Darah Yang Di Buru

Tangan itu keluar duluan—besar, bersisik, kukunya panjang dan hitam seperti tombak karatan. Dari retakan tanah, asap hitam mendesis dan bau daging busuk menusuk hidung. Suara geraman rendah mengguncang dada, seperti raungan raksasa yang ditelan bumi.

Kenan mundur satu langkah. Tubuhnya gemetar. Nafasnya pendek. “Itu... itu apa?”

Sasmita sudah mengangkat keris Larang-nya. Api biru samar menyelimuti bilah pusaka itu, tapi hatinya tidak tenang. Aura makhluk ini... beda. Lebih tua. Lebih jahat. Lebih lapar.

“Itu... bukan siluman biasa,” desisnya. “Ini... anak buah Manglayang Merah.”

Dari balik asap, sosoknya muncul perlahan—tinggi dua meter lebih, badannya bungkuk, matanya merah menyala, kulitnya hitam retak seperti tanah kekeringan. Mulutnya sobek sampai ke telinga. Giginya rapat, kecil-kecil dan banyak, seperti parutan besi.

Ia melirik Kenan.

Dan langsung mengaum.

Dalam sekejap, tanah terbelah lebih lebar dan makhluk itu melesat ke depan dengan kecepatan tak masuk akal. Suara ledakan tanah mengiringi loncatannya. Tujuannya jelas: Kenan.

“KENAN!!!” Tri menubruk bocah itu dan menjatuhkannya ke samping.

Makhluk itu menghantam tanah tempat mereka berdiri. Ledakan debu dan tanah terciprat ke segala arah.

Ningsih bergerak cepat, membuka kantong jimatnya dan melempar segel ayat ke arah iblis itu. Api merah menyambar dari kertas suci—tapi makhluk itu hanya menoleh... dan tertawa kecil.

Satu lompatan.

Tangannya menghantam Ningsih hingga gadis itu terpental ke dinding dapur. Tubuhnya terbanting keras, dan darah muncrat dari mulutnya.

“NINGSIH!” teriak Sasmita.

Tri mencabut belatinya. Perak murni. Ia berlari ke arah makhluk itu dan menancapkan pisau ke punggungnya—tapi tidak masuk. Kulit makhluk itu keras seperti baja neraka. Ia menoleh dan mencengkram leher Tri, mengangkatnya seperti boneka.

“Mati,” desis makhluk itu.

“LEPASKAN DIA!!” Sasmita melesat, keris Larang-nya menyabet tangan iblis itu. Luka terbuka di kulitnya—akhirnya.

Makhluk itu meraung, melepaskan Tri dan mundur beberapa langkah. Tapi tatapannya makin beringas.

Maya dan Aditya memeluk Kenan di dekat pintu belakang. Wajah mereka pucat, mata Maya berlinang. “Kenan... kita harus kabur!”

Tapi kaki mereka tak bisa bergerak. Terpaku. Takut.

Sasmita berdiri di depan makhluk itu, nafasnya berat. Tangan kanannya sedikit bergetar.

Keris Larang-nya menyala lebih terang, tapi tubuhnya tak sekuat dulu.

Makhluk ini... terlalu kuat.

Bahkan bagi dirinya.

Dan tiba-tiba, kenangan itu datang lagi. Kilatan memori yang ia simpan dalam-dalam selama bertahun-tahun.

Malam. Hujan. Jeritan. Darah ayahnya di tanah. Makhluk mirip ini—dengan tatapan yang sama haus darah—menerkam tanpa ampun.

“Ayah…” bisiknya.

Sasmita mengatupkan rahangnya. “Sialan.”

Makhluk itu kembali melompat—lebih cepat. Ia menghantamkan kedua tangannya ke arah Sasmita, seperti palu raksasa. Sasmita mencoba menangkis—tapi terdorong mundur, tubuhnya menghantam pohon.

Ia jatuh. Keris Larang terlempar dari tangan.

Makhluk itu berdiri di atasnya. Nafasnya bau busuk neraka. Tangannya terangkat.

Lalu—

“LARI!” suara Mbah Sujana memecah udara. Tua, serak, penuh perintah.

Pria tua itu berdiri di tengah halaman, tongkat tulangnya bergetar dengan kekuatan yang entah datang dari mana. Jubahnya terbuka. Dari dadanya, sinar merah menyala. Segel darah.

“Iblis dari tanah yang membusuk. Aku panggil hukum lamamu! ATURAN PERTAMA! JANGAN SENTUH TUANMU SEBELUM WAKTUNYA!”

Ia menancapkan tongkat ke tanah. Ledakan cahaya meledak dari ujungnya.

Iblis itu terhempas ke belakang, menggeram keras, kesakitan.

Sasmita terbatuk. “Apa yang lo—”

“Bawa mereka pergi!” teriak Mbah Sujana. “Kalian belum siap! Tapi anak itu... harus hidup!”

Aditya sudah menarik Maya dan Kenan ke mobil.

