Faizah bingung memutuskan ketika pria tidak dikenal mengajaknya bicara entah ada keperluan apa. Ia menatap pria berpostur tinggi dan besar itu dari belakang. Faizah kaget ketika si pria menoleh ke arahnya menggerakkan tangan sebagai isyarat agar mengikuti.
Faizah pun akhirnya berjalan lambat mengikuti si pria dengan jarak yang agak jauh, hingga si pria duduk di ruang tunggu.
"Sebelumnya kenalkan dulu, nama saya, Barra." Barra mengenalkan diri.
"Saya Faizah." lirih Faizah. "Mau bicara apa Tuan mengajak saya kemari?" Faizah sudah tidak sabar.
"Kamu kan habis melahirkan, apakah asi kamu keluar banyak?" Tanya Barra tanpa sungkan menatap daster Faiz bagian dada yang basah.
Faizah terperangah, tanganya menurunkan kerudung yang menyingkap ke atas hingga nampak kedua gunungnya yang membesar karena menyimpan air asi. Faizah kaget dan bingung dari mana pria itu tahu jika ia baru melahirkan. "Banyak" jawabnya malu-malu.
"Bagaimana kalau kita kerja sama?" Tanya Barra seperti berbicara dengan calon mitra bisnisnya.
"Kerja sama? Kerja sama apa." Faizah memotong, tidak mengerti apa maksud pria berjenggot sedikit itu.
"Saya akan melunasi tagihan rumah sakit, dan menggaji kamu setiap bulan, asalkan kamu memberikan asi kamu untuk bayi saya selama 6 bulan."
Faizah tidak langsung menjawab, merasakan kedua buah dadanya yang terasa nyeri karena penuh asi, bahkan tumpah, sayang sekali jika tidak dimanfaatkan.
"Jangan lama-lama berpikir, jika kamu tidak mau punya hutang pada rumah sakit" Barra melirik Azizah yang berpikir terlalu lama, sedikit menggertak.
Faizah mengangkat kepala cepat. "Baiklah" Azizah akhirnya bersemangat. Dengan menyusui bayi tuan bara, tentu bisa mengobati rasa kehilangan terhadap putrinya, tidak lagi memikirkan biaya rumah sakit, dan mendapat gaji setiap bulan.
"Sekarang ikut saya." Barra berdiri cepat, berjalan lebih dulu diikuti Faizah.
Ruangan besar hanya orang-orang berduit yang bisa membayar, Faiz masuk ke ruang itu. Tangis bayi yang terdengar nyaring membuat dada Faiz sesak seketika ingat putrinya yang telah pergi.
Terdapat dua box di tempat itu, Faizah mendekati Barra yang tengah mengangkat satu bayi. Namun, Faiz terkejut ketika box yang satu lagi pun masih ada bayi yang menangis.
Ia meninggalkan Barra mendekati box bayi laki-laki tampan tengah menjerit-jerit. "Kembar..." ujar Faizah mengangkat bayi, walaupun sudah diayun tidak juga diam. Tentu saja bayi itu ingin menyusu.
"Cup cup sayang..." Faiz menyingkir dari Barra, membuka kancing baju daster kemudian menyusui, seketika bayi tampan itu diam. Ia menutup asetnya dengan kerudung, ketika Barra membawa bayinya yang masih menjerit-jerit ke arahnya.
"Letakkan di pangkuan saya Tuan" Faizah meletakkan tangan kanan di atas lutut sebelah kanan, Barra yang sudah tanggap meletakkan bayinya di pangkuan Faiz, bagian kepala di tangan kanan.
"Tolong Tuan Barra pergi dulu." Faizah tentu tidak mau Barra melihat aurat nya. Sebab, pria itu masih berdiri memandangi kedua putranya. Ia tidak percaya dengan kemampuan Faizah menyusui dua bayi sekaligus.
"Maaf Tuan" Faizah minta Barra cepat minggir, karena satu bayi justru mengencangkan tangis.
Barra pun menjauh tidak berkata-kata, hanya dalam hitungan detik, ruangan menjadi sunyi. Karena si kembar sudah diam. Barra tersenyum sendiri karena menemukan wanita tepat untuk menyusui si kembar.
"Selamat siang Tuan, saya membawa susu formula yang paling mahal, siapa tahu si kembar cocok dengan susu merk ini" masuk suster membawa susu formula merk berbeda yang sebelumnya, karena si kembar alergi dengan susu formula.
"Tidak usah." jawab Bara singkat lalu menoleh ke arah Faizah.
Suster mengikuti arah di mana Barra menoleh, menatap wanita berjilbab yang duduk di sofa, hanya nampak kepalanya saja. Suster pun akhirnya mendekat.
"Saya bantu Mbak." ujar suster ketika tiba di hadapan Faiz, Faizah nampak kesulitan ketika hendak menggendong si kembar yang sudah tidur pulas itu sekaligus.
"Terima kasih Sus" Faiz membiarkan suster menggendong satu bayi menidurkan di box, sementara ia menidurkan yang satu lagi.
"Sus, botol Dedek mana?" Faizah ingin menampung asi. Ia ingin pulang sebentar mengambil pakaian.
"Ada Mbak" Suster memberikan dua botol kepada Faizah. Faiz kembali duduk di tempat semula memeras asi. Setelah dua botol penuh, ia letakkan di box masing-masing.
Faizah lalu mendekati Barra yang tengah sibuk dengan handphone. "Tuan, Dedek sudah bobo, saya izin pulang mengambil pakaian sebentar." Izin Faizah ragu-ragu khawatir tidak diperbolehkan.
"Pulang?" Barra berpaling dari hape, menatap Faiz. Jelas dari raut wajahnya tidak membolehkan Faizah pergi walau sebentar, karena tidak ingin anaknya menangis jika terlambat minum asi.
"Jangan khawatir Tuan, saya sudah siapkan asi ke dalam botol." Faizah tahu apa yang Barra pikirkan.
"Jangan lama-lama." tegas Barra, lalu kembali menatap handphone.
Setelah diperbolehkan, gantian Faizah yang diam di tempat, karena berpikir sesuatu.
"Cepat berangkat" Barra tidak ingin Faizah terlambat, karena nanti sore waktunya pulang dari rumah sakit ini.
"Anu Tuan" Faizah menggaruk kepalanya, ia tersenyum untuk yang pertama kali, setelah seminggu ini selalu menangis.
"Anu apa?" Bara mengerutkan kening.
"Saya pinjam uang 50 puluh ribu boleh tidak, Tuan" Faizah sebenarnya malu, tapi dia butuh uang untuk transport.
Barra membuka dompet menarik uang berwarna merah memberikan kepada Faiz.
"Lima puluh ribu saja Tuan"
"Tidak ada receh."
"Terima kasih Tuan." Faizah hendak membuka pintu, tetapi menarik tangannya kembali lalu balik badan hendak menemui suster yang menunggu bayi di pinggir box.
"Mau kemana kamu? Keburu sore nanti." Barra lama-lama kesal juga.
"Saya mau pesan ojek tapi tidak bawa hape Tuan" Faiz bermaksud minta tolong suster untuk memesan ojek online.
Barra pun akhirnya mengetik handphone memesan ojek. "Sudah" ucapnya tanpa menatap wajah Faiz. Faizah mengucap terimakasih untuk sekali lagi, kali ini ia pergi. Tiba di depan rumah sakit, ojek sudah menunggu.
.
Tiba di rumah, Faizah mengetuk pintu tidak lama kemudian muncul wanita yang lebih muda darinya. "Siapa kamu?" Faizah kaget bukan kepalang, bercerai baru seminggu Ahsan sudah membawa wanita ke rumah.
"Saya istri Mas Ahsan " jawabnya ketus.
"Mau apa kamu datang kesini?!" Tandas Ahsan, yang baru muncul tanpa baju, hanya mengenakan celana kolor.
"Tidak ada salahnya saya datang kesini, toh separuh dari rumah ini milik saya." Faizah meyakini masih punya hak gono gini, karena rumah ini mereka bangun setelah menikah.
"Hahaha... separuh rumah ini milik kamu? Rumah ini dibangun dengan uang saya, karena saya yang mencari duit." Tukas Ahsan, lalu memeluk wanita yang katanya istri itu.
Faizah kecewa, marah, dan benci dengan pria yang pernah dia cintai itu. "Sekarang saya tahu Bang, alasan kamu menceraikan saya bukan karena saya terlambat punya anak bukan, tapi karena wanita lain."
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Dewi kunti
dan yg mencelakai adalah org suruhan suamimu karena sudah menggatal pingin nikah lagi
2025-05-23
4
🌷💚SITI.R💚🌷
udah buang aja tuh laki ga punya hati..smg kamu dapat jodoh yg lbh baik lg
2025-05-24
1
vj'z tri
jangan bilang kecelakaan ulah kalian ber2 😡😡😡😡😡
2025-05-23
1