Adrian

Suara lagu dari Westlife - Hello My Love mengalun begitu keras. Meera yang sedang berada di dalam kamar mandi, langsung berlari kecil menuju kamarnya begitu suara nada dering handphonenya berdering.

Begitu melihat nama yang tertera di layar handphone, Meera tersenyum riang dan segera mengangkat telepon dari seseorang yang telah membuatnya tersenyum bahagia seperti itu.

"*Hallo, Ayah? Apa kabar??"

"Meera, alhamdulillah ayah baik-baik saja. Bagaimana kabarmu, Nak?" tanya seorang pria separuh baya dari sebrang telepon sana dengan suara yang berat namun terdengar lembut*.

"*Puji Tuhan, Meera baik juga ayah. Bagaimana kabar ibu?"

"Ibu juga baik, Nak. Nak, maafkan ayah yang sudah lama tak mengunjungi dan menghubungimu*."

"Tidak, Ayah. Justru, Meera yang mau minta maaf karena telah berdosa tidak menghubungi ayah duluan maupun tidak mengunjungi ayah dalam beberapa bulan ini. Maafkan Meera, Ayah," ujar Meera yang terdengar sedih dan merasa bersalah juga menyesal.

"*Tidak apa-apa, Anakku. Dengan mendengar suaramu lagi saja, itu sudah cukup bagi ayah. Ayah mengerti, kamu pasti sibuk sekali."

"Ayah* . . . ."

"Jaga kesehatanmu, Nak. Jangan lupa makan yang banyak, jaga pola makan dan tidurmu. Banyaklah beristirahat bila tubuhmu sudah merasa lelah. Perbanyak minum air putih dan makan sayuran. Itu sangat baik untuk kesehatanmu, Meera."

"*Iya, Ayah. Meera mengerti dan akan melakukan apa yang ayah sarankan untuk kebaikan Meera."

"Yang terpenting, jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa, Nak. Berdoa untuk kesehatan, kelancaran dan rezekymu. Walau kita berbeda, tapi ayah selalu mendoakanmu kepada Allah SWT karena kamu adalah anak ayah, darah daging ayah yang paling ayah sayangi di dunia ini*."

Mendengar kata demi kata yang di lontarkan ayahnya, Meera merasa sangat terharu dan sempat meneteskan air matanya. Walau pun perbedaan itu ada di antara keluarganya dan jelas adanya, namun perbedaan itu tidak menjadi dinding pemisah untuk dirinya dan juga ayahnya yang begitu ia sayangi.

"*Jaga kesehatan ayah juga, yah? Meera berharap ayah selalu panjang umur serta selalu diberikan kebahagiaan oleh Tuhan."

"Aamiin, Nak. Kalau begitu ayah sudahi percakapannya sampai di sini, yah. Nanti kita sambung lagi, ayah tidak mau mengganggu pekerjaanmu*."

"*Ayah tidak mengganggu, ko."

"Iya, ayah faham. Mudah-mudahan, dilain kesempatan kita bisa bertemu ya, Nak*."

"Iya, Ayah. Secepatnya kita pasti akan bertemu. Meera janji."

Setelah menutup telepon dari ayahnya, Meera kembali menatap layar handphonenya dengan lirih. Meera merasa berdosa sekali karena dalam beberapa bulan ini tidak pernah mengunjungi ayahnya.

Kalau bukan karena segudang pekerjaannya, Meera pasti langsung meluncur dan bertemu dengan Ayahnya untuk melepas rindunya.

 

"Meer, terimakasih untuk hari, yah? Besok sore kita lanjutkan sesion foto selanjutnya dengan tema Vintage," tutur Heru; pria yang merupakan salah satu fotografer terkenal.

"Iya mas Heru. Terima kasih juga sudah mau bekerjasama."

"Makanlah, dari tadi siang kamu belum makan."

"Aku mengerti."

Setelah selesai menjalan sesion pemotretan untuk hari ini, Meera segera berganti pakaian dan segera menuju caffe terdekat untuk makan siang.

Begitu hendak menuju mobilnya, Meera tidak sengaja melihat ada seorang pria yang sedang berbincang-bincang dengan Rita yang merupakan desainer terkenal di Jakarta dan salah satu dari gurunya yang mengajarkannya tentang dunia desainer.

"Mba Rita? Lagi ngobrol sama siapa dia? Rasanya, gue seperti kenal dengan pria yang sedang berbincang dengan mba Rita."

"Almeera!!" teriak Rita memanggil begitu Rita melihat Meera yang berdiri di dekat mobilnya sedang menatap ke arahnya.

Begitu di panggil, Meera langsung berjalan menghampiri dengan langkah kaki yang begitu cepat.

"Mba, ada apa?" tanya Meera setelah menghampiri Rita.

"Ian, ini Almeera yang tante maksud tadi," ujar Rita yang membuat Meera terlihat bingung maksud dari perkataan Rita tadi.

"Maksudnya apa, Mba?" tanya Meera terlihat bingung.

"Ini Adrian, Meer. Keponakan mba Rita. Dia itu seorang Jaksa di salah satu kantor Kejaksaan di Jakarta. Adrian ini sedang mencari desain baju vintage yang unik untuk ia berikan sebagai hadiah kepada adik perempuan kesayangannya."

"Hallo saya Adrian," ujar pria tinggi itu memperkenalkan diri.

"Almeera, sepertinya kita pernah bertemu, yah?" ujar Meera sambil membalas uluran tangan Adrian.

"Gadis yang bertemu dengan Kakek tua kemarin itu, yah?" serunya tampak antusias.

Almeera mengangguk dan tersenyum tipis. Ternyata, Meera tidak menyangka sama sekali kalau dirinya bisa bertemu lagi dengan si pria bertopi putih yang membantu kakek tua kemarin sore.

"Kalian sudah saling mengenal?" tanya Rita kembali.

"Tidak sengaja, Tan," jawab Adrian sambil menatap wajah Almeera dengan ramah.

"Bagus kalo gitu. Ian, minta bantuan saja kepada Meera. Sebagian model desain pakaiannya itu typenya vintage campur modern. Meera itu sangat berbakat, jadi kamu tidak akan salah pilih orang untuk membantumu dalam mencarikan hadiah untuk Dian."

"Mba, apaan, sih? Aku belum sehebat dan seberbakat Mba Rita, ko," tuturnya merendah.

"Gak usah merendah gitu, Meer. Tolong bantu Adrian yah, Meer? Adrian ini pemilih banget anaknya. Menyulitkan tapi baik ko anaknya," bisik Rita yang membuat Adrian tertawa kecil begitu mendengarnya.

"Tan, apaan, sih?"

"Akan aku usahakan, Mba."

"Kalau begitu aku tinggal, yah. Kalian ngobrol-ngobrol aja dulu. Aku masih banyak kerjaan. Ian, nanti telepon tante kalau sudah selesai, oke?" ujarnya yang langsung bergegas pergi.

Adrian memberikan satu jempolnya kepada tantenya yang sudah pergi. Begitu ditinggal, Adrian dan Meera terlihat canggung dan juga gugup.

"Sudah kenal tante Rita berapa lama?" tanya Adrian membuka suara.

"6 Tahun, Mba Rita itu guru dan seorang motivator buat gue. Dia yang membuat gue bisa jadi sampai sekarang ini. Beliau sangat berjasa di sepanjang karir gue sebagai model dan desainer muda."

Adrian manggut-manggut begitu mendengarnya. Suasana sunyi mulai menyelimuti kembali diantara mereka. Perasaan kaku dan canggung sangat terlihat begitu jelas.

"Elo sibuk?" tanya Adrian.

"Nggak sih, mau ngobrol di mana? Biar enak aja gitu ngobrolnya, kalau di sini rasanya bising banget."

"Caffe terdekat aja sambil ngopi gimana?"

"Oh, boleh."

Setelah memilih-milih dan menyesuaikan tempat untuk berbincang, Adrian dan Meera langsung bergegas pergi dengan kendaraan mereka masing-masing menuju lokasi.

15 menit berlalu begitu cepat, setelah memparkirkan kendaraan masing-masing dan memilih meja yang kosong, Adrian dan Meera kembali terlihat canggung begitu mereka saling berhadap-hadapan.

"Adiknya berapa tahun?"

"24, dia anaknya suka banget sama gaya- gaya retro gitu."

"Masih muda, yah? di bawah gue setahun."

"Oh, Ya? seangkatan berarti ya kalian?"

"Bisa dibilang. Emang lo berapa tahun? Eh, sorry kalau gue gak sopan."

"Santay, dalam hitungan bulan, gue akan masuk kepala 3."

"Masih muda, ko," tutur Meera yang membuat keduanya tertawa.

Setelah suasana cukup mencair, suasana mulai terasa hangat dan juga nyaman. Obrolan mereka pun terasa lebih menyenangkan dan mengalir begitu saja.

Dibalik percakapan mereka, seperti ada sisi rasa kagum diantara keduanya, hingga membuat Adrian dan juga Almeera tampak merasa nyaman satu sama lainnya.

"Eh, udah magrib. Gue sholat dulu yah, Meer."

Meera tersenyum tipis begitu Adrian pamit untuk melaksanakan ibadah sholat magrib. Begitu melihat Adrian pergi, Meera terlihat terdiam sejenak dengan ekspresi wajah yang terlihat bingung dan seperti memikirkan sesuatu.

"Hanya kagum, bukan hal lainnya. Rasa kagum bukan berarti menyukainya, kan?" gumam Meera pelan.

Almeera

Adrian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!