Sialan, Rumahnya Banyak Setan

Tembakan tadi masih bergema di kepala Maya. Asap dari peluru menyebar, dan aroma besi hangus menggantikan bau busuk yang sempat mendominasi rumah itu. Sosok wanita bertrench coat merah itu menurunkan senjatanya dengan santai, seolah baru saja menembak seekor tikus di dapur.

Aditya masih memeluk Maya, sementara mata mereka terpaku pada si tamu misterius.

“Siapa... siapa kamu?” tanya Aditya dengan suara pelan, setengah takut.

Wanita itu mengangkat alis. “Yang jelas bukan sales vacuum cleaner.”

Ia berjalan masuk begitu saja, langkahnya ringan tapi penuh percaya diri. Mata tajamnya menyisir ruangan. Setiap detik terasa seperti adegan dalam film thriller murahan... kalau filmnya digarap oleh orang kerasukan dan nulis naskahnya sambil kesurupan.

“Nama gue Rengganis. Tapi lo boleh panggil gue Larang. Atau... panggil ambulan kalau masih pengen sok nanya-nanya padahal udah hampir disembelih makhluk gaib.”

Aditya dan Maya masih terpaku. Rengganis mengangkat tangan.

“Udah, santai. Gue di sini bukan mau nyulik ginjal lo atau nyari endorse,” katanya dengan gaya seenaknya, lalu melemparkan sesuatu dari sakunya.

Benda itu mendarat di lantai. Sebuah jimat kain berbentuk segitiga dengan aksara kuno di tengahnya.

Seketika, udara di rumah itu berubah. Suara-suara aneh yang mengelilingi lorong meredam perlahan. Detik jam terdengar normal. Aroma darah pun lenyap, digantikan oleh wangi menyan halus.

Maya menelan ludah. “Kamu... dukun?”

Rengganis mendesah panjang. “Astaga, istilah orang awam tuh ya... dukun. Mending gue dibilang montir siluman deh.”

Dia melangkah menuju ruang tengah, menendang tubuh siluman yang tadi hancur menjadi abu. “Ini bukan cuma gangguan. Rumah lo udah kayak halte kereta api dari neraka. Tiap malam ada yang turun. Dan lo berdua diem aja, nunggu sampai ada yang masuk kulkas kali?”

Aditya memaksakan senyum. “Kami kira... ini hanya gangguan biasa... rumah tua, kebetulan dekat hutan, mungkin—”

“Bro, lo tinggal di Lembang. Ini bukan hutan. Ini real estate,” potong Rengganis. “Tapi ya... kadang real estate pun dibangun di atas tanah yang penuh janji.”

Maya mengerutkan alis. “Janji?”

Rengganis menoleh. Matanya menyipit. “Lo gak pernah tanya tanah ini dulu apa? Tanah kosong? Pabrik tua? Kuburan massal? Atau... tempat ritual?”

Aditya menggeleng pelan. “Kami beli dari developer... gak pernah kepikiran.”

“Ya itu masalahnya. Orang-orang zaman sekarang mikir rumah cuma soal sertifikat. Gak pernah mikir energi. Aura. Riwayat darah. Dan sekarang... yang dulu dikubur bangkit minta perhatian.”

Tiba-tiba, dari arah tangga, terdengar langkah kaki kecil.

“Kenan!” seru Maya, reflek berlari ke arah tangga.

Rengganis bergerak lebih cepat, menghadang di tengah jalan. “Tunggu. Lo yakin itu anak lo?”

Maya terdiam. Wajahnya pucat.

“Dengar. Kalau itu beneran Kenan, dia nggak bakal turun pas tahu rumahnya penuh hantu. Tapi kalau itu... tiruannya lagi, lo bakal habis sebelum sempat peluk.”

Rengganis mengangkat tangan dan melempar sebutir batu ke arah tangga.

“Batu apa itu?” tanya Aditya.

“Batu pertanyaan,” jawabnya malas.

Begitu batu itu menyentuh lantai tangga, terdengar suara mendesis—dan sosok anak kecil yang terlihat seperti Kenan muncul dari balik dinding... lalu langsung terbakar menjadi asap hitam. Menyisakan aroma daging gosong.

Maya menjerit lagi.

“Tenang,” gumam Rengganis. “Kalau nyawanya udah hilang duluan, gak usah disuruh tenang juga gak bakal reinkarnasi jadi kucing.”

Dia kembali menatap Aditya. “Gue perlu lihat kamar anak lo. Dan lo—” katanya pada Maya, “—mandi. Lo kena energi mati. Bau bangkai nempel di badan lo kayak parfum murahan.”

Maya masih ingin protes, tapi Rengganis sudah naik tangga tanpa menunggu.

---

Kamar Kenan terlihat normal. Tapi hanya di permukaan. Rengganis melangkah pelan, jarinya menyentuh dinding, menarik garis tak kasatmata di udara.

"Ini bukan cuma gangguan siluman. Ada celah dimensi yang kebuka di sini. Tipis. Tapi cukup buat dilewatin makhluk dari sisi gelap."

Kenan duduk di pojokan, memeluk lutut. Matanya ketakutan.

Rengganis mendekat. “Nama lo Kenan, kan?”

Bocah itu mengangguk cepat.

Dia berlutut, menatap lurus ke arah anak itu. “Denger, kamu bakal baik-baik aja. Tapi jawab satu pertanyaan. Kamu pernah diajak ngobrol sama... ‘seseorang yang nggak kelihatan’? Mungkin dia bilang teman, atau ngajak main?”

Kenan ragu-ragu, lalu mengangguk pelan.

“Apa yang dia minta?”

Kenan bergumam lirih. “Dia bilang... aku cuma harus buka jendela. Setiap malam.”

“Dan kamu buka?”

“Iya... karena dia janji bisa balikin Ayah dan Ibu ke waktu dulu... sebelum mereka sering marah.”

Rengganis terdiam sejenak. Pandangannya menjadi dingin.

“Siluman ini licik,” gumamnya. “Pake trauma anak buat buka portal.”

Dia berdiri, membuka tas pinggangnya, mengeluarkan lilin hitam, cermin kecil, dan sebuah keris kecil.

“Sekarang kita tutup gerbangnya.”

---

Ritual berlangsung cepat. Gerakan tangan Rengganis begitu terlatih, bacaan doanya meluncur dari bibir seperti desahan angin malam di gunung. Di ujung ritual, api lilin membiru, dan cermin di tangan Rengganis bergetar hebat.

Lalu—pecah.

“Celah udah tertutup. Tapi... ini bukan akhir. Ini awal.”

Dia bangkit, menatap keluar jendela. “Gue mau lihat halaman belakang.”

---

Halaman belakang rumah itu rapi. Terlalu rapi. Pohon palem simetris. Rumput halus. Tapi di salah satu sudut—ada tanah yang terlihat baru digali.

Rengganis mendekat.

“Pernah ada sumur di sini?” tanyanya.

Aditya yang mengikuti dari belakang mengangguk. “Iya... tapi kata developer, sumur lama. Ditutup karena udah kering.”

Rengganis menarik napas panjang. “Itu bukan sumur. Itu portal. Tempat ini... pernah dijadiin titik pemanggilan. Ritual besar. Dan mereka... gagal nutupnya.”

Ia membuka mantelnya, mengeluarkan benda seperti botol kaca berisi cairan hitam pekat.

Tanpa peringatan, dia tuangkan ke tanah.

Begitu cairan menyentuh tanah, terdengar suara—bukan dari dunia ini. Jeritan. Rintihan. Suara seperti bayi, wanita, dan binatang liar bercampur jadi satu.

“Lo pikir ini rumah biasa, bro?” katanya pelan ke Aditya. “Lo tinggal di bekas altar darah. Dan lo buka pintunya tiap malam.”

Aditya terduduk. “Kami gak tahu... kami cuma pengen hidup tenang.”

Rengganis menatapnya. Matanya melembut... sedikit.

“Tenang itu hak semua orang. Tapi kalau lo hidup di tanah yang belum diberesin utangnya, ya siap-siap diganggu penagih dari dunia sebelah.”

Dia berdiri. “Besok, gue panggil tim. Kita bersih total rumah ini. Tapi sekarang—”

Suara derit pintu tiba-tiba terdengar dari dalam rumah.

Rengganis reflek mengangkat senjatanya.

“Siap-siap. Kita belum selesai.”

---

Saat mereka masuk kembali, seluruh lampu rumah kembali menyala—dengan cahaya merah.

Dari langit-langit, darah mulai menetes.

Di dinding, bayangan-bayangan bergerak sendiri.

Dan dari tangga... muncul sosok tubuh-tubuh kecil.

Anak-anak.

Puluhan.

