Selama hampir 6 jam penuh, Almeera tampak sibuk melakukan sesion pemotretan untuk sebuah majalah ternama di Indonesia. Mempunyai paras yang cantik, tinggi semapai, tubuh yang langsing, kulit yang putih bersih, hidung yang mancung, bulu mata yang lentik, membuatnya masuk ke dalam dunia modelling sejak usia masih belia.
Berprofesi sebagai modelling dan seorang desainer muda, membuat Almeera tumbuh menjadi seorang gadis yang pekerja keras dan tidak kenal putus asa.
Walau pun sang ayah menginginkan Almeera melanjutkan pendidikannya sebagai sarjana Psikolog, namun Almeera lebih memilih melanjutkan pendidikannya di bidang seni rupa. Karena kecintaannya terhadap seni itulah, membuatnya bertekad ingin hidup sukses dengan caranya sendiri.
Walau sempat menjadi pertentangan keluarga, akhirnya sang ayah menyetujuinya dan mendukung penuh karir anak bungsunya itu.
"Meera!!" teriak seseorang memanggil.
"Yumna, ada apa?" tanya Meera saat melihat teman satu profesinya itu memanggil namanya.
"Ada kakak lo tuh di depan."
"Kakak gue? Siapa?"
"Lihat aja ke depan."
Setelah diberitahu oleh Yumna akan kedatangan kakaknya, Meera langsung bergegas pergi untuk menemui kakaknya.
"Kak Sekar!!" seru Meera begitu melihat kakak perempuannya yang berambut panjang sebahu itu datang menemuinya.
"Meera!!"
Meera dan Sekar saling berpelukan untuk melepas rindu mereka karena sudah beberapa minggu ini tak pernah berjumpa.
"Sama siapa ke sini? Sama kak Tian?"
"Tian lagi sibuk. Kakak sendiri ke sini, lagi sibuk?"
"Nggak juga sih, Kak. Udah selesai, ko."
"Makan siang bareng, yuk."
"Oke, tunggu bentar, yah? Aku pamitan dulu sama anak-anak."
Sekar mengangguk dan menunggu adiknya yang berpamitan dahulu kepada teman-teman nya. Setelah Meera kembali, Sekar langsung menggandeng tangan adiknya dan mengajaknya untuk makan siang bersama.
"Kakak hamil, Ra."
"Hah? serius? Puji Tuhan, jalan berapa bulan, Kak?"
Sekar tersenyum simpul dan kembali melanjutkan memakan makanannya.
"Jalan 6 minggu, Ra. Alhamdulillah, Tian seneng banget denger kabar kakak hamil."
"Ayah sama bunda udah tahu, Kak?" tanya Meera sambil menatap wajah kakaknya.
"Ayah udah tahu, Ra. Kalau bunda belum, nanti kakak telepon bundanya langsung."
"Akhirnya, congrast yah kakakku sayang," ujar Meera sambil menggenggam erat tangan kakaknya itu.
"Makasih yah adikku sayang. Jadi, kapan, nih?"
"Kapan apanya, Kak?" tanya Meera bingung.
"Kamu married, dong."
Almeera tertawa lebar dan kembali memakan spagetti miliknya dengan ekspresi wajah yang terlihat malu-malu.
"Belumlah, Kak. Aku belum kefikiran soal married. Jodohnya aja belum ada, do'a kan saja yang terbaik untuk adikmu ini."
"Aku selalu mendoakanmu adikku sayang. Siapa pun jodohmu kelak, semoga dia bisa membahagiakanmu dan membawamu menuju Surga-Nya."
"Aamiin, makasih banyak, Kak."
Setelah pertemuan singkatnya dengan Sekar, Meera kembali ke Butiqnya untuk bekerja dan mempersiapkan bahan-bahan pakaian yang hendak ia jahit sendiri. Sambil menunggu malam, Meera terlihat sibuk menjahit dan merapihkan beberapa pakaian yang berada di atas meja kerjanya.
"Malam!!"
Begitu mendengar suara seorang pria yang baru saja masuk ke dalam Butiqnya, Meera langsung menoleh ke belakang dan langsung tersenyum sumeringah begitu melihat wajah seseorang itu.
"Adrian!! Sudah datang? Nggak nyasar, kan?"
"Nggak, ko. Tempatnya sih strategis, jadi gue dengan mudah menemukan tempatnya. Wah, Butiqnya besar juga, yah?" seru Adrian yang terperangah begitu melihat ke arah sekelilingnya.
"Gue memang sengaja nyari tempat yang strategis. Biar mudah dijangkau orang-orang. Duduk, Ian. Mau minum apa?"
