Sementara di kafe S
Bima yang bertubrukan dengan szasza tadi sedang duduk dengan Rio dan Fatur temannya. Saat ke dua temannya bersenda gurau, sedang ia hanya terpaku diam sambil tangannya tanpa henti memainkan sedotan dalam gelas yang berisi jus.
Melihat hal itu, ke 2 temannya merasa aneh karena sejak kejadian di pintu tadi, Bima lebih banyak diam.
"Bima... Lo kenapa sih, sejak masuk tadi diam aja. Ada apa...?" tanya Rio.
Ia nih, kenapa sih...?" tanya Fatur sambil mengernyitkan dahi karena merasa heran dengan sikap Bima.
Bima sontak kaget dengan pertanyaan ke 2 temannya. Bima tidak langsung menjawab pertanyaan ke 2 temannya tapi sedotan yang sejak tadi hanya di putar-putar kini ia masukkan ke dalam mulutnya dan menyeruput jusnya.
Setelah di rasa tenggorokannya basah oleh jus tersebut, barulah Bima menatap ke 2 temannya.
" Gue ga kenapa-kenapa, memangnya ada apa ?" tanya balik Bima kepada 2 temannya itu.
Bima sengaja bertanya balik, supaya tidak terlihat oleh ke 2 temannya bahwa ia sejak tadi memikirkan wanita yang bertabrakan dengannya tadi. Entah kenapa saat melihat wajah wanita itu, ada perasaan yang aneh di hatinya.
" Di tanya malah tanya balik. Lo itu sejak masuk ke kafe tadi, cuma diam aja. Pasti ada yang lo pikirin. Katakan. Jangan bohongi kita. "ujar Fatur sedikit kesal karena Bima bertanya balik.
"Udah gue bilang, ga kenapa-kenapa, memangnya ga boleh kalo gue diam aja. Lagian gue lagi males ngobrol. " elak Bima dengan meyakinkan ke 2 temannya bahwa ia tidak apa-apa, dan berusaha menutupi kebohongannya, karena Bima tidak ingin ke 2 temannya mengetahui yang sebenarnya, bisa runyam jadinya, habislah nanti dijadikan bahan ejekan oleh ke 2 temannya ini. Seorang Bima telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Benarkah dirinya jatuh cinta. Tapi Bima menampik pikiran itu. Dirinya belum yakin benar. Karena selama ini, dirinya termasuk acuh kepada semua wanita. Tapi bukan berarti ia tidak menghargai wanita. Tidak terpikirkan olehnya keinginan memiliki kekasih seperti teman-temannya. Rio dan Fatur juga sudah memiliki kekasih, hanya dirinya yang masih berstatus jomblo. Bukan tidak laku. Dirinya termasuk pria yang di idolakan di sekolahan, siapa yang tidak kenal dengan Bima Prasetyo. Tampan dan pandai di segala kurikulum. Dan dia bintang di lapangan basket. Tidak sedikit wanita sekolah tergila-gila dan bahkan ada yang sampai berani terus terang mengungkapkan perasaan pada dirinya. Bima dengan sopan menolak.
" Apa lo mikirin cewek yang nabrak lo tadi ya..." seloroh Rio yang membuat Bima tersontak mendengar celoteh Rio.
" Wah ia tuh, benarkan yang dikatakan Rio..." ujar Fatur membenarkan pernyataan Rio.
" Apaan sih, jangan suka menduga pikiran orang, lo tuh bukan paranormal..." ujar Bima menangkis pernyataan Rio dan Fatur.
" Sudah sore, kita pulang aja. " ujar Bima kembali. Bima segera beranjak dari duduknya, dan berjalan menuju kasir untuk membayar minuman. Rio dan Fatur akhirnya ikut beranjak dari duduknya melihat Bima pergi begitu saja meninggalkan mereka yang masih kesal karena tidak puas dengan jawaban Bima yang sepertinya menutupi sesuatu. Mereka paham betul bagaimana Bima. Tapi di sisi lain, merekapun tidak bisa memaksa kehendak agar Bima mau bercerita. Mungkin nanti tanpa di minta Bima pasti akan terus terang.
Merekapun pergi menuju pintu kafe setelah Bima selesai membayar di kasir.
