Lara POV
Hari minggu pagi aku sudah tiba di Surabaya, rumah keduaku yang selalu bisa membuatku nyaman. Tempatku menjauh dari keluargaku, tempatku mengais rejeki, tempatku bertemu dengan kekasihku, tempatku menjalani hari-hari penuh tawa dan senyuman. Dan sekarang akan menjadi tempatku berlari dari kenyataan hidup yang menyakitkan.
Sudah kupikirkan dengan matang segala sesuatunya, tak akan ada keraguan lagi di hatiku. Aku yakin hari Senin besok Darren akan menemuiku di sini, akan kutuntaskan segalanya, kuselesaikan tanpa ada yang tersisa. Maafkan aku kekasihku, sebenarnya hatiku selalu mencintaimu, tapi aku tak sanggup melukai orang-orang yang kukasihi, aku terpaksa mengorbankan cinta kita.
Aku tahu ini menyakitkan, aku tahu ini akan membuatmu terluka, maafkan aku. Mungkin kita memang tidak ditakdirkan bersama, mungkin asa yang kita rajut selama ini harus segera diakhiri. Demi kebaikan kita semua, semoga kamu bisa mengerti.
Terlalu banyak air mata yang harus terbuang percuma, aku harus bisa move on, semua kulakukan demi keluarga yang selalu aku sayangi. Tekatku sudah bulat, biarlah aku mengalah, tak boleh lemah lagi, apalagi jika berhadapan dengan Darren.
***
Darren POV
Gadis itu terlihat lugu, dia memasakkan makanan kesukaanku dengan tulus, aku bahagia memilikinya. Aku belum memberi tahunya tentang ingatanku yang sudah kembali dengan sempurna, aku ingin melihat sekeras apa dia mengingkari perasaannya padaku.
Sejujurnya aku begitu merindukannya, mungkin tak cukup untaian kata untuk mewakili rasa rinduku padanya. Aku rindu dekapan hangatnya yang menenangkan, aku rindu kelembutan bibirnya yang menyatu dengan bibirku saat kami menyalurkan kerinduan. Aku merasakan kenyamanan pada saat menatap matanya, kulihat ada banyak cinta di sana.
Kirana Larasati, gadisku yang sudah kupilih untuk menemaniku sepanjang sisa hidupku, merajut asa denganmu membuatku bersyukur pada Tuhan, karena menciptakanmu untukku seorang. Aku yakin pertemuan kita bukan suatu kebetulan, semua karena Tuhan yang sudah mengaturnya sedemikian rupa. Terima kasih Tuhan, untuk makhluk ciptaanMu yang begitu indah, yang Kau ciptakan untukku. Tak berhenti aku mengucap syukur padaMu.
Melihatmu berpura-pura baik-baik saja saat melihatku bersama Tiara, hatiku tersayat. Kamu menahan rasamu, menyaksikan aku di samping wanita lain. Itu hebat, La. Aku saja tidak sanggup melihatmu dengan laki-laki lain.
Aku tidak akan pernah rela melepaskanmu Lara, terlebih melepasmu pada Joshua yang ternyata memiliki panggilan spesial untukmu. Cih, apa maksudnya ingin memilikimu? Kamu itu milikku, tak seorangpun boleh menyentuhmu.
Hatiku terbakar ketika dia mencium keningmu, hanya aku yang berhak melakukannya. Terlebih saat dia merengkuh pinggangmu, beraninya dia menyentuh gadisku. Aku melihat semuanya, La. Dan aku tersiksa karena tak bisa mencegah kejadian itu, rasanya ingin sekali menyakiti diriku sendiri, karena aku seperti menjadi orang ketiga di antara kalian.
Diamku penuh kekalutan, di satu sisi aku harus berpura-pura masih amnesia, hanya supaya kamu mau kudekati. Aku sedih, La. Kamu menghindariku, tak ingin kupeluk, tak ingin kucium. Kamu menyiksaku dalam kerinduan ini. Jangan mengabaikanku, La. Aku sungguh takut kehilanganmu, aku tak ingin melepasmu, lebih tepatnya lagi aku tak akan pernah merelakanmu.
Aku terlalu mencintaimu, bahkan melebihi diriku sendiri. Aku putuskan untuk membuka fakta sebenarnya tentang hubungan kita, aku tidak ingin jadi pengecut yang tidak mau memperjuangkanmu. Aku tidak peduli yang lain, aku hanya tidak ingin kehilanganmu.
Tidak ingin juga kalah dari siapapun, pokoknya aku harus memilikimu hanya untuk diriku seorang. Aku tidak peduli lagi masalah baktiku pada orang tuaku, aku tidak peduli perasaan Tiara dan orang tuamu, aku hanya peduli padamu, pada kita. Kumantapkan hati untuk mengatakan semuanya kemarin, di depan Tiara dan orang tuamu, di depan orang tuaku juga. Aku tak peduli pada permohonanmu untuk menghentikan niatku, aku sudah memutuskan bahwa ini yang terbaik.
Maafkan aku, La. Karena keegoisanku yang ingin memilikimu, aku harus membuka fakta itu. Akibat yang tidak pernah terpikirkan olehku adalah pada saat ibumu terkena serangan jantung, mungkin beliau terlalu syok dengan berita ini. Aku membatalkan rencana pernikahan dengan kakakmu karena aku terlebih dahulu mencintaimu bahkan jauh sebelum pertunangan itu terjadi.