"Nggak usah repot-repot, Meer."
"Nggak apa-apa, Ian. Santai aja, yah? Gue buatin minum dulu."
10 menit kemudian, Meera membawa dua cangkir coffee dan menyimpannya di atas meja kerjanya.
"Ko, tahu gue suka espresso?" tanya Adrian terlihat bingung dan cukup terkejut saat melihat Meera membawakan coffe espresso untuknya.
"Terakhir kita ketemu kan, elo minum coffee espresso."
"Oh iya, gue lupa," katanya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Oh ya, ini beberapa desain yang gue buat buat adik lo. Suka nggak?"
Meera memperlihatkan buku gambar miliknya kepada Adrian untuk melihat hasil karyanya itu. Adrian sepertinya tampak puas begitu melihat beberapa desain yang dibuat oleh Almeera khusus untuknya itu.
"Bagus, gue suka yang ini," tutur Adrian sambil membuka beberapa lembaran halaman buku gambar milik Almeera dan menunjuk salah satu bentuk desain yang ia suka.
"Yang mana?" tanya Almeera yang memperdekat jaraknya dengan Adrian.
"Ini," katanya kembali.
"Perpect, gue juga suka yang ini. Desainnya simple, tapi terlihat elegant dan modern. Iya, kan?"
"Iya, gue suka banget sama desainnya. Mencerminkan adik gue banget. Thanks ya, Meer," ujar Adrian sambil menatap wajah Meera dengan lembut.
"Iya, sama-sama, Ian," tutur Meera pelan membalas tatapan Adrian dengan jarak yang begitu dekat sekali.
Begitu wajah dan kedua bola mata mereka saling bertemu, Adrian dan juga Meera terlihat terdiam sejenak dalam beberapa detik. Jarak diantara keduanya begitu dekat sekali, hingga membuat keduanya bisa melihat pantulan wajah mereka satu sama lain dalam kedua bola mata mereka dengan sangat jelas.
"Sorry," ujar Adrian terlihat gugup dan langsung memalingkan wajahnya.
Meera juga terlihat sangat gugup sekali. Saking gugupnya, ia menarik-narik ujung pakaiannya dan terlihat langsung salah tingkah.
"Di minum coffeenya, Ian," ujar Meera tampak gugup.
Karena saking gugupnya, Meera sampai salah mengambil cangkir coffee yang seharusnya capuccino, ia malah mengambil cangkir coffee milik Adrian. Karena Rasa espresso yang pahit, Meera sampai memuntahkan coffee yang baru saja ia minum dan air coffeenya itu tepat mengenai pakaiannya.
"Elo nggak apa-apa?" tanya Adrian yang terlihat terkejut dan langsung mengambil sapu tangan miliknya untuk membersihkan noda coffee yang ada di pakaian Meera.
"Gue nggak apa-apa," jawab Meera terburu-buru hingga membuatnya dengan tidak sengaja bersentuhan tangan dengan telapak tangan Adrian yang besar.
Karena merasa canggung dan gugup, keduanya kembali saling beradu pandang cukup lama.
"Meer," tutur Adrian memanggil.
"Iya?" sahut Meera yang tersadar Adrian telah memanggil namanya.
"Aku kagum padamu," katanya kembali hingga membuat Meera terkejut karena mendengar kata 'Aku' meluncur dari mulut Adrian.
"Kagum?"
"Iya, di usia muda sepertimu. Karirmu sudah terbilang sangat sukses. Dari percakapan kita yang seperti ini saja itu sudah menunjukan kalau kamu itu dewasa dan bijak sana. Aku senang mengenalmu."
"Aku tidak sesukses seperti yang kamu bilang, Ian. Aku masih jauh dalam kata sukses. Aku sendiri saja masih belajar banyak."
"Meer?"
"Iya?"
"Bolehkah aku mengenalmu lebih jauh dan lebih dalam lagi?" tanya Adrian sambil menatap wajah Meera lembut.
"Maksudmu?"
"Aku ingin mengenal kamu lebih banyak lagi. Bolehkah itu?"
Adrian dan Almeera kembali saling beradu pandang. Sebenarnya, di dalam lubuk hati yang paling dalam dari keduanya, mereka saling menyimpan rasa kagum itu. Mereka berdua juga sudah tahu hal apa yang akan terjadi ke depannya bila mereka melangkah terlalu jauh. Pasti akan ada beberapa hal yang tak diinginkan akan terjadi.
Akan tetapi??
"Bolehkan, Meer?" tanya Adrian kembali yang membuat Meera kembali terdiam dan menatap wajah Adrian begitu dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments