Selesai berpesan ke para muridnya, Jihan kembali ke meja bar. Dia dalam pandangan Ira sepanjang langkahnya.
Jihan tetap tenang membawa sedikit gemuruh dada. Dirinya sering mendapat perhatian orang sekitar atas wajahnya yang natural. Namun fokus Ira kepadanya terasa lain, membuat si manis jadi terbawa kegelisahan yang sedang melanda Ira.
"Kak Jihan.." pelan Ira dengan nada cemas, diam memandang orang yang sudah berdiri di depannya, memajukan satu tangannya.
Jihan meraih tangan Ira tanpa melepas tatapan ke wajah si pemilik tangan mulus di hadapannya.
Grrttth... !! Ggrrrtt..
"?!!"
Jihan melebarkan sedikit mata mendapati kedua sepatu Ira naik didongkrak lilin hitam yang tak lain aksi dari ponsel milik Ira, ulah dari mainan si gadis belia itu.
"Hhh-hh..!!"
Pundak Jihan berguncang mengingat tinggi badannya memang lebih tinggi dari Ira. Mainan Ira mencoba membantu pemiliknya menambah ketinggian badan di situ.
Melihat Jihan berubah riang dari kebingungannya, Ira senyum. Dari memegang tangan Jihan, Ira kemudian maju selangkah dan langsung memeluk tubuh si bartender. Deph!!
Ira sudah setinggi Jihan, 172 cm, hingga tanpa sadar Ira mengesek-gesekkan pipi ke leher si jangkung, lalu memejam mata meniduri pundak yang ada.
"Duuh.. kenceng banget nangkepnya..." komen Jihan di dalam dekapan Ira. "Gue lupa, Ra. Soal hape lo ini, gue tau dari Sorrow. Namanya April khan?"
"Iya.."
"April gak cuma ngasih info ke elo, dia juga ngebaca gelombang pala kita. Oh, ya. Suara April nih sesuai pita suara pemiliknya. Punya suara si Fani, tapi ini bukan rekaman dia."
"Valid Kak.. Iya."
Jihan diam tak berkata lagi selain turut memejam mata menikmati pelukan Ira.
"Kenapa aku belum juga tidur ya Kak? Apa harus minum lagi? Waktu pelukan gini harusnya aku pingsan . ."
"Hhh-hh! Apaan sih? Bukan bius tau. Tapi parfum Ra."
"Sebodo dibius juga. Aku mau nanya Kak. Tapi gak di sini.."
"Eh iya. Gue mau ke toilet lagi Ra. Gue gak bohong."
Melalui area toilet, ada pintu ke dapur kafe, juga ada pintu ke area mess, yaitu lorong milik beberapa kamar. Jihan membawa Ira ke sini.
Jihan dan Ira menapaki ruang panjang yang ada. Sepatu Ira sudah bebas dari xmatter, Jihan juga kembali memasukan ponselnya ke saku seragam usai menelepon. Kedua gadis berjalan saling bergandengan tangan.
Sampai di tempat yang Jihan maksud, keduanya berhenti. Mereka berada di depan pintu dengan board name TEROMPET.
"Gue tadi ke sini Ra. Ke toilet. Gue masuk dan di dalem langsung nelepon Sorrow."
"Tapi ini kamar Kak. Kalo yang pertama tadi, iya. Itu tempat buang air."
"Pokoknya tadi.. gue gak bohong. Gue ke toilet dulu.. ke sini maksud gue, Ra."
"Tapi tulisannya.. Lihat lagi coba Kak. Bukan toilet."
Jiha segera menoleh ke pintu kamarnya.
"Iya khan? Bukan toilet? Ini tuh kamar.. Kak."
" . . . "
Jihan terdiam bingung membiarkan Ira menatapnya, lalu Jihan pura-pura kaget mendapati anak kunci yang sedang menggantung di handle pintu. "Ehh, ada di sini. Gue cari-cari."
Ira tak komentar atas akting Jihan yang kurang terasa, tiba-tiba saja Jihan melihat kunci seperti itu. Sikap Jihan sangat kelihatan sedang berbohong.
"Kak Jihan boong. Aslinya.. Kakak lagi nyariin aku," ucap Ira agak tak suka.
"Ya udah. Sebagai polisi cantik, tanyai gue di dalem sebanyak yang lo suka. Interogasi dimulai. Ayo masuk."
Jihan memutar anak kunci, membuka pintu dan segera masuk kamar meninggalkan Ira.
