Cinta yang pulang tepat waktu

Malam telah tiba. Di perjalanan pulang, Rendi membawa pulang sate kambing kesukaan Alisya—menu favorit mereka saat ingin merayakan hal-hal kecil. Di tangannya yang lain, sebuah mobil remot keluaran terbaru, hadiah untuk putra mereka, Rasya.

Hatinya cemas, tapi tekadnya bulat. Semua ini demi masa depan keluarganya. Demi kepercayaan yang telah Ayahnya titipkan.

Ini adalah kali pertama Rendi bekerja bersama seorang perempuan yang cukup dekat, kenalan ayahnya, katanya. Walau begitu, ia tak ingin menumbuhkan sedikit pun rasa curiga di hati Alisya. Ia tahu, Alisya bukan tipe perempuan yang mudah terpengaruh oleh prasangka. Tapi tetap saja, kehati-hatian selalu jadi bagian dari rasa sayangnya.

Suara klakson mobil membelah sunyi malam.

Alisya belum terlelap. Seperti biasa, ia menunggu. Dengan setelan baju tidur kesayangannya, ia bergegas ke pintu, menyambut suami tercintanya. Meski dasi Rendi sudah lepas kendali, kusut tak karuan, di mata Alisya, Rendi tetap lelaki paling tampan di dunia.

Senyumnya mengembang saat membuka pintu. Kebetulan rumah mereka tak berpagar, berada di kompleks yang dijaga satpam.

Rendi, yang melihat Alisya menyembul dari balik daun pintu, langsung tersenyum. Di tangannya, oleh-oleh yang ia bawa tampak mengayun pelan.

"Muachhh…" Alisya mengecup tangan suaminya dengan hangat. Rendi membalas dengan mencium keningnya. Mereka saling berpelukan, melepaskan lelah yang mengendap sejak pagi.

“Sayang…” bisik Rendi lirih, tangannya mengusap lembut punggung Alisya yang bersandar di dadanya.

Alisya hanya tersenyum, lalu berlari kecil ke dapur. “Tunggu ya, aku ambil air hangat dulu buat kamu,” ucapnya.

Tak lama, suara tegukan air terdengar.

Glek. Glek. Glek.

“Maaf ya telat… Rasya udah tidur?” tanya Rendi sambil berjalan pelan menuju kamar anaknya.

Alisya cepat-cepat menutup pintu kamar dan berbisik, “Udah. Tadi habis minum susu, langsung ngantuk.”

Rendi mengangguk pelan.

“Sekarang kamu mau makan dulu atau mandi dulu?” tanya Alisya lembut, tangannya memeluk pinggang suaminya.

“Mandi dulu, ya. Tapi aku bawa sate buat kamu. Tolong angetin dulu, aku mau makan bareng kamu,” kata Rendi, memeluk Alisya erat.

Alisya tersenyum hangat, lalu mengangguk. Hatinya tenang, rumahnya kembali lengkap—malam itu, cinta sederhana mereka kembali utuh dalam pelukan dan obrolan hangat di meja makan .

...****************...

DI atas tempat tidur, dalam remang lampu kamar yang hangat, Rendi dan Alisya saling berpelukan. Malam itu mereka berbagi cerita, mengulas kembali hari-hari yang telah mereka lewati. Rendi tampak menikmati setiap kalimat yang mengalir dari bibir Alisya—perempuan yang tak hanya cantik dari luar, tapi jauh lebih memesona ketika bersamanya, menjadi istri, teman, dan pendengar yang selalu ia rindukan.

“Sayang…” desah lembut Alisya, suaranya manja, menyadari bahwa Rendi lebih banyak terdiam, hanya memperhatikan wajah dan tutur katanya.

“Hehehe…” Rendi terkekeh kecil, lalu mencium bibir Alisya sejenak, sebuah ciuman ringan yang berubah jadi ajakan untuk duduk berdua.

“Aku mau ngobrol serius dikit, tentang Bandung,” ucapnya, kini duduk bersandar pada sandaran tempat tidur.

Alisya ikut mendekat, menatap suaminya penuh perhatian.

“Aku nanti bakal punya sekretaris pribadi yang baru,” ujar Rendi, nadanya tegas namun lembut. Tangan kirinya menggenggam tangan Alisya erat-erat.

“Kamu terima tawaran Ayah?” tanya Alisya pelan, tak terdengar curiga, hanya ingin memastikan.

Rendi mengangguk kecil, matanya menunduk sejenak.