Sasmita bangkit sambil memungut kerisnya. “Gue nggak ninggalin lo!”

“PERGI!!” raung Mbah Sujana. Matanya berdarah. Tubuhnya gemetar.

Tri membantu Ningsih bangun, darah masih menetes dari pelipisnya. “Kak... kita harus ikut!”

Sasmita menatap Mbah Sujana. Satu detik. Dua. Lalu ia berlari.

Semua naik ke mobil. Aditya menginjak gas.

Dari jendela belakang, Sasmita melihat Mbah Sujana berdiri sendiri di tengah halaman, menghadapi makhluk itu yang mulai bangkit lagi. Lebih marah. Lebih liar.

Lalu...

Iblis itu menyerang.

Tak ada waktu. Tak ada perlawanan lagi.

Makhluk itu mencabik tubuh Mbah Sujana seperti kain tua. Darah muncrat ke udara. Bagian tubuhnya terpental, menempel di pohon dan tembok.

Kenan menjerit. Maya memalingkan muka dan menangis. Tri menggigit bibir sampai berdarah. Ningsih menutup mata.

Sasmita hanya diam.

“Gue janji... lo gak mati sia-sia, Mbah.”

Mobil melaju meninggalkan rumah.

Dan dari kejauhan, jeritan Mbah Sujana—samar—masih terdengar. Sampai semuanya sunyi.

Beberapa jam kemudian – Jalan Kabupaten

Mobil berhenti di pinggir jalan, mesin dibiarkan menyala. Di dalam, semuanya diam.

Maya memeluk Kenan erat. Anak itu tak bicara. Tatapannya kosong, pandangannya menembus kaca jendela.

Tri memegangi luka di lengannya. Ningsih duduk dengan kepala bersandar di kursi. Wajahnya lelah, tubuhnya masih gemetar.

Sasmita duduk di depan, memandangi tangannya sendiri. Sedikit luka. Tapi bukan itu yang sakit.

Itu makhluk... bukan kelas bawah.

Itu... pemecah segel.

Dia menarik nafas panjang, lalu menoleh ke belakang.

“Dengerin gue semua.”

Suara Sasmita rendah tapi tegas.

“Mulai sekarang... gak ada yang namanya hidup normal lagi. Lo semua udah masuk ke medan perang. Kenan, lo adalah target. Dan kita... cuma punya satu pilihan—melawan atau mati.”

Kenan menatapnya. “Gue gak bisa. Gue cuma anak kecil...”

“Lo bukan cuma anak kecil,” balas Sasmita. “Lo pewaris darah. Dan darah lo dicari.”

Dia membuka laci dashboard, mengeluarkan peta dan foto-foto tua. Simbol-simbol merah melingkari pegunungan tertentu.

“Gue tau ke mana kita harus pergi.”

“Ke mana?” tanya Aditya, suaranya pelan.

Sasmita menatap peta itu.

“Ke tempat di mana segel asli Manglayang Merah dibuat.”

Ia menatap langit senja yang mulai memerah. Seolah dunia ikut memperingatkan.