Di parkiran motor kafe S, Bima, Rio dan Fatur menghampiri motor mereka masing-masing. Tanpa berkata-kata apapun, mereka sibuk memakai jaket dan helm. Setelah itu mereka duduk diatas motor masing-masing.
" Rio..Fatur..gue duluan ya."
" Ok..Bim. " ujar Rio dsn Fatur bersamaan.
Bimapun langsung melajukan motor besarnya ke jalan disusul oleh Rio dan Fatur.
Di persimpangan jalan mereka berpisah.
Sesampainya depan rumah besar bergaya Eropa klasik dan bercat putih, Bima memelankan laju motornya, sambil menyapa ramah security yang sedang berjaga di pintu gerbang rumahnya.
" Sore pa Pardi..."
" Sore den Bima..."sambut pa Pardi melihat anak majikannya sudah pulang sambil membungkukkan tubuhnya.
" Pulangnya sore sekali, den."
" Ia, pa Pardi. Tadi habis latihan basket dan mampir ke kafe dengan Rio dan Fatur. " jawab Bima sambil tersenyum ramah.
" Bima masuk ke dalam ya pa Pardi."
" Ia, den..." kembali pa Pardi membungkukkan tubuhnya.
Melihat kebiasaan pa Pardi yang selalu membungkukkan tubuhnya seperti itu membuat Bima menggelengkan kepalanya. Sebenarnya Bima tidak begitu suka dengan kebiasaan pa Pardi seperti itu, berungkali ia menegurnya jangan lakukan hal seperti itu. Itu hanya memberikan kesan bahwa terlalu merendahkan diri.
" Maaf den Bima, pa Pardi tidak bisa merubah kebiasaan, dan ini hanya sebagai wujud hormat pa Pardi sebagai bawahan kepada majikan saja, den." jawab pa Pardi ketika itu.
Bima memasukkan motornya ke dalam garasi. Dan turun dari atas motor setelah memutar kontak kunci motornya.
Bima melangkahkan kakinya ke dalam rumah melalui pintu tembusan dari ruang garasi.
Bima langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada di lantai 2. Bima tahu pada jam saat ini, papa, mama dan mas Denni pasti belum pulang dari kantor. Keluarga yang sibuk. Tapi walaupun mereka sehari-hari sibuk dengan rutinitas, papa dan mama tidak pernah lupa kewajiban mereka sebagai orang tua. Kasih sayang tetap mereka curahkan kepada kedua anaknya. Bimapun tidak pernah merasa kehilangan dan memprotes kesibukan papa dan mamanya.
Bima membuka pintu kamarnya dan menutup kembali setelah ia sudah masuk ke dalam kamar. Bima menaruh tasnya di rak khusus untuk tas. Disana tertata beberapa tas ransel miliknya. Dan ia menaruh kunci motor dan hp diatas nanas yang berada di sisi ranjang tidur. Setelah melepaskan sepatu dan kaus kakinya, Bima merebahkan tubuhnya dengan posisi kaki yang menggantung di ranjang. Kedua tangannya ia sisipkan di belakang kepalanya sebagai bantalan kepalanya. Ia menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang menerawang kembali saat di kafe tadi. Terlintas kembali wajah wanita yang bertabrakan dengannya.
" Ah kenapa wajahnya masih mengganggu pikiranku. " batin Bima.
" Benar kata Rio dan Fatur, ada apa denganku."
Bima mengusap-usap wajahnya berkali-kali, berusaha menghilangkan bayangan wajah wanita yang di kafe tadi.
"Maaf..." kembali terngiang ucapan maaf dari wanita itu masih dengan wajah yang tertunduk, mungkin karena merasa bersalah. Padahal kesalahan bukan murni dari wanita itu, karena kesalahan ada pada dirinya juga karena pada saat melalui pintu ia berjalan sambil bersenda gurau dengan Rio dan Fatur. Walau wanita itu dengan wajah tertunduk, Bima masih bisa melihat jelas wajahnya.
" Sial, kenapa jadi begini..." ujar Bima kesal.
Bima bangun dari rebahannya. Bima melihat jam diatas nakas. Sudah pukul 18.00. Ia harus mandi. Bima beranjak dari ranjang dan berjalan menuju pintu kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments