3. Kerupuk Kulit

Pagi itu, Laras dan Uti berjalan bersama menuju ke pabrik kerupuk kulit milik Uti yang tak jauh dari rumah. Setiap pagi, Uti memang selalu ke pabrik untuk melihat kondisi di sana.

Tampak pekerja pabrik yang sudah beraktifitas. Di sana, memang lebih banyak pegawai laki - laki ketimbang perempuan.

"Walah, bungah yo ti, saiki enek konco neng omah. (Wah, senang ya ti, sekarang ada teman di rumah)."

"Alhamdulillah, Uti wis ra dewekan. Wes ayem pokok e. (Alhamduliah, Uyi sudah gak sendirian. Sudah tenang pokoknya.)"

"Weh, ayu tenan putune Uti. (Weh, cantik sekali cucunya Uti.)"

"Wes tekan to, mbak Laras. Malih ayu saiki, manglingi tenan mergo ra tau mulih. (Sudah sampai to, mbak Laras. Semakin cantik sekarang, bikin pangling karena gak pernah pulang.)"

"Mugo - mugo kerasan neng deso yo, mbak. Nggo ngonconi Uti. (Mudah - mudahan betah di desa ya, mbak. Untuk menemani Uti.)."

Para pegawai yang bekerja di pabrik kerupuk milik Uti, silih berganti menyapa Laras dan Uti. Laras sendiri tampak senang karena kedatangannya di sambut baik di sana.

"Uti tak ndelok gudang sek, nduk. (Uti mau lihat gudang dulu, nduk.)" Kata Uti setelah memeriksa kualitas kulit yang baru datang.

"Laras di sini saja ya, ti." Jawab Laras yang ikut berbaur dengan pegawai yang mengemas kerupuk kulit. Laras yang humble, tampak sangat mudah akrab dengan para pegawai di sana.

"Sudah selesai sekolahnya, mbak?" Tanya salah seorang pegawai.

"Alhamduliah, sudah selesai beberapa bulan lalu, lik." Jawab Laras.

"Berarti bener, mbak Laras kesini mau cari kerja?"

"Iya, soalnya cari kerja di kota sulit." Kekeh Laras.

"Mudah - mudahan cepet dapet kerja ya, mbak."

"Aamiin." Laras mengaminkan dengan sepenuh hati.

"Orang tua mbak Laras gimana kabarnya?"

"Alhamduah, sehat semua." Jawab Laras.

Laras tampak asyik mengobrol, namun tangannya juga tak berhenti memasukkan kerupuk ke dalam kemasan plastik. Sambil sesekali mencicipi kerupuk itu.

"Eee, lho, lho! mbak ini yang kemarin di boncengin mas Dimas ya? Oo, ternyata cucunya Uti. Kirain pacarnya mas Dimas." Tanya seorang gadis muda yang lebih muda dari Laras bernama Nila.

"Eh, bukan kok! Bukan pacarnya. Itu karena bawaan saya banyak, jadi si Hilman kerepotan mau bawa barang - barang saya. Kebetulan mas Dimas lewat, jadi saya di tebengin." Cerita Laras.

"Tumben! Padahal mas Dimas itu anti boncengin cewek, apa lagi anak gadis. Kalo gak bener - bener kepepet." Kata Nila yang membuat Laras mengerutkan dahi.

"Saya kemarin kan kepepet banget." Sahut Laras yang membuat Nila terkekeh.

"Iya juga, ya." Ujar Nila.

"Mulakno dadi bujang tuwek, mergo terlalu milih. (Makanya jadi bujang tua karena terlalu pemilih)." Celetuk yang lain.

"Sakjane ki, okeh wedokan sing seneng karo dene. Wong bocahe yo ngguanteng, sugih pisan. Tapi yo kuwi, cahe menengan opo meneh karo gadis. (Sebenarnya tu, banyak perempuan yang suka sama dia. Orang anaknya ya ganteng, kaya juha. Tapi ya itu, anaknya pendiem apa lagi sama gadis.)"

"Sssttt! Enek sing ngomong nak bocah kui ki mbelok alias ra seneng karo wedok. (Sssstt! Ada yang bilang kalau anak itu tuh belok/gak bener alias gak suka sama perempuan.)" Perghibahan dengan suara semakin lirih itu pun jadi semakin panas.

"Heh! Ojo sembarangan lambemu leh muni. Iso - iso dadi fitnah! (Heh! Jangan sembarangan mulutmu kalau bicara. Bisa - bisa jadi fitnah!)"

Laras hanya bisa menyimak percakapan para pegawai wanita yang di dominasi oleh ibu - ibu itu tanpa berniat untuk mengomentari.

Menurutnya, Dimas tak seburuk itu. Walaupun tak banyak bicara, pria itu baik, sopan dan cukup gentle.

"La, iki terno pesenane bu nyai, nduk. (La, ini antarkan pesanannya bu nyai, nduk.)" Pinta Uti.

"Njih, ti. Namung niki mawon?. (Iya, ti. Hanya ini saja?)" Tanya Nila.

"Ho'oh. Terno langsung neng omahe bu nyai yo. (Iya. Antarkan langsung kerumahnya bu nyai, ya.)."

"Njih, ti." Jawab Nila yang langsung menyiapkan pesanan milik pengasuh pondok pesantren yang berada di desa mereka.

"Mbak Laras, mau ikut gak? Sekalian jalan - jalan, hehehe." Ajak Nila.

"Ti, Laras boleh ikut Nila?" Tanya Laras.

"Yo oleh, ati - ati yo, nduk. Gek ndang mulih, wes awan. Mengko seurunge dzuhur, Uti mulih. Kowe bablas mulih omah wae. (Ya boleh, hati - hati ya, nduk. Cepat pulang, sudah siang. Nanti sebelum dzuhur, Uti pulang. Kamu langsung pulang kerumah saja.)" Pesan Uti pada Laras.

"Iya, ti." Jawab Laras yang kemudian membantu Nila membawa kerupuk - kerupuk pesanan bu nyai.

Mereka berdua mengendarai sepeda motor yang memang di siapkan khusus untuk mengantar pesanan - pesanan kerupuk kulit di sekitar desa.

"Mbak, pegangan, jalannya banyak jeglongan (lubang)." Kata Nila sebelum mereka berangkat.

"Oke, pelan - pelan aja ya, La." Pinta Laras.

"Tenang aja, mbak. Saya ini lulusan teknik bawa sepeda motor di jalan desa." Jawab Nila yang membuat mereka berdua terkekeh.

Laras dan Nila tampak akrab walaupun baru beberapa jam lalu bertemu. Keduanya bahkan sudah seperti orang yang lama bersahabat.

"Mbak Laras sudah main kemana aja?" Tanya Nila.

"Belum kemana - mana. Baru juga sampai kemarin." Jawab Laras.

"Kapan - kapan saya ajak keliling desa deh, mbak. Tapi kalau pas hari minggu, soalnya pabrik kan kerjanya selalu sampai sore." Kekeh Nila.

"Siaap!" Jawab Laras.

Motor yang di kendarai Nila mulai memasuki halaman pondok pesantren. Pondok yang luas ini, di bagi menjadi dua wilayah, yaitu pondok santri putra dan pondok santri putri.

Kedua bagian itu di pisahkan oleh deretan rumah saling berhadapan yang di huni oleh ustadz dan ustadzah yang mengajar di sana.

Berbeda dari rumah lain yang nampak seragam, rumah milik pengasuh ponpes ini memang lebih besar dan tampak mencolok walaupun berada di bagian paling ujung.

"Mbak, ayo turun." Ajak Nila.

Gadis itu tampak merapikan kerudungnya dengan melihat kaca sepion. Ia juga mengelap wajahnya yang sedikit lusuh.

"Bedakan sekalian, La." Goda Laras.

"Hehehe, barangkali ketemu sama Gus Farid, mbak." Gelak Nila.

"Siapa Gus Farid itu?" Tanya Laras.

"Putra bungsunya pak kyai dan bu nyai. Ngguanteng tur adem yen nyawang gus Farid, mbak. (Tampan juga dingin hawanya kalau memandang gus Farid, mbak.)" Kata Nila.

"Dasar genit!" Kekeh Laras sambil meraup wajah Nila.

Dua gadis berhijab itu kemudian berjalan bersama menyusuri deretan rumah yang berjajar dan saling berhadapan seperti membentuk sebuah jalur menuju ke rumah utama.

Beberapa santri dan santriwati tampak juga berlalu lalang di sana. Nila yang sudah biasa datang ke pondok, menyapa beberapa santriwati yang ia kenal. Tak lupa, ia juga memperkenalkan Laras pada mereka.

"Assalamualaikum." Seru Nila.

"Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh." Suara bariton pria menjawab salam Nila.

Pria tinggi yang berparas teduh itu kemudian keluar dari dalam rumah.

"Owalah, Nila. Ummi pesen kerupuk? (Oh, Nila. Ummi pesan kerupuk?)" Tanya pria yang ternyata mengenal Nila.

"Njih, gus Farid. Niki pesenane bu nyai. (Iya, gus. Ini pesanannya bu nyai.)" Jawab Nila sambil memberikan kerupuk yang ia bawa.

"Wis di bayar, urung yo? Mergo ummi ra ngomong nak pesen kerupuk. (Sudah di bayar, belum ya? Karena ummi gak bilang kalau pesan kerupuk.)"

"Ee hehe, kulo mboten ngertos, gus. Namung di dawuhi ngeterake niki kalih Uti. Uti njih mboten ngendiko mpun di bayar nopo dereng. (Hehe, saya gak tau, gus. Cuma di suruh nganter ini sama Uti. Uti juga gak bilang sudah di bayar apa belum)." Jawab Nila.

"Lungguho ndisik wae. Tak telpone ummi sediluk. Iki kerupuk e tak tampani yo. (Masuk dulu saja. Saya telfon ummi sebentar. Ini kerupuknya saya terima ya.)" Kata Farid sambil mempersilahkan tamunya duduk di lincak yang ada di teras.

"Njih, gus." Jawab Nila yang kemudian mengajak Laras duduk di teras. Sementara Farid masuk ke dalam rumahnya dengan membawa dua bungkus besar kerupuk.

"Gimana mbak? Adem kan lihatnya?" Bisik Nila pada Laras.

"Iya juga, sih." Sahut Laras yang cengengesan.

"Tuh kan, apa aku bilang. Walaupun gak seganteng mas Dimas, tapi gus Farid tuh enak dilihat." Kekeh Nila yang hanya di tanggapi senyuman oleh Laras.

Tak lama kemudian, Farid kembali menemui Nila dan Laras.

"Iki la, jare ummi pesen satus ewu. (Ini la, kata ummi pesan seratus ribu.)" Kata Farid sambil memberikan uang pada Nila.

"Njih, matur suwun, gus. (Iya, terima kasih, gus.)"

"Iko sopo, lo? Kok koyone urung tau weruh. (Ini siapa, lo? Kok sepertinya belum pernah lihat.)" Tanya gus Farid sambil melihat Laras.

"Owalah, niki mbak Laras. Putune Uti, sing sakniki ngerencangi Uti ten griyo. (Oh, ini mbak Laras. Cucunya Uti, yang sekarang menemani Uti di rumah.)" Jelas Nila yang di jawab anggukan oleh Farid.

"Yo mpun, gus. Kulo wangsul riyin (Yasudah, gus. Saya pulang dulu). Assalamualaikum." Pamit Nila.

"Njih, monggo, matur suwun. (Iya, silahkan, terima kasih). Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh."

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

kebanyakan bahasa Jawa nya hadeh

2025-06-09

3

lihat semua
Episodes
1 1. Kampung Halaman Mbun
2 2. Tuntutan Menikah
3 3. Kerupuk Kulit
4 4. Senyuman
5 5. Hari Apes
6 6. Laptop Rusak
7 7. Lain Dari Yang Lain
8 8. Kencan Terselubung
9 9. Baper berkelanjutan
10 10. Di Bawah Payung
11 11. Saling Bertemu
12 12. Gelisah
13 13. Kebingungan
14 14. Keluarga Pondok
15 15. Ta'aruf
16 16. Aku, Kamu dan Dia
17 17. Aku Pilih Dia
18 18. Kabar Gembira
19 19. Terlupakan
20 20. Bahan Gosip
21 21. Sinyal Five G
22 22. Gosip yang Meluas
23 23. Jangan Gengsi
24 24. Taman Bunga
25 25. Si Paling Perhatian
26 26. Nikmatnya Pacaran dengan Tetangga
27 27. Hari Pertama Bekerja
28 28. Di Tinggal Uti
29 29. Kecelakaan
30 30. Tak Ada yang Gratis
31 31. Curahan Hati
32 32. Kepercayaan yang Hampir Retak
33 33. Ditemukan Predator
34 34. Penyelamatan
35 35. Kantor Polisi
36 36. Teman Tapi Gelut
37 37. Kue Hari Raya
38 38. Ilmu Bakar Ikan
39 39. Nasib Anak Tunggal
40 40. Balada Menyambut Idul Fitri
41 41. Perpisahan
42 42. Kenangan
43 43. Makin Kangen
44 44. Menemui Kekasih
45 45. Akhirnya Bertemu
46 46. Dimas dan Keluarga Laras
47 47. Amukan Si Gadis Kecil
48 48. Momen Romantis
49 49. Nyolong
50 50. Menjenguk Bulik Lani
51 51. Cincin Lamaran
52 52. Kangen Masmas
53 53. Melepas Rindu
54 54. Gagal Refreshing
55 55. Si Penantang yang Kalah Telak
56 56. Menjemput Keluarga Laras
57 57. Proses Lamaran
58 58. Lamaran Part2
59 59. Kepulangan Keluarga Laras
60 60. Balada Mengantar Pengantin
61 61. Mas Usahakan Kebahagiaanmu
62 62. Pertama Kali Melihat Dimas Sakit
63 63. Harus Rawat Inap
64 64. Sulit Makan
65 65. Bosan Di Rumah
66 66. Pertemuan Tak Disangka
67 67. Perasaan Damai
68 68. Tiba - Tiba Foto Prewedding
69 69. Kondisi Kritis
70 70. Bahagia dan Duka yang Beriringan
71 71. Pemakaman
72 72. Lanjut atau Tunda?
73 73. Deep Talk
74 74. Menjelang Akad
75 75. Akad Nikah Sederhana
76 76. Modus Malam Minggu
77 77. Unboxing
78 78. Kepulangan Pengantin Baru
79 79. Kehangatan Keluarga
80 80. Sikap Aneh
81 81. Penyebab Masalah
82 82. Permintaan Maaf
83 83. Cita - Cita Aneh
84 84. Suara Merdu
85 85. Resepsi pernikahan
86 86. Api Peperangan
87 87. Kesabaran
88 88. Harmonis
89 89. Berita Baik dari Iqbal
90 90. Gundik
91 91. Kehamilan
92 92. Panggilan
93 93. Ngidam
94 94. Di Tinggal ke Luar Kota
95 95. Teler Berat
96 96. Balas Dendam
97 97. Tak Ramah Jomblo
98 98. Musibah
99 99. Hujan dan Pelangi
100 100. Dua Bidadari
Episodes