Alisya tersenyum, lalu menepuk pelan tangan suaminya. “Nggak apa-apa, Sayang. Aku tahu ini buat kebaikan kamu juga. Nanti kerjaan kamu makin banyak, pasti butuh bantuan.”

Rendi menarik napas panjang, lalu berkata pelan namun jelas, “Perempuan, Sayang…”

“Iya nggak apa-apa,” jawab Alisya sambil tersenyum santai, “kalau ini yang terbaik. Emang cantik?” godanya sambil menarik Rendi untuk rebahan kembali.

Rendi memeluknya dari samping, membisik, “Yang cantik ya kamu, Sayang…”

Alisya tertawa kecil, “Berarti cantik, ya?” tanyanya dengan nada bercanda, tangan kanannya membelai pipi suaminya.

“Namanya Bunga,” jawab Rendi singkat.

“Nanti aku ajak ke sini ya, biar kamu juga kenal,” lanjutnya sambil tetap memeluk Alisya erat.

Alisya hanya mengangguk pelan, membenamkan wajahnya ke dada Rendi, meresapi detak jantung yang kini berpadu dengan hangatnya pelukan malam itu—sebuah malam yang sederhana, tapi penuh kepercayaan

...****************...

Pagi datang tanpa suara. Matahari menyelinap masuk melalui celah tirai kamar mereka, membias cahaya ke dinding yang masih hangat oleh pelukan semalam. Burung-burung kecil berkicau pelan, seperti mengingatkan bahwa waktu tak bisa dihentikan, meski hati ingin terus berdiam dalam tenang.

Rendi membuka mata lebih dulu. Ia menatap wajah Alisya yang masih terlelap di sampingnya, rambutnya yang sedikit kusut justru membuatnya tampak lebih alami. Tanpa suara, Rendi mengecup kening istrinya, lalu perlahan bangkit dari tempat tidur.

Ia menuju dapur. Menyalakan air untuk membuat teh hangat, lalu membuka bungkusan sate yang semalam belum habis mereka santap. Di sudut meja, mobil remot yang ia beli untuk Rasya sudah tidak ada. Rendi tersenyum, membayangkan wajah antusias putranya pagi-pagi sudah bermain.

Tak lama, Alisya muncul dari balik pintu kamar dengan daster dan rambut yang digelung asal-asalan. Wajahnya masih sembab oleh tidur, tapi senyumnya tetap sama seperti pagi-pagi sebelumnya.

“Udah bangun, Sayang?” tanyanya lembut sambil berjalan ke arah Rendi.

“Udah, tadi kamu tidur nyenyak banget,” jawab Rendi, menuangkan teh ke dua cangkir.

Alisya duduk, menggeliat sebentar. “Rasya udah bangun?”

“Kayaknya udah, tadi mobil remotnya udah nggak ada di meja.”

Alisya tertawa pelan. “Pasti dibawa ke kamar mandi juga tuh.”

Mereka tertawa bersama, seperti pasangan muda yang baru saja menikah. Tidak ada yang berubah dari kebersamaan mereka—meski usia, pekerjaan, dan tanggung jawab terus bertambah.

“Sayang,” ucap Rendi sambil duduk di sebelah Alisya. “Aku hari ini mau ke Bandung. Rapat sama Ayah, sekalian kerja langsung sama Bunga.”

Alisya mengangguk. “Pulangnya kapan?”

“Kalau nggak macet, malam ini juga. Aku nggak mau nginep.”

Alisya menggenggam tangan suaminya. “Nggak usah khawatir, aku percaya sama kamu.”

Rendi memandang mata istrinya dalam-dalam. “Makasih ya… kamu tuh selalu bikin aku kuat.”

“Karena kamu juga selalu berusaha jujur dan terbuka. Itu yang bikin aku tenang,” jawab Alisya, menatap lembut.

Mereka terdiam sesaat. Tidak canggung, hanya saling memeluk dengan mata. Diam yang penuh makna.

Dari arah kamar terdengar suara langkah kecil berlarian. “Ayah!!” pekik Rasya, menghampiri ayahnya dengan mobil remot di tangan.

“Wah, jagoan Ayah udah bangun!” seru Rendi, lalu mengangkat Rasya ke pangkuannya. “Mainnya seru nggak?”

“Seru banget! Nih bisa mundur juga!” Rasya memencet tombol dan mobil kecil itu meluncur mundur di lantai dapur.

Alisya tertawa. “Wah, anak kita makin pinter ya…”

Hari itu dimulai dengan sederhana—tapi justru di situlah letak kekuatannya. Cinta bukan hanya tentang pelukan malam atau ciuman hangat, tapi juga tentang pagi yang dijalani bersama, penuh rasa percaya, dan doa-doa diam yang terus dipanjatkan dalam hati.

Dan Rendi tahu, seberapa jauh pun ia pergi hari ini, rumah akan selalu ada di sini—di senyum Alisya, di tawa Rasya, dan di hangatnya pagi seperti ini.

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

lanjut baca

2025-07-21

0

lihat semua
Episodes
1 3 jiwa satu rumah satu cinta
2 Senja di Bandung , Damai di rumah
3 Cinta yang pulang tepat waktu
4 Bunga dan Benang Merah itu
5 Melewati jalan pulang
6 Pelukan di ujung hari
7 jendela dan doa
8 Hangat nya sebuah Awal
9 Rumah kita di Pagi hari
10 Batas antara Rumah dan tugas
11 langkah Pertama di Hari terakhir.
12 Dia ada , Rendi
13 Se Hangat sambutan , Setegas batasan
14 Jamuan hangat .
15 Dalam diam yang saling mengerti
16 Jarak yang tak bernama
17 Suara yang tidak pernah sama
18 Jejak yang tak seharusnya
19 Satu malam , tiga luka
20 Pagi yang tak biasa
21 Pulang Yang patah
22 Mencoba menjadi ada
23 yang tak pernah penuh
24 Musim yang tak pernah bertemu
25 Selimut Senja
26 Mentari Hangat
27 Satu Nama , Dua Luka
28 Kembali ke Cerita lama
29 Ketakutan atau Terluka ?
30 Pergi atau bertahan
31 Keluarga ? Harapan ?
32 Tanpa Jejak
33 Warisan Luka
34 ibu dan anak perempuan nya
35 Bunga dan Harapan
36 Bukan tentang Kita
37 luka dan cinta
38 Keputusan
39 Rumah Yang Bukan Milikku
40 Sebelum Langkah terakhir
41 Awal dan Akhir ?
42 Pamit
43 Surat Pengadilan
44 Pelan , Aku Pergi .
45 Di Sengaja .
46 Kebenaran yang Terungkap
47 Obat Alisya
48 Sunyi , Sepi
49 Keputusan Terakhir
50 Pulang dan Cinta
51 Ayah , namamu sudah lama hilang
52 Hiburan.
53 Rasya Rindu Ayah
54 Tidak Ada Ibu 2
55 Bab 55
56 Bab 56
57 BAB 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 65
66 BAB 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 BAB 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 BAB 85
86 BAB 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
Episodes

Updated 89 Episodes

1
3 jiwa satu rumah satu cinta
2
Senja di Bandung , Damai di rumah
3
Cinta yang pulang tepat waktu
4
Bunga dan Benang Merah itu
5
Melewati jalan pulang
6
Pelukan di ujung hari
7
jendela dan doa
8
Hangat nya sebuah Awal
9
Rumah kita di Pagi hari
10
Batas antara Rumah dan tugas
11
langkah Pertama di Hari terakhir.
12
Dia ada , Rendi
13
Se Hangat sambutan , Setegas batasan
14
Jamuan hangat .
15
Dalam diam yang saling mengerti
16
Jarak yang tak bernama
17
Suara yang tidak pernah sama
18
Jejak yang tak seharusnya
19
Satu malam , tiga luka
20
Pagi yang tak biasa
21
Pulang Yang patah
22
Mencoba menjadi ada
23
yang tak pernah penuh
24
Musim yang tak pernah bertemu
25
Selimut Senja
26
Mentari Hangat
27
Satu Nama , Dua Luka
28
Kembali ke Cerita lama
29
Ketakutan atau Terluka ?
30
Pergi atau bertahan
31
Keluarga ? Harapan ?
32
Tanpa Jejak
33
Warisan Luka
34
ibu dan anak perempuan nya
35
Bunga dan Harapan
36
Bukan tentang Kita
37
luka dan cinta
38
Keputusan
39
Rumah Yang Bukan Milikku
40
Sebelum Langkah terakhir
41
Awal dan Akhir ?
42
Pamit
43
Surat Pengadilan
44
Pelan , Aku Pergi .
45
Di Sengaja .
46
Kebenaran yang Terungkap
47
Obat Alisya
48
Sunyi , Sepi
49
Keputusan Terakhir
50
Pulang dan Cinta
51
Ayah , namamu sudah lama hilang
52
Hiburan.
53
Rasya Rindu Ayah
54
Tidak Ada Ibu 2
55
Bab 55
56
Bab 56
57
BAB 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
65
66
BAB 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
BAB 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
BAB 85
86
BAB 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!