Roy baru saja tiba di perusahaan. Tanpa membuang waktu, ia segera berganti seragam dan menuju lantai paling atas, tempat ruang CEO berada. Itu adalah salah satu tugas pertamanya hari ini, membersihkan ruangan paling eksklusif di gedung tersebut.
Begitu pintu terbuka, Roy tertegun. “Wah, luas sekali ruangan ini,” gumamnya pelan, matanya menyapu seluruh sudut dengan takjub.
Interior ruangan itu begitu elegan dan berkelas, didominasi warna gelap dengan sentuhan marmer putih dan furnitur kayu mahal. Setiap benda tertata rapi, seolah mencerminkan pribadi sang pemilik.
Roy melangkah pelan, menyentuh permukaan meja kaca, mengagumi lukisan abstrak di dinding, lalu berhenti di depan meja kerja besar yang berdiri megah di ujung ruangan.
Matanya tertumbuk pada sebuah bingkai foto, yang membuat alisnya berkerut.
"Pria ini ... Apa dia Tuan Axel? Kenapa wajahnya terasa familiar?" bisiknya.
Rasa penasaran mendorongnya untuk membungkuk, ingin melihat lebih dekat. Namun, sebelum sempat meneliti lebih jauh, suara keras mengejutkannya.
“Apa yang kau lakukan?!”
Roy terlonjak dan segera berdiri tegak. Ia menunduk dalam-dalam, dan gugup.
“Ma-maaf, Bu.”
Ida, kepala kebersihan, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi tajam.
“Aku menyuruhmu membersihkan ruangan ini, bukan memeriksanya satu per satu,” hardiknya. “Sudahlah. Sekarang bersihkan ruangan lain.”
“Ba-baik, Bu.” Roy menghela napas lega, buru-buru keluar dari ruangan.
Begitu Roy menghilang di balik pintu, Ida mengambil ponsel dari saku seragamnya dan menelepon seseorang.
“Semua sudah beres, Tuan.”
...****************...
Martin memandangi sekeliling ruangan sempit itu, lalu menggeleng pelan, seolah tidak percaya bahwa Axel benar-benar menghabiskan malam di tempat seperti ini.
“Kau bukan orang miskin, Ax. Seharusnya kau bisa menginap di hotel sebelum aku mencarikan apartemen untukmu,” ucap Martin.
Axel tidak langsung menanggapi. Ia sibuk memeriksa dokumen-dokumen penting yang baru saja diberikan Martin. Setelah memastikan semuanya lengkap, ia membubuhkan tanda tangan di halaman terakhir, lalu menyerahkannya kembali.
“Aku juga sempat berpikir begitu,” jawab Axel santai. “Tapi mobilku mogok. Dan kebetulan, aku bertemu dengan Elsa.”
Martin mengernyit. “Elsa? Siapa itu Elsa?”
Axel menatap temannya sejenak, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum samar. “Jika aku ceritakan, kau pasti tidak akan percaya.” Ia menyodorkan dokumen itu dengan tatapan misterius, meninggalkan Martin dalam kebingungan dan rasa penasaran.
"Hei, jangan membuatku penasaran!" Martin mengikuti Axel ke dapur, merasa ada yang Axel sembunyikan. "Apa dia kekasih barumu?"
Axel melirik sinis dan meneguk minumannya. "Kepo."
"Hei, bukan begitu. Setidaknya, beritahu aku. Biar aku bisa mencari informasi tentang wanita itu. Siapa tahu, kau sedang di tipu."
Axel terdiam sejenak. Apa yang Martin katakan ada benarnya. Ia baru saja mengenal Elsa, tapi gadis itu dengan mudahnya menawarkan bantuan pada orang asing sepertinya. Apa Elsa mempunyai maksud tertentu?
"Em ... Martin. Sepertinya, kau ada benarnya juga." Axel menuju ruang tamu dan di sana ada foto Elsa bersama Kakaknya. "Cari tahu tentang mereka."
Martin mengambil foto tersebut dari tangan Axel, dengan mata yang menyipit tajam. "Dia terlihat seperti masih anak-anak. Patah hati tidak membuatmu menjadi pedofil, kan?"
PLAK!
"Aw!" Martin mengusap kepalanya yang baru saja di gampar oleh Axel. "Kenapa kau memukulku?"
"Harusnya kau bersyukur aku tidak memenggal kepala mu," ujar Axel sinis.
Martin menelan ludahnya dan menampilkan senyum lebarnya. "Maaf, aku hanya bercanda. Jangan di anggap serius, ya."
Axel memutar kedua matanya dan duduk di sofa. "Gadis itu bernama Elsa. Dia sekolah di SMA 1 HA Dirgantara. Dan, pria di sebelahnya adalah kakaknya. Dia bekerja sebagai OB di AL'X Company."
"Apa?" pekik Martin. "Kenapa bisa kebetulan seperti itu?"
"Aku juga tidak tahu. Tapi yang jelas, mereka tidak mengenalku," ujar Axel.
"Kenapa kau bisa seyakin itu? Siapa tahu mereka hanya pura-pura agar bisa mendapatkan keuntungan dari mu."
Axel tersenyum dan menggeleng pelan. Mengingat wajah polos Elsa yang mengira jika ia mempunyai banyak hutang, sudah cukup membuatnya yakin jika mereka tidak berpura-pura.
"Aku sangat yakin," gumam Axel.
"Baiklah, aku akan mencari tahu tentang mereka," ujar Martin. "Tapi, apa kau yakin tidak ingin pergi dari sini?"
"Daddy dan mommy memintaku mengambil cuti dan pergi berlibur. Jadi, sepertinya saat ini adalah waktu yang tepat," seringai Axel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Dwi Winarni Wina
Martin berkata setelah patah hati axel jd seorang pedofil suka anak sma bernama elsa...
Roy sangat familiar skl melihat foto axel padahal bosnya sendiri...
axel akan menyelidiki elsa dan roy org baik bukan....
lanjut thor.....
semangat sll💪💪💪💪💪
2025-05-15
2
Sleepyhead
Tenang Roy, lu kaga bakalan nyangka suatu saat hidup lu berubah drastis karena sudah ikhlas menampung Obos 🤭
2025-05-15
0
Sleepyhead
Elegant, luxurious, stunning, Gentle and don't forget Hensoooooooom dongs
2025-05-15
0