Updated 100 Episodes

1
1. Kampung Halaman Mbun
2
2. Tuntutan Menikah
3
3. Kerupuk Kulit
4
4. Senyuman
5
5. Hari Apes
6
6. Laptop Rusak
7
7. Lain Dari Yang Lain
8
8. Kencan Terselubung
9
9. Baper berkelanjutan
10
10. Di Bawah Payung
11
11. Saling Bertemu
12
12. Gelisah
13
13. Kebingungan
14
14. Keluarga Pondok
15
15. Ta'aruf
16
16. Aku, Kamu dan Dia
17
17. Aku Pilih Dia
18
18. Kabar Gembira
19
19. Terlupakan
20
20. Bahan Gosip
21
21. Sinyal Five G
22
22. Gosip yang Meluas
23
23. Jangan Gengsi
24
24. Taman Bunga
25
25. Si Paling Perhatian
26
26. Nikmatnya Pacaran dengan Tetangga
27
27. Hari Pertama Bekerja
28
28. Di Tinggal Uti
29
29. Kecelakaan
30
30. Tak Ada yang Gratis
31
31. Curahan Hati
32
32. Kepercayaan yang Hampir Retak
33
33. Ditemukan Predator
34
34. Penyelamatan
35
35. Kantor Polisi
36
36. Teman Tapi Gelut
37
37. Kue Hari Raya
38
38. Ilmu Bakar Ikan
39
39. Nasib Anak Tunggal
40
40. Balada Menyambut Idul Fitri
41
41. Perpisahan
42
42. Kenangan
43
43. Makin Kangen
44
44. Menemui Kekasih
45
45. Akhirnya Bertemu
46
46. Dimas dan Keluarga Laras
47
47. Amukan Si Gadis Kecil
48
48. Momen Romantis
49
49. Nyolong
50
50. Menjenguk Bulik Lani
51
51. Cincin Lamaran
52
52. Kangen Masmas
53
53. Melepas Rindu
54
54. Gagal Refreshing
55
55. Si Penantang yang Kalah Telak
56
56. Menjemput Keluarga Laras
57
57. Proses Lamaran
58
58. Lamaran Part2
59
59. Kepulangan Keluarga Laras
60
60. Balada Mengantar Pengantin
61
61. Mas Usahakan Kebahagiaanmu
62
62. Pertama Kali Melihat Dimas Sakit
63
63. Harus Rawat Inap
64
64. Sulit Makan
65
65. Bosan Di Rumah
66
66. Pertemuan Tak Disangka
67
67. Perasaan Damai
68
68. Tiba - Tiba Foto Prewedding
69
69. Kondisi Kritis
70
70. Bahagia dan Duka yang Beriringan
71
71. Pemakaman
72
72. Lanjut atau Tunda?
73
73. Deep Talk
74
74. Menjelang Akad
75
75. Akad Nikah Sederhana
76
76. Modus Malam Minggu
77
77. Unboxing
78
78. Kepulangan Pengantin Baru
79
79. Kehangatan Keluarga
80
80. Sikap Aneh
81
81. Penyebab Masalah
82
82. Permintaan Maaf
83
83. Cita - Cita Aneh
84
84. Suara Merdu
85
85. Resepsi pernikahan
86
86. Api Peperangan
87
87. Kesabaran
88
88. Harmonis
89
89. Berita Baik dari Iqbal
90
90. Gundik
91
91. Kehamilan
92
92. Panggilan
93
93. Ngidam
94
94. Di Tinggal ke Luar Kota
95
95. Teler Berat
96
96. Balas Dendam
97
97. Tak Ramah Jomblo
98
98. Musibah
99
99. Hujan dan Pelangi
100
100. Dua Bidadari

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!