La, tidak ada hal yang lebih menyakitkan ketika melihat semua orang menyalahkanmu atas kejadian ini. Aku ingin berlari merengkuhmu, menguatkanmu, memberimu kenyamanan, menenangkan hatimu yang gundah. Tapi apa dayaku? Keadaan tak memungkinkan untukku melakukan semua itu, La. Lagi-lagi aku membiarkanmu menghadapinya sendirian, terlalu banyak luka yang kutorehkan di hatimu. Apakah aku memang tidak pantas untuk menjadi sandaranmu? Aku sungguh tak berguna.
Kutatap wajah sendu yang biasanya selalu ceria, belakangan ini tak kudapati senyum dan tawa lepasmu yang sangat mewarnai hari-hariku. Aku tahu isi hatimu, La. Dua tahun bukan waktu yang singkat untukku mengenalmu, pasti saat ini kamu sedang merancang hal terbaik untuk menyembuhkan luka semua orang, sekalipun luka dihatimu tak akan pernah sembuh.
Jangan pernah berharap aku akan melepaskanmu, La. Apapun caranya, aku akan memperjuangkan cinta kita. Aku berjanji akan membahagiakanmu.
"Besok sore aku jemput, beb," ujarku ketika Lara menerima panggilan teleponku.
"Baik, aku pulang kerja di jam seperti biasanya, aku akan menunggumu."
Jawabanmu sungguh formal, aku tidak suka. Jangan sekaku itu sayangku, bisikkku dalam hati. Kuputuskan untuk bersabar sampai besok sore, akan aku kembalikan kehangatan Laraku yang dulu, yang selalu bertingkah manja padaku. Astaga, aku begitu merindukannya.
***
Author POV
"Es krim buat kamu, Ki," Joshua menyerahkan es krim coklat kesukaan Lara. "Setelah makan es krim ini, semua kesedihanmu akan hilang."
Lara menerima es krim dari Joshua sambil tersenyum tipis. "Kesedihanku hilang kalau ada didekatmu, ko," canda Lara sambil mengedipkan mata.
"Oh no, jantungku berdetak lebih cepat. Aku merasa tersanjung," Joshua berpura-pura memegang dada kirinya.
Kemudian mereka tergelak bersama. "Nah, begini lebih cantik, Ki. Tidak seperti nenek-nenek umur 70 tahun," timpal Joshua disela tawanya.
Dengan kesal Lara mencubit pinggang Joshua, menyebabkan pria itu meringis kesakitan.
"Maaf ko, sakit ya?" tanya Lara khawatir.
"Sedikit, tapi akan segera sembuh kalau kamu sun pipiku."
Mata Lara membulat sempurna, sementara Joshua semakin tertawa lepas.
"Jangan khawatir, Ki. Aku tidak akan memintamu menciumku, aku akan menunggu sampai kamu berinisiatif melakukannya tanpa kupinta."
Setelah Joshua mengucapkan kalimat itu, mereka berdua terdiam sambil bertatapan, mencoba menyelami pikiran masing-masing. Tiba-tiba Joshua mengarahkan mulutnya pada es krim di tangan kanan Lara, kemudian makan es krim itu tanpa rasa bersalah sama sekali.
"Ko...," Lara protes karena kesal es krimnya dimakan Joshua. "Daripada meleleh, sayang kan, Ki..."
Kembali Joshua tergelak. Dengan kesal lagi-lagi Lara mencubit pinggang Joshua, tapi kali ini meleset karena Joshua keburu menghindar.
"Ampun, maaf... maaf, Ki," Joshua menangkupkan kedua tangannya.
Lara mengerucutkan bibirnya kesal, tapi akhirnya dia tersenyum lebar. Dia lumayan terhibur menghabiskan waktu bersama Joshua. Tadinya dia sempat menolak pada saat Joshua mengajaknya ke taman hiburan, dia beralasan baru pulang dari Jakarta dan ingin beristirahat. Tapi ternyata Joshua meneleponnya pada saat dia sudah ada di depan pintu kamarnya. Jadi mau tidak mau berangkatlah mereka.
Pada akhirnya dia tidak menyesal pergi ke taman hiburan bersama Joshua, setidaknya dia bisa menceritakan apa yang baru saja dialaminya di Jakarta, dan itu sedikit meringankan bebannya.
Joshua tidak menghakiminya, dia hanya jadi pendengar yang baik. Semua keputusan ada di tangan Lara, apapun konsekuensi dari keputusan itu, harus siap dihadapinya.
"Berdoa, Ki. Minta yang terbaik dari Tuhan, apapun yang terjadi ke depannya, kamu harus terima sebagai konsekuensi dari keputusanmu. Jalani saja, yang terpenting kamu harus pikirkan untuk masa depanmu juga."
Lara mengangguk pasti, disandarkannya kepalanya pada bahu Joshua. "Pinjam bahumu ya, ko."
Joshua tak menjawab apapun, dielusnya kepala Lara yang sedang bersandar di bahunya. "Anytime, Ki."
***
From author :
Aq yang nulis kok jadi baper y? Bingung nih jadinya, Lara sama Joshua or Darren y jadinya?
Guys, comment dunk gmana bagusnya nih, biar aq ga bingung.
Please like n jangan lupa di share ya.
Vote jg y, biar aq tambah semangat bikin chapter2 selanjutnya...
Tq yg ud ngasih like n vote nya, aq padamu deh...
Luv,
Lanny Tan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
PeQueena
jangan kebanyakan pov thor...
ntar jdi bingung bacanya . ribet
2023-05-18
0
scarlet
Lara - Darren,,, 😘
2022-11-16
0
Dian Mulyanie
bs ga thor, Lara sm Darren aja, pliiiisssss🙏😢
2020-12-15
0