Chairil terpental cukup jauh, akibat dorongan yang cukup kuat dari Ardi. Untuk sesaat ia belum menyadari situasi yang terjadi. Sebab tubuhnya sempat terbentur oleh dinding bangunan tersebut. Hingga akhirnya ia mendengar suara teriakkan Ardi.
"Aaakh !!" Dan seketika itu juga ia menolehkan wajahnya ke sumber suara. Dan terlihatlah olehnya, Ardi yang sudah bersimbah darah akibat sebuah besi yang menancap di punggungnya.
"Mang Ardi!! Mang Ardi!!" Teriak Chairil. Lalu ia pun berlari menghampirinya. "Bertahanlah Mang! Aku akan memanggil ambulans! Jangan tidur ya Mang!" Katanya sambil ia mengambil benda pipih yang ada di saku jaketnya. Dan ia pun langsung menghubungi pihak rumah sakit. Ia tampak begitu panik melihat keadaan supirnya yang lumayan parah itu.
Melihat kepanikan Chairil, Ardi pun meraih tangan Chairil. "D-den... Sa-saya tidak papa. A-aden tidak apa-apakan? Maaf ta-tadi Mamang terlalu kuat me-mendorong Aden ya? A-apakah a-ada yang ter-luka Den?" Tanyanya, dengan suara yang tertahan seperti sedang menahan sesuatu.
"Sudah seperti ini, Mamang masih mengkhawatirkan orang lain hah?!" Kata Chairil membentak. "Ah! Maaf Mang saya panik."katanya lagi terlihat merasa bersalah. Lalu ia meraih tangan Ardi. "Saya baik-baik saja Mang. Terimakasih sudah menyelamatkan saya."
"Hms... I-itu sudah kewajiban sa-saya Den." Balas Ardi masih menahan rasa sakitnya. "Huk... Huk...brus..."
Chairil semakin panik, setelah ia melihat Ardi menyemburkan darah dari mulutnya setelah terbatuk. "Ah, Mang Ardi?! Mang saya mohon bertahanlah!" Pintanya. Dan di saat bersamaan, beberapa pria berseragam polisi datang menghampiri mereka. Tampaknya tadi Chairil menyempatkan diri untuk menghubungi pihak berwajib.
"Ada apa ini Ril? Apa yang terjadi pada Mang Ardi? Mengapa dia jadi seperti ini?!" Tanya salah dari mereka.
"Jangan tanya gua dulu Danu! Gua juga nggak tahu! Cepat Lo cari bantuan!" Balas Chairil, yang tampangnya semakin panik. Sebab ia melihat Ardi sudah tidak sadarkan diri.
"Ah, sorry baiklah." Balas pria berseragam yang di panggil Danu itu. Dan ia pun bermaksud menyuruh salah satu anak buahnya. Namun disaat bersamaan terdengar suara serini ambulance. "Ril, sepertinya ambulance datang!" Katanya. Dan benar saja, tak berapa lama kemudian mobil ambulans datang mendekati mereka.
Setelah mobil berhenti para petugas kesehatan langsung membawa brankar untuk membawa Ardi. Setelah Ardi dibawa oleh mobil ambulans, Chairil langsung menghampiri Danu.
"Dan, gua mau ke rumah sakit, jadi masalah disini gua serah sama Elo. Tolong selidiki, oke?" Pinta Chairil pada Danu yang ternyata ia adalah sahabat Chairil.
"Oke Ril. Lo memang harus kerumah sakit, obatin tuh lengan dan dahi Lo. Masalah disini nggak usah Lo pikirkan. Karena gua akan menanganinya sampai tuntas. Sekarang sebaiknya Lo pergi saja." Balas Danu seraya ia menepuk pundak Chairil.
Setelah mendapatkan balasan dari Danu. Chairil pun langsung pergi meninggalkan Danu berserta Anak buanya. Karena supirnya sedang terluka, akhirnya ia sendiri yang menyetirkan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit ia langsung menuju ke ruang operasi. Yang ternyata disana Rendi asisten, sekaligus sahabatnya sudah menunggu dirinya.
"Lo kok bisa ada disini? Siapa yang memberitahu Lo hah?" Tanya Chairil, tampak heran, dan curiga saat melihat sahabatnya itu.
"Lo kok curiga gitu sih ama gua? Gue disini tuh karena di kasih tau Danu tau!" Balas Rendi sedikit kesal karena dicurigai oleh sahabatnya sendiri. Namun saat ia melihat darah yang menetes dari tangan Chairil, ia pun menjadi khawatir. "Ril, Lo baik-baik sajakan?" Tanya Rendi seraya ia hendak memeriksa tangan Chairil. Namun baru saja ia menyentuhnya tiba-tiba saja Chairil...
"Aakh!!" Pekik Chairil merasakan sakit pada lengannya setelah disentuh oleh Asistennya. "Gua baik-baik saja!" Balasnya sembari ia mendorong tubuh Rendi.
