: Bisikan Rempah
3
Bab 3: Jejak Patina Pahit
4
Bab 4: Layar Rempah Surgawi
5
Bab 5: Ujian Esensi Suci
6
Bab 6: Bayangan Neraka Perut
7
Bab 7: Cinta dan Konspirasi
8
Bab 8: Cawan Rempah Neraka
9
Bab 9: Kabut Pengkhianatan
10
Bab 10: Puncak Ember Langit
11
Bab 11: Bayangan di Ujung Awan
12
Bab 12: Wajah di Balik Kerudung Ungu
13
Bab 13: Dimensi Gelap Terakhir
14
Bab 14: Fajar Restorasi Rasa
15
Bab 15: Guha Cahaya Terpendam
16
Bab 16: Penjaga Petir Neraka
17
Bab 17: Katalis Petir Purba
18
Bab 18: Pedang, Air, dan Kebenaran
19
Bab 19: Menuju Rasa Ketujuh
20
Bab 20: Tujuh Rasa, Satu Takdir
21
Bab 21: Ujian Rasa, Perang Jiwa
22
Bab 22 – Gerbang Rasa Ketujuh
23
Bab 23 – Misi dan Bayang-Bayang Bahaya
24
Bab 24 – Bayangan Pertemuan Rahasia
25
Bab 25 – Jejak Terakhir Sang Pencicip
26
Bab 26 – Perjamuan Rasa Tertinggi
27
Bab 27 – Jejak Rasa yang Terlupakan
28
Bab 28 – Gerbang Rasa Langit
29
Bab 29 – Pendeta Tujuh Lidah
30
Bab 30 – Gerbang Rasa Langit Terbuka
31
Bab 31 – Era Baru Rasa
32
Bab 32 – Ujian Rasa yang Terlupakan
33
Bab 33 – Bayangan dari Rasa Kedelapan
34
Bab 34 – Rasa yang Pecah, Rasa yang Bertahan
35
Bab 35 – Rasa yang Baru, Jalan yang Panjang
36
Bab 36 – Gerbang Rasa Tertua
37
Bab 37 – Penjaga Lama Bangkit
38
Bab 38 – Rasa Tanpa Aku
39
Bab 39 – Rasa Akhir yang Tak Bisa Dielakkan
40
Bab 40 – Bayangan dari Rasa yang Terkubur
41
Bab 41 – Rasa Dunia yang Baru
42
Bab 42 – Suara dari Rasa yang Hilang
43
Bab 43 – Pecahnya Segel Rasa Terakhir
44
Bab 44 – Jalan Pulang ke Dunia Manusia
45
Bab 45 – Musuh yang Mencuri Rasa
46
Bab 46 – Pertempuran Jiwa dan Rasa
47
Bab 47 – Jalan Baru, Dunia Baru
48
Bab 48 – Sidang Rasa Internasional
49
Bab 49 – Bayangan dari Masa Depan
50
Bab 50 – Kota Tangisan Abadi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!