Berpakaian seperti dari era 70-an. Seragam sekolah. Baju tidur. Kaos sobek.

Wajah mereka... tidak manusiawi.

Mata hitam kosong. Mulut sobek. Beberapa tanpa rahang. Beberapa tanpa kulit.

Dan mereka semua tertawa.

“Ternyata ulang tahun beneran,” gumam Rengganis, memasang peluru ke senjatanya. “Dan gue nggak bawa kado. Tapi gue bawa ledakan.”

Aditya dan Maya mundur, menutup Kenan di belakang mereka.

Rengganis berdiri paling depan.

“Lo semua,” katanya sambil menatap makhluk-makhluk kecil itu, “harusnya udah tidur. Sekarang... gue kasih dongeng penutup.”

Dia menembak.

Satu... dua... tiga makhluk meledak jadi abu.

Sisanya menerjang, merangkak di dinding, melompat dari langit-langit.

Rengganis menyarungkan senapan, menghunus keris.

Begitu keris keluar dari sarungnya, cahaya merah menyala, dan simbol kuno di udara muncul. Makhluk yang mendekat langsung terbakar.

Tapi jumlah mereka terlalu banyak.

Rengganis tersenyum tipis. “Oke. Kalian maksa.”

Dari kantung sabuknya, ia mengeluarkan jimat terakhir—kertas kuning beraksara Arab kuno, lalu menempelkannya ke lantai.

“Al-‘Aduwwu yashraqu bi an-nur,” bisiknya.

Lantai rumah bergetar.

Dan dari bawah tanah... suara gaib menjawab.

Dalam satu ledakan cahaya, semua makhluk meledak menjadi abu—seluruh ruangan jadi hening.

Napas Maya tercekat. Aditya terduduk. Kenan menggigil dalam pelukan ibunya.

Dan Rengganis berdiri di tengah abu.

Penuh luka. Tapi berdiri.

“Gue udah bilang,” katanya datar. “Pestanya dibubarin.”