Episodes
1 Bunyi Dari Lantai Atas
2 Sialan, Rumahnya Banyak Setan
3 Bayangan Tak Berwajah
4 Garis Berdarah
5 Darah Yang Di Buru
6 Garis Keturunan yang terlupakan
7 Terror Pocong Sungsang
8 Panti, Anak Anak, dan PeringatanTerakhir
9 Keputusan Rengganis Larang
10 Melindungi Sesama
11 Abu dan pendeta yang tertinggal
12 Jalan Menuju Segel Terakhir
13 Pengorbanan
14 Desa Yang Berbisik
15 Penjaga Altar Turun
16 Hutan Penyegelan
17 Penjaga Altar
18 Segel Yang Terbuka
19 Kujang Kembar Larang
20 Elang Sembara
21 Segel Darah
22 Perpisahan
23 Rencana Murid Untuk Guru nya
24 Bubur Ayam
25 Taman yang tenang
26 Malam Jadi Manusia Normal
27 Nama yang di hapus dari Tanah
28 Aroma Busuk Dari Nyalindung
29 Yang Tidak Tersentuh Kurap
30 Bau Busuk Dari Sawah Mati
31 Nama Yang Membakar
32 Darah Yang Tak Berani Mengalir
33 Penyelamatan dadakan
34 Pewaris Yang Mundur
35 Hutan, Ikan dan Hati yang masih bertanya
36 Bisikan dari perut bumi
37 Kosekuensi kejutan dari perut tanah
38 Kedatangan Bayangan
39 Ajakan yang menyeblkan
40 Kebingungan Darah Dan Harapan
41 Kebangkitan Dari Rawa
42 Dendam Lama Dari Rawa
43 Pengorbanan Untuk sebuah Takdir
44 Api Dendam yang menyala
45 Titik Lemah Dan Kebusukan
46 Cekikan Kegilaan
47 Akhir Dari Kutukan
48 Cahaya Di Balik Kegelapan
49 Seorang Pahlawan Sejati
50 Kembali Ke Sangkar
51 Kegelisahan Kencan Pertama
52 Dilema Senjata Baru
53 Kisah Penburu Siluman, Dan Dompet Kosong
54 Misi Baru Di Bogor
55 Kakak Merah dan Tawaran Seratus Juta
56 Kebenaran Dan Keyakinan
57 Bayangan Wibawa Nusantara
58 Kembalinya Si Bilah Pamusnah
59 Asrama Yang Terkutuk
60 Uang VS Kencan dan Terror Pertama
61 Jeritan dan Labirin Tak Berujung
62 Dari Kegelapan Sang Penyelamat
63 Pertarungan Tanpa Asa
64 Tebasan Kebebasan
65 Jejak Luka Di Balik Senyuman Merah
66 Bayangan Masa Lalu dan Tekad Pemburu
67 Pemanggilan Si Luru
68 Jalan Menembus Dimensi Kesakitan
69 Api Iman dan Akhir Sang Dendam
70 Jejak Kedamaian dan di balik kekelaman
71 Taman Ketenangan Baru
72 Ketenangan Sebuah Awal
73 Rezeki Nomplok Dan Dilema Kencan
74 Gengsi seorang Rengganis
75 Transformasi Sasmita
76 Kencan Pertama Di Kota Kembang
77 Bayangan Wibawa Nusantara
78 Serangan Mendadak Dan Ular Api
79 Pertolongan Siluman
80 Markas Baru dan Sekutu Lama
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bunyi Dari Lantai Atas
2
Sialan, Rumahnya Banyak Setan
3
Bayangan Tak Berwajah
4
Garis Berdarah
5
Darah Yang Di Buru
6
Garis Keturunan yang terlupakan
7
Terror Pocong Sungsang
8
Panti, Anak Anak, dan PeringatanTerakhir
9
Keputusan Rengganis Larang
10
Melindungi Sesama
11
Abu dan pendeta yang tertinggal
12
Jalan Menuju Segel Terakhir
13
Pengorbanan
14
Desa Yang Berbisik
15
Penjaga Altar Turun
16
Hutan Penyegelan
17
Penjaga Altar
18
Segel Yang Terbuka
19
Kujang Kembar Larang
20
Elang Sembara
21
Segel Darah
22
Perpisahan
23
Rencana Murid Untuk Guru nya
24
Bubur Ayam
25
Taman yang tenang
26
Malam Jadi Manusia Normal
27
Nama yang di hapus dari Tanah
28
Aroma Busuk Dari Nyalindung
29
Yang Tidak Tersentuh Kurap
30
Bau Busuk Dari Sawah Mati
31
Nama Yang Membakar
32
Darah Yang Tak Berani Mengalir
33
Penyelamatan dadakan
34
Pewaris Yang Mundur
35
Hutan, Ikan dan Hati yang masih bertanya
36
Bisikan dari perut bumi
37
Kosekuensi kejutan dari perut tanah
38
Kedatangan Bayangan
39
Ajakan yang menyeblkan
40
Kebingungan Darah Dan Harapan
41
Kebangkitan Dari Rawa
42
Dendam Lama Dari Rawa
43
Pengorbanan Untuk sebuah Takdir
44
Api Dendam yang menyala
45
Titik Lemah Dan Kebusukan
46
Cekikan Kegilaan
47
Akhir Dari Kutukan
48
Cahaya Di Balik Kegelapan
49
Seorang Pahlawan Sejati
50
Kembali Ke Sangkar
51
Kegelisahan Kencan Pertama
52
Dilema Senjata Baru
53
Kisah Penburu Siluman, Dan Dompet Kosong
54
Misi Baru Di Bogor
55
Kakak Merah dan Tawaran Seratus Juta
56
Kebenaran Dan Keyakinan
57
Bayangan Wibawa Nusantara
58
Kembalinya Si Bilah Pamusnah
59
Asrama Yang Terkutuk
60
Uang VS Kencan dan Terror Pertama
61
Jeritan dan Labirin Tak Berujung
62
Dari Kegelapan Sang Penyelamat
63
Pertarungan Tanpa Asa
64
Tebasan Kebebasan
65
Jejak Luka Di Balik Senyuman Merah
66
Bayangan Masa Lalu dan Tekad Pemburu
67
Pemanggilan Si Luru
68
Jalan Menembus Dimensi Kesakitan
69
Api Iman dan Akhir Sang Dendam
70
Jejak Kedamaian dan di balik kekelaman
71
Taman Ketenangan Baru
72
Ketenangan Sebuah Awal
73
Rezeki Nomplok Dan Dilema Kencan
74
Gengsi seorang Rengganis
75
Transformasi Sasmita
76
Kencan Pertama Di Kota Kembang
77
Bayangan Wibawa Nusantara
78
Serangan Mendadak Dan Ular Api
79
Pertolongan Siluman
80
Markas Baru dan Sekutu Lama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!