Lara beringsut malas dari tempat tidurnya, dia mengambil ponselnya di nakas dan segera mematikan alarm yang membuatnya terjaga dari mimpi indahnya. Hari ini jadwalnya terbang ke Surabaya, kembali menjalani rutinitas kerjanya. Melupakan Darren tentu saja menjadi agenda pentingnya saat ini,.dia tidak ingin berlarut-larut dalam momen patah hatinya, life must go on.
Setelah menyelesaikan ritual mandi paginya, Lara segera melangkah turun menuju ruang makan untuk sarapan bersama dengan keluarganya. Ketika melintasi kamar orang tuanya, tanpa sengaja Lara mendengar tangisan mamanya.
"Aku merasa Lara menyembunyikan sesuatu, Pa. tapi sepertinya dia memendam semua dalam hatinya sendiri, dia kelihatan sangat bersedih dan terluka. Meskipun aku ini bukan ibu kandungnya, aku bisa merasakan kesedihannya, Pa."
Lara menajamkan pendengaran demi mendengar penuturan mamanya disela isak tangisnya, matanya terbelalak mendengar kenyataan bahwa mamanya bukan ibu kandungnya, apalagi ini ya Tuhan? Batin Lara dalam hatinya.
"Sudahlah, Ma. Lara sudah dewasa, dia tahu mana yang baik atau buruk. Kita harus menghargai privasinya, jangan pernah memaksanya untuk menceritakan apa yang dia tak mau bagikan pada kita sebagai orang tuanya," papanya berkata bijak sambil menghela nafas.
"Aku juga sangat berterima kasih kamu mau menyayangi Lara dengan tulus, sekalipun dia bukan anak kandungmu, kamu tidak membedakannya dengan Tiara. Please jangan dibahas lagi masalah ini ya, aku sangat menyesal dengan kekhilafanku di masa lampau, maafkan aku karena pernah berpaling darimu sehingga Lara hadir ke dunia ini."
Air mata Lara tak terbendung lagi, dia menyaksikan kedua orang tuanya berpelukan setelah membahas tentang status Lara sebenarnya. Jadi selama ini aku bukan anak kandung Mama? Lara menggumam dalam hati. Tuhan, kenapa rasanya sakit sekali? Lebih menyakitkan dari kenyataan dikhianati Darren.
Kenapa harus begini? Setelah dikhianati oleh kekasihnya sendiri, sekarang dia harus mendengar kenyataan bahwa dia bukanlah anak kandung mamanya. Miris sekali kisah hidupnya Lara, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dengan berderai air mata Lara masuk ke kamar orang tuanya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, kemunculan Lara yang tiba-tiba membuat kedua orang tuanya terkejut.
"Ma, apa yang Lara dengar barusan itu tidak benar kan? Lara anak kandung Mama ya kan?" isak Lara sambil memegang tangan mamanya.
Mamanya Lara kembali menangis, ditariknya Lara ke dalam pelukannya. Dia sangat sedih karena Lara harus mengetahui kenyataan ini, padahal mereka sudah menyimpan rapat fakta tentang ibu kandung Lara, namun secara tidak sengaja Lara harus tahu fakta ini.
Sambil menepuk punggung Lara dengan lembut, mamanya terisak.
"Maafkan mama, nak. Selamanya kamu anak mama yang selalu mama sayangi, apapun keadaannya tak akan merubah semuanya. Sayang dan cinta mama tidak akan pernah berubah, sayangku."
Tangis Lara semakin pilu, rasanya dia tak sanggup berdiri di atas kedua kakinya lagi. Dengan kata lain, berarti aku memang bukan anak kandung mama, batinnya perih. Tak ada satu pun kata terucap dari mulut Lara, lidahnya terasa kelu.
Papanya Lara merengkuh kedua perempuan yang sangat dikasihinya, tak sanggup berucap apapun, dia terenyuh turut merasakan sakit hati putri bungsunya. Mereka bertiga menangis meluapkan rasa sesak di dada.
"Ma, Lara pamit harus kembali ke Surabaya," ujar Lara lirih disela tangisnya.
"Nak, jangan pergi dalam keadaan seperti ini. Tinggalah beberapa hari lagi, kita dinginkan suasana bersama-sama. Kamu sudah dewasa, sekalipun mama bukan mama kandungmu, tidak akan merubah apapun," tutur papanya sambil mengelus rambut panjang Lara.
Lara menatap papa dan mamanya bergantian dengan tatapan sendu, "Lara butuh waktu untuk menerima kenyataan ini, Ma, Pa."
Disekanya air mata yang terus bergulir di pipi mulusnya, Lara sebenarnya merasa hilang arah saat. Baru beberapa hari kemarin dia menerima kenyataan pahit harus menyaksikan pertunangan kekasihnya dengan kakaknya sendiri, pagi ini dia kembali mendapatkan kenyataan pahit bahwasanya ibu yang sangat menyayanginya dari dia masih kecil, ternyata bukan ibu kandungnya. Ya Tuhan, drama apa yang sedang dirancangkan dalam hidupnya, kenapa sungguh pahit dan menyesakkan dada?
Entah bagaimana dia melanjutkan hidupnya ke depan? Asa dan harapannya telah sirna dalam sekejap saja.
"Maafkan Lara, entah sampai kapan Lara bisa menerima kenyataan ini? Mohon ijinkan Lara untuk berangkat sekarang, permisi."
Sambil menyeka air mata Lara beranjak dari hadapan kedua orang tuanya, dia menuju kamarnya dan mengambil koper yang memang sudah dipersiapkan untuk keberangkatannya hari ini. Kamu harus kuat Lara, anggap saja semua ini mimpi buruk, bisiknya dalam hati. Dengan wajah sembab Lara meninggalkan rumahnya.
***
Dengan langkah gontai Lara masuk ke gedung perkantoran tempatnya berkerja, ini adalah hari pertamanya masuk kantor setelah cuti satu minggu. Agak tidak bersemangat memulai hari karena beban yang menggelayutinya.
Aku harus bangkit, tidak bisa seperti ini terus. Aku harus menata masa depanku, memulai segala sesuatunya dari awal lagi. Semangat, seru Lara dalam hati.
Sambil tersenyum kecil Lara menegakkan tengkuknya, menandakan bahwa semangatnya telah kembali. Terdengar notifikasi dari ponselnya, Lara merogoh tas tangannya.
Mama :
Nak, jangan lupa sarapan. Mama sayang kamu, telepon Mama kalau ada waktu ya.
Lara menghela nafas ringan, senyumnya kembali pudar. Dimasukkannya kembali ponsel ke dalam tasnya tanpa membalas pesan mamanya.
Maaf, Ma. Lara masih belum terima semua ini, lagi-lagi Lara membatin.
Brukk
Karena sedang melamun Lara menabrak seseorang, membuatnya tersadar dari lamunannya.
"Maaf... Saya tidak senga..."
Lara tidak melanjutkan kalimatnya, dia terkejut menyadari siapa yang sudah ditabraknya barusan.
"Hai, Kirana. Ketemu lagi kita," ujar laki-laki yang ditabrak Lara tadi.
Ekspresi Lara langsung berubah drastis, senyum manis mengembang di bibirnya yang berwarna pink.
"Maaf ya ko Joshua, aku tidak sengaja," Lara mengatupkan telapak tangannya sebagai permintaan maafnya. "By the way, koko ngapain di sini pagi-pagi?"
"It's ok, Ki," balas Joshua akrab. "Aku habis ketemu atasanmu, ada pembahasan sedikit tentang proyek kita."
Lara mengangguk pelan. " Okelah kalau begitu, aku masuk dulu ya ko, takut terlambat. Anyway, sekali lagi maaf ya ko."
"Maafnya diterima kalau kamu mau makan malam denganku, deal?" Joshua mengedipkan mata.
"Next time ya, ko. Minggu ini pasti aku sibuk banget, kan baru selesai cuti," Lara mencoba menghidar.
Joshua sebenarnya agak kecewa dengan penolakan Lara, tapi dia juga tidak ingin memaksa gadis itu.
"Baiklah, aku tunggu janjimu ya. Ingat janji adalah hutang, aku pasti nagih loh," seloroh Joshua ringan.
Sebagai tanda setuju, Lara memberikan jempolnya. Kemudian dia pamit meninggalkan Joshua yang masih menatap punggung Lara dengan tatapan kagum. Sepertinya aku menyukai gadis ini, batin Joshua sambil tersenyum tipis.
***
Hai readers yang kece badai, semoga suka ya dengan ceritaku ini.
Jangan lupa vote, like, n comment.
Author harapkan support dari kalian ya, supaya lebih semangat lagi nih nulisnya... trims ya guys...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Siti Wulandari
aku sudah lama baca ini cerita dan ini yang kedua kalinya baca lagi tapi sayang banget novel bagus gini tapi belum banyak yang tau jd yg like masih dikit😌 semangat terus berkarya untuk author nya,semua berawal dari bawah dulu untuk mencapai puncak 💪
2021-12-26
0
💕febhy ajah💕
novel sebagus ini. kok jarang yg like ya 🤔🤔🤔🤔🤔
2021-03-18
1
🌹Fina Soe🌹
syedih aku tu..kasian lara..😢
2020-12-19
0