Dua bulan berlalu semenjak kecelakaan yang menimpa Darren, semua sudah kembali pada rutinitas dan kesibukan masing-masing. Tiara yang sudah kembali ke Jakarta untuk mengurus butik miliknya, Darren juga menjalankan aktifitasnya dengan ingatannya yang belum kembali sekalipun dokter mengatakan itu hanyalah amnesia sementara waktu saja, Lara yang juga kembali pada rutinitas kantorannya meskipun ada rasa hampa di hatinya karena harus merelakan Darren.
"Memikirkan dia lagi, Ki?" kehadiran Joshua membuyarkan lamunan panjang Lara.
Lara tak berusaha menyanggah tebakan Joshua, karena pada saat ini dia sedang memikirkan Darren.
Hari ini Lara sengaja mendatangi kantor Joshua pada saat jam makan siang, tapi karena dia tidak mengabarkan kedatangannya pada Joshua, alhasil dia terpaksa menunggu di lobi. Ternyata Joshua sedang menghadiri rapat perusahaannya,dengan terpaksa dia menunggu hingga rapat itu selesai. Sekitar 10 menit kemudian Joshua datang menghampirinya di lobi, pada saat itulah dilihatnya Lara sedang termenung sendirian.
"Maaf aku tak mengabarimu perihal kedatanganku," sesal Lara.
"It's ok," Joshua menatapnya lembut. "Aku senang kok, cukup surprise dengan kedatanganmu. By the way sudah makan siang? Kalau belum, makan bareng yuk," ajak Joshua sedikit berharap.
Dengan senyum manisnya, Lara menerima ajakan Joshua. Karena dari pagi tadi perutnya memang belum diisi apapun, membuatnya kelaparan saat ini. Akhirnya mereka pun berjalan kaki menuju kantin untuk sekedar mengisi perut.
"Ada apa tiba-tiba ksini, Ki? Beneran mau kasih surprise buatku?" Joshua membuka percakapan ketika mereka sudah di kantin.
"Bulan depan Darren dan kak Tiara akan menikah, ko," ujar Lara to the point.
"So...?" Joshua menunggu Lara melanjutkan kalimatnya.
Tak ada lanjutan kalimat dari Lara, dilihatnyadua bulir bening mengalir di pipinya yang mulus. Joshua meletakkan sendok dari pegangannya, diambilnya sehelai tissue dan disekanya lembut air mata Lara.
"Berhenti menangis, Ki. Sebenarnya ini persoalan sangat sederhana, pilihan ada di tanganmu. Kamu mengatakan fakta yang sesungguhnya tentang hubunganmu dengan Darren, atau kamu merelakan dia menikahi kakakmu."
Joshua berkata tegas, membuat air mata Lara kembali mengalir. "Tidak sesederhana itu, ko. Ada banyak hati yang terluka kalau sampai aku menggagalkan rencana pernikahan mereka dengan fakta ini, terutama kakakku Tiara."
Saat ini Lara merasa hanya Joshua satu-satunya tempat untuk mencurahkan isi hatinya, sejak Joshua mengetahui hubunganya dengan Darren, sejak itu pula Lara mempercayakan semua keluh kesahnya. Mutia sahabatnya berada di Jakarta, hal itu menjadi penghambat untuk Lara berbagi kegundahan hatinya. Setidaknya dengan berbagi cerita pada Joshua, agak meringankan bebannya.
"Lalu kamu mau bagaimana, Ki? membiarkan mereka menikah? Menikmati sakit hatimu sendiri?" Joshua menaikkan sebelah alisnya, dilihatnya mendung menggelayuti tatapan Lara. "Atau kamu mau nikah sama aku?"
Mata Lara membeliak mendengar kalimat Joshua, tak lama terdengar tawa Joshua yang terdengar begitu senangnya melihat reaksi Lara.
"Calm down, Ki. Kalupun aku melamarmu, tidak dengan suasana seperti ini, aku pasti memberikan yang terbaik untuk orang yang spesial."
Aku berjanji akan membuatmu bahagia, Ki. Aku tidak akan menyia-nyiakan kamu, lanjut Joshua dalam hatinya. Sementara Lara menghela napas ringan merasa terkecoh dengan candaan Joshua, lagi-lagi Joshua sukses menjahilinya.
"Aku serius, kamu malah bercanda," Lara pura-pura marah.
Ya karena kamu terlalu serius, makanya aku jadi iseng deh," Joshua mengacak-acak rambut Lara sambil tersenyum tulus. "Berdoa minta yang terbaik pada Tuhan, Ki. Dia satu-satunya yang dapat diandalkan, dalam keadaan apapun, selalu berserah padaNya. Apapun yang terjadi nanti, baik atau buruk menurutmu, itu sudah pasti yang terbaik dari Tuhan, yang sudah Dia berikan."
Mendengar penuturan Joshua, Lara merasa agak tenang hatinya. Ditariknya napas dalam-dalam, lalu dihembuskannya perlahan. "Thanks ya, ko."
***
Lara membereskan file terakhir di meja kerjanya, memasukkannya dalam salah satu folder yang tersusun rapih di kabinet samping mejanya. Hari ini dia tidak perlu lembur, semua laporan yang dibutuhkan untuk meeting besok sudah selesai dikerjakannya dengan sempurna. Sambil melangkah ringan, Lara menuju lobi kantornya, dia akan memesan taksi online ketika sudah tiba di lobi saja pikirnya.
Tepat ketika Lara sampai di lobi, seseorang menarik lengan kanannya dari belakang. Agak sedikit terkejut Lara membalikkan badannya, dan kali ini dia sungguh terkejut karena ternyata yang menarik lengannya adalah Darren. Sejenak mereka saling menatap, Lara menyalurkan kerinduannya melalui tatapan itu, sekalipun dia tahu Darren tak mengingatnya sama sekali.
"Kak..." Lara memutuskan tatapannya, ditariknya pelan tangannya yang masih digenggaman Darren. "Ada apa kakak kemari?" tanyanya menetralkan suasana.
Darren melepaskan genggamannya, berdehem kecil juga mencairkan suasana tegang yang baru saja terjadi.
"Aku kebetulan lewat sini, dan aku yakin ini jadwalmu pulang kerja. Sekalian saja aku jemput, aku antar pulang ya," Darren berkata ringan.
Lara agak ragu mengiyakan ajakan Darren, tapi setelah dipikirnya toh tidak ada Tiara juga disini, jadi dia tidak perlu mencari alasan kepulangannya bersama Darren.
"Kita mampir makan dulu ya, La. Aku lapar nih, dari tadi siang belum sempat makan," ujat Darren ketika mereka sedang di dalam mobil.
"Baik, kak," jawab Lara .
Suasana ini sungguh membuat Lara canggung, di satu sisi dia harus menahan rasa rindunya pada Darren, dan di sisi lain dia harus bersikap biasa saja pada Darren yang sama sekali tidak teringat padanya.
"Ingatkan aku jika aku lupa sesuatu, La," perkataan Darren sungguh membuat Lara terkejut.
Kenapa dia seolah tahu apa yang sedang kupikirkan? Lara mengeluh dalam hati.
"Maksudnya apa, kak?" Lara bersikap biasa supaya Darren tidak curiga.
"Siapa yang lebih dulu kukenal? Tiara atau kamu?" tanya Darren sambil menatap lurus ke depan, konsentrasi menyetir.
Lagi Lara terdiam, rasanya ingin dia ungkapkan bahwa Lara yang lebih dulu mengenal Darren. Aku ini kekasihmu, sudah dua tahun kita menjalani hubungan ini. Tapi semua harus kandas ketika kamu menerima perjodohan dengan kakakku Tiara. Sekara ini aku hanya calon adik iparmu, Lara bergumam dalam hati. Semua kalimat itu tak keluar dari mulutnya, tertahan di dalam lubuk hati yang terdalam. Semua tentang kita begitu rumit dan kusut untuk diuraikan.
"La, kok melamun? Kamu atau Tiara yang lebih dulu mengenalku?" Ulang Darren.
Lara melirik Darren yang tampak tenang menyetir. "Kak Tiara, kak. Kalian dijodohkan karena orang tua kita saling kenal, kalian menyetujui untuk bertunangan pada saat orang tuaku merayakan ulang tahun pernikahan perak beberapa bulan yang lalu."
Seperti ada sembilu yang mengiris hati Lara ketika dia harus menutupi fakta hubungannya dengan Darren, kesedihan yang tak berujung entah sampai kapan semua ini akan berakhir.
"Mungkin karena kecelakaan itu aku tak bisa mengingat semua cerita lalu dengan baik ya?" Darren seperti bertanya pada diri sendiri. "Tapi kenapa aku selalu merasa lebih nyaman saat denganmu?" sontak Lara menatap wajah Darren berusaha menyelami pikirannya.
Tetap Lara tak menemukan jawabannya, apakah dia masih berharap Darren mengingat tentangnya secuil saja? Ah, ini jelas salah. Aku tak boleh membuat Darren mengembalikan ingatan tentang kisah mereka, dia sudah memutuskan untuk melupakan semua itu.
"Itu perasaan kakak saja, mungkin karena kakak dan kak Tiara tinggal beda kota, jadi berasa kangen yang berlebihan. Nah pas lihat aku, kakak merasa aku mirip dengan kak Tiara, jd kakak merasa nyaman deh."
Pengalihan macam apa ini? Dasar bodoh, mudah-mudahan Darren tidak menyadari kegugupanku, batin Lara.
"Kok ke apartemen kakak? Tadi katanya mau ajak makan?" protes Lara ketika menyadari Darren membawanya ke apartemennya.
"Aku mau ajak kamu makan di apartemenku maksudnya, tolong masak ayam bakar kesukaanku ya, seperti biasa."
Lara mengerutkan dahinya, Darren tidak ingat padanya, tapi dia ingat ayam bakar buatan Lara. Aneh, itu yang terbersit di pikiran Lara.
"Kok malah bengong, La? Itu loh ayam bakar yang kamu buat pas tinggal di apartemenku bersama Tiara," ujar Darren lagi-lagi menyadarkannya.
Lara menepuk dahinya pelan, astaga aku kegeeran, kukira Darren mulai mengingatku, ternyata dia ingat saat Lara membuatkan ayam bakar waktu ada Tiara disini. Ada sebersit kecewa menghinggapinya, tapi ya sudahlah. Akhirnya dia membuka pintu mobil dan mengikuti Darren ke apartemennya.
***
From author :
Hai readers, sori baru sempat update ya guys....
Penasaran dengan kisah selanjutnya? Please vote, like, comment, n share ya... Nti aq tambahin lagi update bab barunya.
Tq guys, happy reading...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
@✿€𝙈ᴀᴋ hiat dulu⦅🏚€ᵐᵃᵏ⦆🎯™
assalamu'alaikum
saya sudah beri 10 like untuk 10 bab pertama
semangat thor
saya tunggu like baliknya, agar saya bisa like bab yang lainnya❤❤❤
mari kita saling dukung terus
2021-02-26
2
zoeyva
aku udah mampir thor, semangat terus ya😊
2020-11-03
0