Saat sudah di dalam, Ira melihat kesederhanaan interior kamar, hanya ada ranjang, meja berlaci, dan lemari.
"Ini ruang buat naro badan bawaan. Kadang tiap ke basecamp suka ada yang langsung onmind. Tidur sembarangan," kata Jihan sambil melepas sepatu di tepi kasur.
Ira selesai melihat-lihat dan berhenti di depan lemari. Di sini Ira memperhatikan si pemilik kamar. Ira juga diam-diam memposisikan ponsel yang dipegang ke arah Jihan.
"Tunggu bentar ya, Ra. Gue onmind."
Beres melepas alas kaki, Jihan beranjak naik dan merebahkan tubuhnya.
Ira amati Jihan langsung memejamkan mata, melihatnya lemas mendadak tanpa ada gerakan lagi. Badan Jihan mendadak sedikit kempes begitu tidur.
Debbh..!
Sebentuk air bening mendarat di belakang Ira.
Ira diam mengamati objek di depannya.
Humanoid air tampak bergetar sedetik. RRRH..! Getar tersebut merubah opasitasnya dari transparan menjadi kontras. Objek ini Jihan yang juga sedang diam menatap Ira.
Ira menoleh ke ranjang. Di sana pun ada Jihan, namun Jihan yang di sana sedang nyenyak bernafas.
"Mau di mana Ra? Kalo di sini tinggal ngunci gue saban ari. Apa mau liat-liat dulu?"
Ira senyum-senyum Jihan membicarakan tubuhnya sendiri. Ira tak menjawab selain terpancar raut senang di wajahnya.
"Ngng.. April bilang... Ngng.. Kak Jihan tuh.. lesbay. Eh, tunggu. Maksudku.. ngng. Kak Jihan tuh.. ngng titik-titik ke sesama jenis. Gitu."
Jihan diam.
Ira yang sedang bicara diam-diam meraih jemari Jihan, maka Jihan biarkan memilih untuk menunggu si sweater bicara kembali.
Dengan merah pipi dan sedikit menggigit bibir, Ira beranikan diri mengarahkan mata pada Jihan.
Ira tampak lupa hendak bicara apa. Paras Jihan membuatnya bisu.
"Hu-um... April ngomong apa lagi ke elo sekarang? Mau tanya apa lagi sama gue?"
"Ngng.."
Saat menunggu, Jihan menyatukan jemarinya dengan jari Ira. Warna merah makin nampak di wajah Ira.
"Ntar aja?" tanya Jihan kemudian.
"Hu-um. Aku juga mau cari tau langsung soal.."
". . ."
"... apa sih, event yang lagi rame ini Kak?"
"Pece? Project Corrupt?"
"Ng, iya. Itu. Tapi.. Ngng.."
"Ya udah. April sementara nih yang jelasin, mandu elo jalan-jalan, Ra. Apa aja nih yang ada di alam geblek."
"Hu-um."
"Lo lesbay juga, Ra? Pantes lo aneh. Mana Fani gak ngasih tau. Tapi kayaknya dia sengaja deh.. biar kita gak saling kepaksa."
"Iya, Kak. Untungnya April info. Bikin senang. Ada yang samaan sepertiku juga."
"Bejibun kalo di sini Ra," komen Jihan tentang mereka.
"Eh Kak. Ngng.. Barusan April info."
"Hem. Info apa?"
"Sejak aku di bar sih.. ngasih taunya, Kak."
"Hm."
"Kalo aku suka, katanya harus buru-buru diklaim."
"Ohh. Iya. Bener itu," santai Jihan sambil meraih punggung tangan Ira karena si belia sedang memegang April. "Coba Pril. Rekam. Diterima."
Tubuh Ira melayang dan mengambang beberapa senti dari lantai kamar.
"Ya ampun belum Kak. Jawabnya.. waktu.. aku bilang.. gini.. Kak Jihan mau tidak, jadi pacarku?"
"Diterimaaa!!"
Hei. Guys. Gue dapat ketukan pintu. Nina mau nongol di sini. Bolehin ato jangan? Sanin mau ngejemput Jihan, Ra. Jadi, gue dikontek dia karena ngunci pov kalian.
Terdengar suara Fani.
"Oh, bentar," pinta Fani sambil merem dan memajukan wajahnya pada Jihan. Dan yang dituju pun mengikutinya. Terdengar bunyi kecup dari dua bibir mereka yang beradu di perjalanan.
Chii.. ipphh.!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments