"Darimana kamu?" Darren bertanya ketus.
Lara menghela nafas. " Aku baru pulang makan malam bersama Joshua, tadi dia jemput aku pas pulang dari kantor," jelasnya dengan malas.
"Tadi siang juga makan siang dengan Joshua? Pantas saja telepon dan pesanku tidak direspon sama sekali, bahkan sampai malam ini pun tetap tak ada respon. Maksudmu apa?" nada suara Darren mulai meninggi.
Lara agak terkejut dengan sikap Darren yang tak seperti biasanya, dengan wajah tak bersalah ditatapnya Darren. "Lalu maumu bagaimana, kak? Aku bukan anak kecil lagi, dan apa kepentingannya aku harus laporan sama kamu?"
Darren tersulut emosinya mendengar penuturan Lara, selama ini aku dianggapnya siapa? batin Darren dalam hati.
"Jadi kamu pikir bisa seenaknya keluar dengan laki-laki lain? Kamu itu pasanganku, kok bisa bilang apa kepentinganku?" Nafas Darren memburu seiring dengan kata-kata yang diucapkannya.
Masih dengan wajah datar dan dan tanpa rasa bersalah sama sekali, Lara melangkah menuju sofa dan duduk dengan tenang dsana. Dengan berani ditatapnya wajah Darren, ada banyak kata yang segera ingin dia keluarkan dari bibirnya, namun semua tertahan karena rasa sakit yang dirasakannya.
"Tolong kembalikan kunci kamar kostku yang kakak pegang, aku butuh privasi. Aku menghindari hal-hal tidak baik, kita harus sadar status kita sekarang ini. Kamu adalah calon kakak iparku, tolonglah supaya kita bs menempatkan diri sesuai posisi masing-masing. Bukankah segalanya sudah cukup jelas untuk kita? Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, tolong mengertilah."
Dengan tegas dan tanpa keraguan sedikitpun, Lara akhirnya mengucapkan semua kalimat itu. Memang terdengar kejam, tapi Lara merasa itu keputusan yang terbaik, sekalipun ada rasa nyeri yang semakin menghimpit dadanya.
"Kamu..." Darren bertambah emosi mendengarkan Lara berbicara tanpa perasaan sama sekali. Dengan kesal dilonggarkannya dasi yang masih terpasang rapi di lehernya.
Sebenarnya Darren sudah dari jam tujuh menunggu kepulangan Lara, dia sengaja tidak menjemputnya langsung ke kantornya, karena dipikirnya Lara pasti akan menghindarinya. Satu-satunya cara terbaik adalah dengan menunggu di kamar kostnya, karena memang sudah menjadi kesepakatan bersama dari awal mereka menjalin hubungan Darren memegang salah satu anak kunci pintu kamar itu, untuk memudahkan aksesnya masuk pada saat harus menunggu kepulangan Lara seperti sekarang ini.
Seandainya keterlambatan Lara disebabkan karena harus lembur di kantornya, Darren mungkin bisa memakluminya. Tapi ini masalahnya adalah karena Lara makan malam dengan Joshua, dan kepulangannya yang tiba pukul 11 malam sudah sangat terlambat untuk ukuran jam makan malam pada umumnya. Ditambah lagi dengan pernyataan Lara yang seolah-olah mengatakan bahwa Darren tidak punya hak untuk marah, belum lagi permintaan Lara yang meminta kunci kamarnya dengan alasan privasi.
"Apa kamu sadar dengan ucapanmu, Lara?" Darren mendesis sambil menahan marah.
"Sangat sadar, kak," tukas Lara tanpa ragu.
Darren menghampiri Lara dengan tangan terkepal menandakan dia sudah benar-benar marah. Dicengkramnya bahu Lara, sambil menatap lekat kedalaman mata Lara. Dia menemukan kesedihan yang teramat memilukan hatinya, ternyata tatapan Lara tidak selugas perkataannya, Darren melunak. Ditariknya Lara ke dalam pelukannya, lama mereka terdiam dalam posisi itu.
Lara memejamkan matanya, dia menghirup aroma tubuh Darren yang sudah sangat dihapalnya, sejenak dia menemukan kenyamanan yang mampu menghalau gundahnya. Entah bagaimana dia bisa menjalani hidup tanpa Darren, ini sangat berat. Tapi di sisi lain dia harus merelakannya.
"Maafkan aku, kak. Aku ingin sendiri..."
Darren mengeratkan dekapannya demi mendengar ucapan Lara, diusapnya punggung Lara dengan penuh kasih. Kali ini tidak ada kemarahan, Darren menyadari bahwa Lara memvutuhkan ruang untuk sendiri.
"Jangan pernah memintaku untuk berhenti mencintaimu, jangan pernah menganggap aku ini kakakmu, aku akan segera memperbaiki keadaan ini."
Kalimat Darren disambut luruhnya air mata Lara, tak ada bantahan lagi. Mereka terlalu lelah dengan keadaan ini.
"Aku pulang dulu, kamu istirahat ya, sayang."
Dikecupnya dahi Lara dengan penuh kasih. "I love you, La."
***
Darren bergegas pulang ke apartemennya, dia tidak ingin lebih dalam lagi membuat Lara bersedih dengan kemarahannya yang seperti tadi. Sesungguhnya dia tidak bermaksud melukai Lara dengan sikap kasarnya, dia hanya merasa cemburu dengan kedekatan Lara dan Joshua. Bagaimanapun Lara adalah miliknya yang tidak semudah itu dilepaskan. Untuk urusan kepemilikan, Joshua bisa menjadi sangat egois, karena memang dia tidak ingin berbagi apalagi sampai menyerahkan apa yang sudah menjadi miliknya.
Kamu milikku, La. Tidak boleh ada laki-laki lain yang memilikimu kecuali aku, batin Darren. Dengan kesal dipukulnya setir mobil, dia merasa putus asa dengan keadaan ini. Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana caranya supaya dunia tahu bahwa Lara adalah satu-satunya gadis yang kucintai? Ah, ini sangat menyebalkan. Darren terus berperang dalam kekalutan. Dia merasa menjadi seorang pengecut yang tidak berani menyatakan keberadaan Lara sebagai bagian dari hidupnya, mungkin sebentar lagi dia akan menjadi seorang pecundang apabila Joshua benar-benar mengambil Lara sebagai kekasihnya.
Tiba-tiba dari arah depan datang sebuah cahaya menyilaukan yang membuat Darren sadar dari lamunannya, kejadian itu sangat cepat dan tidak bisa dihindari lagi. Mobilnya menabrak cahaya yang sangat menyilaukan, selanjutnya semua terlihat gelap, Darren tidak sadarkan diri.
****
Sudah dua jam Lara duduk di depan ruang tunggu operasi, kedua tangannya menangkup wajahnya, dia terisak pilu. Satu jam sejak kepulangan Darren tadi, Lara menerima telepon dari Joshua yang mengabarkan bahwa Darren kecelakaan, bergegas dia menuju rumah sakit yang diberitahukan oleh Joshua. Disana Joshua sudah menunggunya dan langsung membawanya ke ruang tunggu operasi.
Darren mengalami kecelakaan parah, mobilnya bertabrakan dengan sebuah truk yang datang dari arah berlawanan. Supir truk yang mengemudi dalam keadaan mengantuk itu kehilangan kendali, sehingga menyebabkan kecelakaan tersebut terjadi secara cepat tanpa bisa dihindari.
Saat ini keadaan Darren sangat mengkhawatirkan, otaknya mengalami pendaharan yang menyebabkan dokter harus mengoperasinya untuk menyelamatkan nyawanya. Lara tidak mengerti bahasa kedokteran, pokoknya Darren harus dioperasi segera, sehingga mau tak mau Lara yang diberi kepercayaan sebagai calon adik iparnya Darren untuk menandatangani surat persetujuan operasi itu. Sebelumnya dia sempat memberi kabar pada Tiara, kemudian dari Tiara diteruskan kepada orang tuanya dan juga orang tua Darren. Mereka baru bisa datang ke Surabaya keesokan harinya, oleh sebab itulah Lara bisa menunggui Darren yang sedang dioperasi.
"Tolong jaga Darren sampai kami datang ya, La," mohon kakaknya Tiara dengan suara serak, pasti dia sedang menangisi Darren.
"Iya kak," jawab Tiara singkat, dia tidak ingin Tiara tahu kalau dia juga sedang menangis karena khawatir dengan keadaan Darren.
Tanpa diminta pun aku pasti akan menjaga Darren, kekasihku yang kucintai, batin Lara pilu. Kenapa begitu banyak duka yang harus kualami ya, Tuhan? keluhnya dalam hati. Aku mohon selamatkan Darren ya, Tuhan. Aku rela tidak bisa memilikinya asalkan dia hidup.
Detik demi detik berlalu, menit demi menit, jam demi jam, namun operasi Darren tak kunjung selesai. Lara masih menanti dengan air mata yang tak berhenti mengalir.
"Minum dulu, Ki," Joshua tiba-tiba mengulurkan segelas cokelat panas yang sengaja dibelinya di kantin tadi.
Sudah berjam-jam berlalu, dan Joshua terus memperhatikan reaksi Lara yang tak henti menangis dan menatap ruang operasi dengan wajah cemas.
"Terima kasih, ko," Lara menerima minuman itu dan segera menyesapnya sedikit demi sedikit.
Tadi ketika Lara hendak bersiap untuk tidur, Joshua memberikan kabar kepadanya tentang kecelakaan yang menimpa Darren, dia mengetahui kabar tersebut pada saat dia menelepon Darren karena ada sesuatu hal yang ingin dibicarakan. Ketika dia menelepon Darren, ternyata yang menerima teleponnya adalah pihak kepolisian yang sedang mengurus kecelakaan tersebut.
"Kamu harus simpan ini, Ki," Joshua menyerahkan sebuah ponsel pada Lara.
Masih dengan raut sedih, Lara yang tahu bahwa itu adalah ponsel Darren langsung menerimanya. Joshua merapihkan anak rambut Lara yang jatuh ke pipinya, wajah gadis dihadapannya ini sangat kacau. Tak banyak kata yang diucapkan oleh Joshua.
"Simpan ponsel itu, setidaknya sampai Darren sadar pasca operasi nanti. Kamu harus serahkan langsung padanya, karena aku tahu ada hal-hal yang sengaja kalian simpan dari Tiara."
Lara terkejut dengan perkataan Joshua, tapi dia tak punya daya apapun untuk sekedar berucap terima kasih.
***
From author :
Hai... hai... Tambah penasaran ga sih dengan kelanjutan kisah ini? cinta segitiga antara Lara, Darren, dan Tiara. Or segi empat ya? Karena ada Joshua juga...
Nah buat yang penasaran, cuzz vote, like, comment, n jangan lupa share juga ya ke teman2 lainnya. Biar aq tambah semangat lanjutin kisahnya nih.
Ntar aq usahakan update 1 bab lg ya, dgn catatan diriku tidak memgantuk, hehehe...
Selamat membaca ya guys, semoga suka...
Luv,
Lanny Tan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
💕febhy ajah💕
entahlah siapa yg tersakiti dan siapa yg menyakiti.
2021-03-18
1
✰͜͡v᭄pit_hiats
baperrr😭😭😭😭
2020-12-17
1
Uvie El Feyza
lanjut thor,,,
2020-11-05
1