"Apanya yang baik-baik saja hah?! Jelas-jelas Lo kesakitan saat gue nyentuh tangan Lo. Dan lihat tuh, darah Lo berceceran di lantai!" Protes Rendi yang merasa heran, karena Chairil tak biasa ia mengabaikan luka pada tubuhnya. "Sekarang sebaiknya Lo obatin dulu deh luka Elo. Lagian Mang Ardikan masih dioperasi. Pasti akan lama selesainya. Jadi ayo kita ke IGD dulu." Katanya lagi. Dan kembali lagi ia menarik tangan Chairil. Tapi kali ini ia menarik tangan yang sebelah kanannya. Sebab yang adalah tangan kirinya.
Chairil akhirnya mengikuti langkah Rendi menuju keruang IGD. Sesampainya di ruangan tersebut, Chairil pun langsung ditangani oleh salah satu dokter yang bertugas di sana. Selama proses pengobatan Chairil hanya diam saja, seperti ada yang ia pikirkan. Sehingga ketika dokter berbicara padanya tak ia hiraukan. Rendi yang melihatnya, langsung menyenggolnya.
"Ada apa sih?!" Tanya Chairil terdengar ketus.
"Aih... Kok marah? Tuh Dokter lagi ngomong sama Lo. Tapi Lo kok malah melamun sih." Balas Rendi seandanya.
"Ah, maaf Dok! Saya lagi nggak fokus. Tapi ada apa ya Dok?" Tanya Chairil pada Dokter yang terlihat masih membalut lukanya yang ada di lengannya.
"Tidak apa-apa Pak. Saya hanya mau memberitahu kalau luka di lengan anda ini cukup dalam dan sudah saya jahit. Jadi jangan sampai terkena air ya Pak." Ujar sang Dokter mengingatkan Chairil.
"Ooh, baik Dok saya akan mengingatnya. Apakah sekarang sudah selesai?" Tanya Chairil lagi terdengar datar
"Ya sudah selesai pak, saya tinggal menuliskan resep obat saja kok." Balas Sang Dokter dan bermaksud untuk menuliskan resep dimejanya.
"Ooh kalau begitu berikan saja pada asisten saya Dok." Kata Chairil, dan ia pun langsung keluar dari ruangan dokter tersebut. Membuat Rendi yang melihatnya langsung melongok.
"Haah... Eh... Main menyelonong baek tuh orang." Gerutu Rendi setelah kepergian sahabatnya itu. "Eh, maaf ya Dok, teman saya itu, lagi kacau pikirannya. Jadi ya seperti itu deh." Jelasnya lagi pada Sang Dokter.
"Iya tidak apa-apa, saya maklum kok. Oh iya, ini resepnya, dan jangan lupa tiga hari lagi, suruh beliau datang untuk menganti perbannya." Kata sang Dokter sembari ia menyerahkan secarik kertas putih pada Rendi.
"Baik Dok. Kalau begitu saya permisi."
"Silahkan Pak."
Setelah mendapatkan balasan dari sang dokter. Rendi pun meninggalkan ruangan itu juga. Dan ia langsung mengambil obat ke apotik. Setelah mendapatkan obat ia segera menghampiri Chairil, yang saat ini sudah berada didepan ruang operasi.
"Ril, sebaiknya Lo makan roti ini, biar Lo bisa langsung minum obatnya." Kata Rendi seraya ia menyodorkan sebungkus roti pada Chairil, yang sedang duduk di kursi tunggu.
"Nanti saja, gua lagi nggak nafsu!" Ketus Chairil sambil mendorong tangan Rendi. Disaat bersamaan pintu ruangan operasi terbuka. Melihat itu Chairil pun langsung bangkit dari duduknya. Dan ia pun menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
"Gimana keadaan pasien yang didalam Dok?" Tanya Chairil tampak begitu penasaran
"Kami sudah cukup berusaha Pak. Sekarang tinggal tergantung keinginan hidup dari pasien itu sendiri. Dan menunggu keajaiban dari tuhan. Untuk itu perbanyaklah berdoa ya Pak." Jawab sang Dokter. Membuat Chairil tubuh Chairil menjadi gemetar. Hingga tak bisa mengeluarkan kata-katanya lagi.
Karena Chairil tak hanya diam saja, sang Dokter pun pamit pada Rendi, yang berdiri di samping Chairil. "Kalau begitu saya permisi." Katanya lagi dan hanya di balas dengan anggukan oleh Rendi. Setelah itu sang Dokter pun berlalu meninggalkan mereka.
"Lo yang sabar ya Ril." Kata Rendi terlihat cemas, saat melihat sahabatnya yang semakin pucat wajahnya. Disaat bersamaan terdengar suara seorang pria memanggil nama mereka.
"Airil! Rendi!" Chairil dan Rendi langsung menoleh secara bersamaan.
"Papah?"
"Om Andara?" Gumam mereka secara bersamaan. Setelah melihat wajah pria itu, yang ternyata ia adalah Andara Ayah Chairil.
"Apakah Kamu baik-baik saja Nak?" Tanyanya, sambil memeluk tubuh Chairil. Namun baru saja ia memeluknya tiba-tiba saja tubuh Chairil terkulai lemas dan akhirnya tak sadarkan diri.
"Airil!!"
__________
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys. Syukron 🙏🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments