Kau Hianatiku Kunikahi Pamanmu
Seorang wanita cantik berusia dua puluh tiga tahun, bernama Amanda Adelia, melangkah dengan anggun di atas sepatu selop berwarna cokelat. Gaun berwarna kuning gading yang membalut tubuhnya semakin menambah kesan elegan, sementara rambutnya yang panjang bergelombang dicepol di atas kepala, menyisakan beberapa helai rambut yang terurai lembut di sisi kanan dan kiri pelipisnya. Penampilannya malam itu berbeda dari biasanya, sengaja ingin memberikan kejutan pada atasannya yang sekaligus kekasihnya, bernama Reno Bramasta.
Saat ini Amanda sudah berada di salah satu pintu yang menjulang, tangannya terulur dengan mantab menekan tombol password apartemen itu. Setelah memasukkan enam digit angka pintu pun terbuka, memberi akses dirinya untuk masuk.
Amanda masuk ke dalam apartemen itu dengan membawa kue ulang tahun, yang masih tersimpan di dalam wadah. Sampai di dalam, Amanda meletakan wadah itu dengan hati-hati di atas meja, lalu membukanya perlahan. Setelah itu menaruh lilin berbentuk angka dua puluh lima di atasnya, sesuai dengan usia Reno. Senyuman lembut terukir di wajahnya, membayangkan reaksi sang kekasih saat melihat kejutan yang telah ia persiapan. Ia yakin Reno akan merasa sangat senang.
Amanda lantas mengangkat kue itu, membawanya ke bagian lebih dalam apartemen, suaranya yang lembut memanggil Reno.
"Sayang," panggil Amanda. Namun, tidak ada sahutan.
Amanda kembali mencoba memanggil sang kekasih, tetapi hasilnya sama. Ketiga kalinya Amanda memanggil, tetapi terhenti tiba-tiba lantaran melihat sesuatu yang tidak biasa.
Amanda meletakkan kue yang dibawa ke atas meja, lalu melangkah mendekati sofa dengan mata menyipit berusaha mempertajam penglihatannya. Seketika matanya membelalak melihat sesuatu yang tidak asing. Amanda membungkuk, tangannya terulur mengambil benda yang tergeletak di lantai, sebuah bra berwarna merah muda. Jelas itu bukan miliknya karena ukurannya lebih besar.
"Ini milik siapa? Kenapa bisa ada benda ini di sini?" gumam Amanda.
Pikiran negatif mulai bermunculan di benak Amanda, apalagi ketika melihat pakaian wanita berserakan di lantai.
Pandangan Amanda jatuh pada tas selempang berwarna cokelat, ia mengenali tas itu. Untuk membuktikan dugaannya benar, Amanda menggeledah isi tas itu dan menemukan id card tempatnya bekerja, AMBASADOR LUXURY HOTEL atas nama Jolie Calista, rekan kerja sekaligus teman dekatnya.
"Jadi bra dan pakaian ini miliknya!" Amanda membatin sambil melihat bra dan id card itu secara bergantian. "Apa yang dia lakukan di sini? Mereka gak mungkin ... tidak, tidak, mereka tidak mungkin melakukannya, 'kan?"
Amanda menjatuhkan bra juga id card milik Jolie ke lantai, lantas melangkah menuju ke salah satu kamar di apartemen itu. Sebelum melangkah lebih jauh lagi, Amanda lebih dulu melepas sepatu selop yang dipakainya, memastikan setiap langkahnya tidak menimbulkan suara.
Rasa takut bercampur kecemasan menyelimuti dirinya, membuat langkahnya terasa goyah. Amanda merasa takut apa yang ia bayangkan sebelumnya menjadi kenyataan.
Keraguan sempat dirasakan olehnya, ingin berbalik dan mencoba percaya pada kekasihnya, tetapi rasa penasarannya lebih mendominasi. Pada akhirnya, Amanda melanjutkan langkahnya menuju kamar yang biasa ditempati oleh Reno.
"Ah, ya di situ, Pak Reno."
Langkahnya terhenti saat suara desahan seorang wanita terdengar dari dalam, membuat jantungnya berdegup kencang.
"Itu benar suara Jolie," batinnya nyaris tidak percaya.
Rasa penasaran yang kian memuncak, membuatnya kembali bergerak, kali ini lebih hati-hati. Dengan mengendap-ngendap, ia mendekati kamar yang pintunya yang tidak tertutup sempurna.
Tangan Amanda terulur menyentuh gagang pintu. Jemarinya sedikit bergetar saat mendorongnya, berusaha agar tidak menimbulkan suara sekecil apa pun.
"Pak Reno, cepatlah! Aku tidak tahan. Aku sudah ingin keluar."
Mata Amanda berkaca-kaca, pandangannya nanar, dadanya terasa sesak, seolah udara menolak masuk ke rongga paru-parunya, dunianya seakan runtuh dalam sekejab, ketika menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kekasih dan sahabatnya sedang beradu kemesraan di atas tempat tidur.
Cairan bening sudah memenuhi air matanya, bisa dipastikan dalam sekali kedipan, cairan bening itu akan keluar dari matanya.
"Pak Reno, cepat!"
Telingannya mendengar Jolie dan Reno mengerang merasakan kenikmatan, selanjutnya melihat keduanya berpelukan dengan begitu erat, seperti ingin menyatu lebih dalam lagi. Mata Amanda refleks menutup dibarengi jatuhnya cairan bening dari matanya. Hati Amanda hancur, berkeping-keping, hingga rasanya tidak bisa disatukan lagi.
Mengetahui kenyataan pahit itu, pikiran Amanda menjadi kacau, tidak tahu harus melakukan apa. Kakinya tiba-tiba lemas, tidak bisa lagi menahan beban tubuhnya, tetapi Amanda mencoba bertahan dengan berpegangan pada gagang pintu. Sakitnya bukan main, dadanya terasa sesak seperti terhimpit oleh bebatuan besar. Ingin pergi, tetapi kakinya seolah terpatri di sana.
Seteleh beberapa saat Amanda masih berdiri di tempat yang sama, membiarkan cairan bening mengalir dan membasahi wajahnya, tangannya mengepal kuat menahan amarah yang ingin meledak, melihat bagaimana dua orang yang amat dirinya percaya menikamnya dari belakang, rasa sakit hatinya saat tidak bisa dilukiskan dengan apapun.
Amanda lantas mengusap jejak air matanya, tidak ingin terlihat lemah di hadapan dua manusia itu. Dengan ekspresi kesal, Amanda memerintahkan keduanya. Padahal sudah cukup lama dia berdiri di tempat itu, tetapi dua manusia laknat itu masih tidak menyadari keberadaan, bahkan ingin kembali bercinta.
BRAK
Tidak tahan lagi Amanda memilih membanting pintu dengan kuat. Tindakkan Amanda itu berhasil mengejutkan Jolie dan Reno. Keduanya sama-sama menoleh ke asal suara. Mata mereka membulat melihat keberadaan Amanda. Meskipun tidak mengatakannya, tetapi dari ekspresi wajah mereka, menunjukkan rasa keterkejutan yang luar biasa. Keduanya lantas buru-buru memisahkan diri.
Reno segera memakai celana boxer miliknya dan Jolie menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang tanpa sehelai benang pun.
"Sayang —"
"Stop! Jangan mendekat! Tetap di situ!" Ucapan Amanda membuat langkah Reno terhenti.
"Sayang, aku akan jelaskan. Ini tidak seperti yang kamu duga." Reno kembali ingin mendekati Amanda, tetapi Amanda melangkah mundur dan mengulurkan tangannya, mengisyaratkan pada Reno untuk tidak mendekati juga menyentuhnya.
"Don't touch me again!"
Amanda yang tadinya menunduk memberanikan diri untuk melihat ke arah Reno, menatap sang kekasih dengan mata serta wajahnya yang basah.
"Sejak kapan?" tanya Amanda lirih nyaris tidak terdengar.
"Sayang —"
"SEJAK KAPAN KALIAN MELAKUKAN INI? JAWAB!"
PRANK
Amanda mengambil hiasan guci berwana putih dari atas lemari kabinet lalu melemparnya ke dekat Reno. Beruntung Reno cepat mengangkat kaki kanannya. Jika tidak, kemungkinan kaki kanannya akan terluka.
"Hentikan, Sayang." Reno mengulurkan tangannya, memberikan isyarat pada Amanda untuk berhenti dan tidak melempar hiasan lainnya. "Kita ngobrol baik-baik, okey," bujuk Reno.
"Apa? Ngobrol baik-baik?" Amanda bicara pelan, menahan sakit yang tengah dirasakannya. "SETELAH APA YANG KAMU LAKUKAN PADAKU, KAMU BERHARAP KITA BISA NGOBROL BAIK-BAIK?"
"Ck, Amanda. Dialamlah!"
Seketika pandangan Amanda beralih pada Jolie, melihat temannya sedang memakai kemeja Reno, lantas melangkah ke tempat Reno berdiri, memeluk pria itu dari belakang, sembari mengusap-usap otot perut Reno, tetapi pandangannya mengarah pada Amanda, dengan tatapan seolah sedang mengejeknya.
"Sudahlah Pak Reno, katakan saja yang sejujurnya," suruh Jolie. Suaranya dibuat semanja mungkin. "Atau aku yang bicara."
"Hmm," gumam Reno. "Bicaralah!"
Pandangan Jolie beralih pada Amanda, menatap temannya dengan sinis, sama halnya dengan Amanda yang menatap Jolie penuh permusuhan.
"Kami melakukan ini juga karena salahmu," ucap Jolie.
Amanda tertawa sumbang mendengar perkataan Jolie, ia lantas menghapus air mata yang ada di pipinya, kemudian menatap Jolie dengan tatapan marah. "Apa? Salahku?"
"Ya," jawab Jolie.
"Tidak salah? Kamu menjadikan aku sebagai tersangka di sini?" Amanda menggeleng, tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulut Jolie.
"Pak Reno itu pria normal, Amanda. Dia butuh kepuasan dan kamu tidak mau memberikannya kepuasan itu," ujar Jolie. "Jadi terpaksa dia mencari kepuasan dari wanita lain. Dan ... kebetulan aku bisa memberikannya.
Amanda tidak langsung merespon perkataan Jolie, ia justru melihat ke arah Reno. "Benar apa yang dikatakan oleh Jolie, Reno?"
"Ya, aku sering mengajakmu. Tapi kamu menolak dengan alasan kita belum resmi menjadi suami istri," jawab Reno. "Tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan melakukan ini lagi setelah kita menikah."
Amanda melambangkan mundur, sambil menggeleng pelan, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "KALIAN MENJIJIKAN!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Rahma Inayah
dasar lelaki buaya buntung..
2025-06-26
1
Isabela Devi
dasar buaya
2025-05-27
1