Darren POV
Aku membuatnya menangis, padahal aku berjanji tidak akan membuat air matanya menetes karenaku. Lara gadisku, maafkan aku. Semua memang salahku karena tidak memberitahumu sebelumnya, itu semua karena aku tidak sanggup membuatmu terluka.
Setelah pertemuanku dengan Lara di sebuah cafe di Jakarta, dia benar-benar menghindariku. Padahal banyak hal ingin kujelaskan, tentang kesalah pahaman ini tentunya. Salah paham? Tidak, ini hasil kebodohanku.
Aku terpaksa mengorbankan perasaan gadisku, menolaknya ikut menghadiri perayaan ulang tahun penikahan orang tuanya dengan alasan ada pekerjaan mendesak. Aku tidak jujur dengan situasi yang menyulitkanku, aku sebagai anak laki-laki tertua dalam keluargaku, terpaksa menerima perjodohan yang disepakati oleh kedua orang tuaku dengan anak gadis sahabat lama mereka.
Dengan alasan klise demi baktiku pada kedua orang tua yang sudah membesarkanku, aku dengan bodohnya menerima perjodohan dan menyetujui untuk bertunangan. Dengan pikiran naifku seiring berjalannya waktu aku akan menjelaskan pada tunanganku tentang posisiku yang sudah memiliki kekasih, dan akan meminta bantuannya untuk kemudian menjelaskan pada orang tua kami bahwa perjodohan tidak akan dilanjutkan. Well, aku rasa tunanganku juga tidak memiliki rasa apapun padaku karena kami memang berjodoh secara terpaksa, aku terlalu yakin tunanganku memiliki visi dan misi yang sama denganku dalam perjodohan ini.
Dengan berbekal keyakinan itu, aku dan orang tuaku berangkat ke kediaman calon mertuaku untuk meminang putrinya. Hal yang sama sekali tidak pernah kuperhitungkan adalah ternyata gadis yang menjadi tunanganku tidak lain kakak dari kekasihku sendiri. Perasaan bersalah menghinggapi hatiku ketika aku meminang gadis lain di hadapan kekasihku sendiri, aku tahu dia sangat terluka, aku tahu dia hancur, tapi dia berusaha tegar di depan semua orang, seolah tidak terjadi apa-apa.
Nasi sudah menjadi bubur, pertunangan tetap harus berjalan, demi menjaga kehormatan orang tua kami masing-masing. Walau di belakang itu semua Lara gadisku harus remuk hatinya, aku benar-benar menghancurkannya berkeping.
"Aku tidak akan sekalipun melukai hatimu, aku akan selalu ada untukmu. Dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk membuktikan cintaku padamu, aku akan datang pada orang tuamu untuk memintamu jadi pendamping hidupku," terlintas perkataanku pada Lara kala itu.
Ya, aku memang datang pada orang tua Lara, tapi untuk melamar kakaknya Tiara. Terdengar miris, aku terjebak dalam skenario kusut yang kubuat sendiri. Aku kebingungan sendiri, bagaimana caranya mengakhiri semua ini? Aku ingin endingnya bersama Laraku, happy ending seperti cerita-cerita novel kebanyakan.
Lara menghindariku, dia tidak ingin bertemu denganku. Nomorku sempat diblokir, namun dengan sedikit ancaman akhirnya Lara mau menemuiku dan tidak memblokir nomorku lagi. Lara menumpahkan segala kesedihannya atas pengkhiatanku (astaga, La. Aku tidak pernah berpikir sedikitpun untuk mengkhianatimu)
Sekeras apapun usahaku untuk menjelaskan, sekeras itu pula Lara menolak untuk memdengarkanku. Aku harus bagaimana, La? Rasanya aku mulai gila takut kehilanganmu. Lara memintaku untuk melupakannya, itu adalah part paling sulit yang sumpah demi apapun tidak akan pernah dan tidak mau aku lakukan. Percayalah aku tidak akan pernah melepaskanmu, La.
Aku akan berjuang untuk memperbaiki semuanya, aku tidak akan menyerah untuk merengkuhmu kembali.
***
Author POV
Lara sedang menunggu jemputan taksi online pesanannya di lobi kantor, dia melirik jam tangannya, ternyata sudah pukul 8 malam. Hari ini terpaksa Lara lembur lagi, karena pekerjaannya menumpuk pasca masa cutinya minggu lalu. Sebenarnya ada baiknya Lara menyibukkan diri dengan pekerjaan, hal ini toh bisa mengalihkan pikirannya dari Darren dan orang tuanya.
Dilihatnya aplikasi taksi online di ponselnya, sekitar 5 menit lagi jemputannya akan tiba. Lara menyingkirkan anak rambut yang jatuh di dahinya ketika dilihatnya sebuah mobil yang sangat dikenali siapa pemiliknya berhenti tepat di depannya. Benar saja, tak lama Darren keluar dari sisi kemudi.
"Aku antar kamu pulang," ujar Darren tanpa basa basi, diraihnya pergelangan tangan kiri Lara.
Belum sempat Darren meraih tangannya, Lara menghindar sambil menggelengkan kepalanya.
"Sorry aku sedang menunggu taksi online pesananku, sebentar lagi tiba. Trims," Lara berusaha menyembunyikan gemuruh di dalam dadanya.
Kenapa kamu harus muncul di hadapanku? Aku sedang berusaha keras untuk melupakanmu, monolog Lara dalam hati. Sesaat kemudian sebuah mobil yang tak lain adalah taksi online pesanan Lara tiba, segera Lara menghampiri mobil itu. Ketika dia sedang berusaha membuka pintu penumpang, Darren menarik tangannya dengan kasar.
"Ikut aku," ujarnya tajam tak mau dibantah.
"Aku tak bisa membatalkan pesananku, please lepaskan tanganku," Lara berkata dingin.
"Pak, nona ini tidak jadi menumpang taksi anda. Ini untuk ongkosnya tetap saya bayarkan," Darren menyodorkan selembar uang seratus ribuan pada supir tersebut.
"No, aku tidak mau pulang denganmu," Lara setengah berteriak pada Darren.
Supir taksi online yang kelihatan kebingungan menonton salah satu adegan yang sering ada di sinetron-sinetron yang sering ditonton istrinya itu pun hanya berani diam menunggu, kemudian dia segera menghidupkan mesin mobilnya begitu tatapan Darren menghujam tajam padanya.
"Saya permisi, mohon bintang limanya ya, Mbak," ujarnya berharap pada Lara. "Terima kasih, Mas," sambil melirik Darren takut-takut.
Setelah taksi online itu berlalu, Darren menarik tangan Lara menuntunnya menuju mobilnya.
"Lepaskan, tanganku sakit," Lara mencoba menarik tubuhnya karena tidak mau ikut dengan Darren.
Darren yang kesal dengan penolakan Lara mendorong tubuh Lara hingga bersandar ke mobilnya, kemudian mengungkung Lara sambil meletakkan telapak tangannya di kiri kanan tubuh Lara.
"Jangan memaksaku untuk menciummu disini, ikut aku, atau besok kamu akan jadi bahan gosip di kantormu karena saat ini ada beberapa pasang mata yang sedang memperhatikan kita. Bagaimana?" Nafas Darren terasa dekat sekali di wajah Lara.
Akhirnya Lara mengalah, sambil membuang nafas kasar dia mendorong Darren pelan dan membuka pintu penumpang di sebelah kemudi, masuk ke mobil dengan sukarela. Darren tersenyum kecil dengan keputusan bijak Lara setelah mendengar ancamannya.
"Sudah makan?" tanya Darren memecah kesunyian.
Lara mengangguk, dia malas bersuara. Sebenarnya dia belum makan apapun sejak tadi siang, waktunya benar-benar dihabiskan berkutat dengan pekerjaan kantornya. Kalau dia bilang belum makan, pasti Darren akan mengajaknya makan dan dua harus berlama-lama menghabiskan waktu dengan pria yang sangat dibenci sekaligus dicintai olehnya.
Dalam diam Lara menperhatikan jalan yang ditempuh ternyata bukan jalan menuju tempat kost nya, dia sangat tahu jalan itu menuju ke apartemen Darren.
"Aku mau pulang, kak. Hari ini sangat melelahkan, aku ingin cepat beristirahat," Lara berusaha membujuk Darren supaya mengantarkannya langsung ke kostnya.
"Aku bukan kakakmu, panggil aku seperti biasa kamu memanggilku. Aku tidak mau menjadi kakakmu," Darren berkata dingin.
"Pada kenyataannya memang kau akan menjadi kakak iparku, hal itu tak bisa diubah. Jadi tolong antarkan aku pulang sekarang," Lara mulai tersulut emosinya.
"Dengarkan aku, sampai kapanpun aku tidak akan pernah menjadi kakak iparmu. Aku ini kekasihmu, pasanganmu, dan akan selamanya seperti itu," suara Darren mulai meninggi.
Dengan kesal Lara melirik sinis ke arah Darren, sambil menyilangkan tangan di dadanya, Lara berusaha menahan emosinya.
"Berhentilah bersikap egois, kau tidak bisa memiliki kami berdua. Lagipula sudah jelas kukatakan bahwa di antara kita sudah selesai, i'm not yours anymore. Lupakan aku," intonasi suara Lara tidak bisa menyembunyikan kemarahannya.
Tiba-tiba Darren mengerem mendadak demi mendengar penuturan Lara, dipukulnya kemudi dengan kesal. Lara terlonjak dengan sikap Darren yang tidak seperti biasanya. Dengan kasar Darren menarik tengkuk Lara dengan kedua tangannya, dengan penuh emosi diciumnya bibir ranum berwarna pink alami milik Lara, bibir yang sangat dirindukannya beberapa hari belakangan ini. Dengan rakus dilumatnya bibir wanita yang sangat dicintainya itu, tanpa memberi kesempatan pada Lara untuk sekedar menghindar atau menghentikannya.
Darren memperlembut ciumannya ketika dia merasa tidak ada perlawanan dari Lara, sebaliknya Lara malah terhanyut dengan ciuman lembut itu dan dia juga terlena dengan membalas ciuman itu. Mereka saling menyalurkan kerinduan melalui ciuman itu, ketika merasa pasokan oksigen sudah menipis, akhirnya mereka melepaskan ciuman itu sambil tersengal mencari oksigen. Sambil tetap menempelkan dahi, mereka mengatur napas.
"I love you, Kirana Larasati," Darren berkata lirih.
Kesadaran Lara perlahan kembali demi mendengar pernyataan Darren, biasanya dia begitu bahagia mendengar Darren mengucapkan kalimat itu. Tapi kali ini rasa sakit mengiris hatinya, lukanya masih menganga lebar, kini dia harus membiasakan diri untuk hidup tanpa cinta dari Darren.
"Lupakan semuanya, kak. Akan banyak hati yang terluka kalau kita terus seperti ini, aku sudah memutuskan untuk menghapus semua rasaku padamu. Aku mohon lepaskan aku," air mata yang ditahannya sejak tadi akhirnya luruh juga.
Darren menarik Lara dalam pelukannya, dia tak sanggup melihat gadisnya menangis.
"Jangan pernah berpikir untuk melupakanku, aku tidak akan pernah melepaskanmu. Aku akan selesaikan semua ini, tunggu aku ya, sayang."
Darren mengelus punggung Lara mencoba menenangkannya.
***
From author,
Hai good people, thanks buat kalian yang sudah mencoba baca karyaku. Mohon dukungannya semua ya, please vote, like n comment.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
scarlet
Lara akan selalu kalah n luluh krn mmg rasa yg ada tdk mgkn bs hilang dlm sekejap,,,, lbh baik mhindar dgn pergi jauh utk menata hati
2022-11-16
0
Yuko_Arfa
lanjut kak thor..👍
2022-05-17
0
Arsyalom Timothy
novel sekeren in kok dkit yg like... pd gx py hati.
2021-07-19
0