Episodes
1 Bunyi Dari Lantai Atas
2 Sialan, Rumahnya Banyak Setan
3 Bayangan Tak Berwajah
4 Garis Berdarah
5 Darah Yang Di Buru
6 Garis Keturunan yang terlupakan
7 Terror Pocong Sungsang
8 Panti, Anak Anak, dan PeringatanTerakhir
9 Keputusan Rengganis Larang
10 Melindungi Sesama
11 Abu dan pendeta yang tertinggal
12 Jalan Menuju Segel Terakhir
13 Pengorbanan
14 Desa Yang Berbisik
15 Penjaga Altar Turun
16 Hutan Penyegelan
17 Penjaga Altar
18 Segel Yang Terbuka
19 Kujang Kembar Larang
20 Elang Sembara
21 Segel Darah
22 Perpisahan
23 Rencana Murid Untuk Guru nya
24 Bubur Ayam
25 Taman yang tenang
26 Malam Jadi Manusia Normal
27 Nama yang di hapus dari Tanah
28 Aroma Busuk Dari Nyalindung
29 Yang Tidak Tersentuh Kurap
30 Bau Busuk Dari Sawah Mati
31 Nama Yang Membakar
32 Darah Yang Tak Berani Mengalir
33 Penyelamatan dadakan
34 Pewaris Yang Mundur
35 Hutan, Ikan dan Hati yang masih bertanya
36 Bisikan dari perut bumi
37 Kosekuensi kejutan dari perut tanah
38 Kedatangan Bayangan
39 Ajakan yang menyeblkan
40 Kebingungan Darah Dan Harapan
41 Kebangkitan Dari Rawa
42 Dendam Lama Dari Rawa
43 Pengorbanan Untuk sebuah Takdir
44 Api Dendam yang menyala
45 Titik Lemah Dan Kebusukan
46 Cekikan Kegilaan
47 Akhir Dari Kutukan
48 Cahaya Di Balik Kegelapan
49 Seorang Pahlawan Sejati
50 Kembali Ke Sangkar
51 Kegelisahan Kencan Pertama
52 Dilema Senjata Baru
53 Kisah Penburu Siluman, Dan Dompet Kosong
54 Misi Baru Di Bogor
55 Kakak Merah dan Tawaran Seratus Juta
56 Kebenaran Dan Keyakinan
57 Bayangan Wibawa Nusantara
58 Kembalinya Si Bilah Pamusnah
59 Asrama Yang Terkutuk
60 Uang VS Kencan dan Terror Pertama
61 Jeritan dan Labirin Tak Berujung
62 Dari Kegelapan Sang Penyelamat
63 Pertarungan Tanpa Asa
64 Tebasan Kebebasan
65 Jejak Luka Di Balik Senyuman Merah
66 Bayangan Masa Lalu dan Tekad Pemburu
67 Pemanggilan Si Luru
68 Jalan Menembus Dimensi Kesakitan
69 Api Iman dan Akhir Sang Dendam
70 Jejak Kedamaian dan di balik kekelaman
71 Taman Ketenangan Baru
72 Ketenangan Sebuah Awal
73 Rezeki Nomplok Dan Dilema Kencan
74 Gengsi seorang Rengganis
75 Transformasi Sasmita
76 Kencan Pertama Di Kota Kembang
77 Bayangan Wibawa Nusantara
78 Serangan Mendadak Dan Ular Api
79 Pertolongan Siluman
80 Markas Baru dan Sekutu Lama
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bunyi Dari Lantai Atas
2
Sialan, Rumahnya Banyak Setan
3
Bayangan Tak Berwajah
4
Garis Berdarah
5
Darah Yang Di Buru
6
Garis Keturunan yang terlupakan
7
Terror Pocong Sungsang
8
Panti, Anak Anak, dan PeringatanTerakhir
9
Keputusan Rengganis Larang
10
Melindungi Sesama
11
Abu dan pendeta yang tertinggal
12
Jalan Menuju Segel Terakhir
13
Pengorbanan
14
Desa Yang Berbisik
15
Penjaga Altar Turun
16
Hutan Penyegelan
17
Penjaga Altar
18
Segel Yang Terbuka
19
Kujang Kembar Larang
20
Elang Sembara
21
Segel Darah
22
Perpisahan
23
Rencana Murid Untuk Guru nya
24
Bubur Ayam
25
Taman yang tenang
26
Malam Jadi Manusia Normal
27
Nama yang di hapus dari Tanah
28
Aroma Busuk Dari Nyalindung
29
Yang Tidak Tersentuh Kurap
30
Bau Busuk Dari Sawah Mati
31
Nama Yang Membakar
32
Darah Yang Tak Berani Mengalir
33
Penyelamatan dadakan
34
Pewaris Yang Mundur
35
Hutan, Ikan dan Hati yang masih bertanya
36
Bisikan dari perut bumi
37
Kosekuensi kejutan dari perut tanah
38
Kedatangan Bayangan
39
Ajakan yang menyeblkan
40
Kebingungan Darah Dan Harapan
41
Kebangkitan Dari Rawa
42
Dendam Lama Dari Rawa
43
Pengorbanan Untuk sebuah Takdir
44
Api Dendam yang menyala
45
Titik Lemah Dan Kebusukan
46
Cekikan Kegilaan
47
Akhir Dari Kutukan
48
Cahaya Di Balik Kegelapan
49
Seorang Pahlawan Sejati
50
Kembali Ke Sangkar
51
Kegelisahan Kencan Pertama
52
Dilema Senjata Baru
53
Kisah Penburu Siluman, Dan Dompet Kosong
54
Misi Baru Di Bogor
55
Kakak Merah dan Tawaran Seratus Juta
56
Kebenaran Dan Keyakinan
57
Bayangan Wibawa Nusantara
58
Kembalinya Si Bilah Pamusnah
59
Asrama Yang Terkutuk
60
Uang VS Kencan dan Terror Pertama
61
Jeritan dan Labirin Tak Berujung
62
Dari Kegelapan Sang Penyelamat
63
Pertarungan Tanpa Asa
64
Tebasan Kebebasan
65
Jejak Luka Di Balik Senyuman Merah
66
Bayangan Masa Lalu dan Tekad Pemburu
67
Pemanggilan Si Luru
68
Jalan Menembus Dimensi Kesakitan
69
Api Iman dan Akhir Sang Dendam
70
Jejak Kedamaian dan di balik kekelaman
71
Taman Ketenangan Baru
72
Ketenangan Sebuah Awal
73
Rezeki Nomplok Dan Dilema Kencan
74
Gengsi seorang Rengganis
75
Transformasi Sasmita
76
Kencan Pertama Di Kota Kembang
77
Bayangan Wibawa Nusantara
78
Serangan Mendadak Dan Ular Api
79
Pertolongan Siluman
80
Markas Baru dan Sekutu Lama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!