Tak perlu membuktikan apapun pada pasanganmu. Cukup tahu dan berpura-puralah mengerti kondisi pasanganmu. Jika memang cinta itu hadir, maka tak akan ada yang bisa memisahkan jarak diantara dua insan manusia.
Kadang, cinta terlalu egois. Memaksakan kehendak hati dari pasangannya. Terkadang juga, cinta bisa membuat pola fikir seseorang menjadi buyar. Mereka rela berkorban demi seseorang yang mereka cintai, walaupun keadaannya memang menyakitkan.
Alvin berjalan cepat di samping ranjang beroda yang tengah di tarik oleh tiga orang perawat di rumah sakit Medical Utomo. Alvin terus saja menggenggam tanganku dengan erat. Sampai-sampai ia tidak sadar telah sampai di ruang operasi. Di mana mereka ara dokter akan mengeluarkan sebutir peluru yang tertancap di bagian dada. Tepat dan hampir mengenai jantung.
Beberapa perawat berdatangan, dan saling membantu satu sama lain. Ada yang memasang alat oksigen ke hidungku. Memasang alat infus. Mereka sama-sama bekerja membantu dokter Frans dalam operasi, hari ini.
Kejadian itu begitu singkat. Di mana saat tubuhku rela melindungi tubuh Alvin, dan peluru pun masuk ke dalam dadaku.
Alvin terus saja menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpaku hari ini. Kalau bukan karena tindakan bodohnya mengusirku dari rumah besarnya.
" Dokter Frans, tolong sembuhkanlah isteriku. Aku mohon padamu. Berapa pun biayanya akan aku bayar, asalkan Daisyku selamat." Alvin memohon. Kali ini, tatapan matanya menghiba.
" Tenanglah Tuan. Akan saya usahakan sebisa mungkin. Berdoalah pada Tuhan, agar Daisy bisa selamat." Frans menepuk pundak Alvin. Saat ini ia tahu, Alvin sedang rapuh.
" Dan ya, itu luka-luka lebam di tubuhmu, segera di obati."
" Aku tidak perduli pada luka-luka di tubuhku. Yang aku perdulikan sekarang adalah kesembuhan Daisy. Ia isteriku, wanita yang amat aku cintai." ucap Alvin lirih. Ia menitikkan airmatanya.
Dokter Frans, menepuk pundak Alvin tiga kali. Kemudian, ia pergi meninggalkan Alvin yang sedang terpuruk di ruang tunggu.
Tak lama kemudian, operasi pengangkatan peluru pun di mulai.
🍁🍁🍁
" Sudah ibu katakan padamu, Alvin. Berhentilah dalam melakukan pekerjaan itu. Berhenti menjadi mafia. Lihat! Lihatlah sekarang, Daisy menjadi korban dari keganasan musuh dari geng mafia yang kamu lakoni itu!" bu Mega menegur Alvin. Ia nampak shock mendengar menantu kesayangannya tertembak.
Alvin tertunduk. Ia sangat terpukul mendengar ucapan dari bu Mega yang terus menerus menyalahkannya.
" Jika tahu akan jadi seperti ini, lebih baik saya jadi orang miskin, tuan. Daripada harus merelakan ponakan saya pada orang yang tidak tepat!" paman Ben, menimpali.
Ia teramat sedih saat Razak menceritakan kejadian sebenarnya di sana. Ia bersyukur sekali puterinya telah di selamatkan olehku.
" Maafkan saya, paman. Saya khilaf." ucap Alvin, lirih.
" Saya tidak mau tahu, jika Daisy sembuh. Saya akan membawanya pergi jauh dari Anda." paman Ben terus berkata pada Alvin.
Alvin benar-benar terluka saat ini. Ia berlalu meninggalkan mereka yang menghujat dirinya.
Alvin menatapku dengan tatapan nanarnya. Di kejauhan. Dari balik kaca jendela ruangan perawatan. Aku selamat, dan peluru yang tertancap di dadaku sudah di ambil oleh Dokter Frans. Kini aku berada di ruang ICU, guna memudahkan dokter Frans memantau perkembanganku.
" Tuan, makanlah dulu. Semenjak tuan membawa nona muda ke rumah sakit, aku lihat tuan belum menyentuh makanan apapun yang di sediakan perawat di rumah sakit ini." Dave datang, menghampiri Alvin seraya membawa sepiring makanan serta minuman di tangannya.
" Tidak Dave, kau makanlah sendiri. Aku belum merasa lapar." Alvin berkata, datar. Tatapan matanya kosong.
" Tapi tuan, jika tuan terus seperti ini, tuan akan sakit. Bagaimana jika Nona muda tahu anda menyiksa tubuh Anda sendiri, ia pasti akan marah besar pada Anda tuan."
" Lalu apa gunanya aku hidup? Jika aku melakukan hal yang sangat berdosa. Mengusir isteri yang baik hati, lalu membiarkanya terluka saat melindungi suaminya." Alvin menahan emosinya. Keringat dingin bercucuran dari keningnya.
" Tapi setidaknya, tuan mempunyai cukup tenaga untuk menyambut Nona muda siuman bukan?"
Alvin menatap Dave.
" Makanlah, Tuan."
Alvin mengangguk. Tak lama kemudian, Alvin segera menyantap hidangan yang di bawakan Dave dari rumah. Sambil sesekali melihat kearahku yang tengah terbaring koma, tak berdaya.
🍁🍁🍁
2 hari kemudian ...
Siang itu, sekitar jam makan siang para dokter dan suster jaga.
Alvin masih dengan setia berdiri di kaca ruangan ICU. Dengan sabar dia terus berdoa dan berharap keajaiban dari Tuhan agar aku bisa siuman.
Saat itu, Alvin melihat ada yang aneh dari tubuhku. Yang tiba2 saja bergerak tidak beraturan. Tubuhku bergetar hebat, di atas ranjang pesakitan.
Alvin pun panik, ia nekat memasuki ruangan ICU, setelah ia memanggil dokter dan suster jaga di bagian informasi. Lalu memeluk tubuhku yang sedang bergetar hebat.
" Ada apa ini, tuan?! Apa yang terjadi?! " Dokter Frans yang saat itu tengah melakukan shalat Dzuhur berjamaah, akhirnya berlari sekuat tenaga menuju kamar ICU.
" Entahlah aku tidak tahu." ucap Alvin panik. Terlihat di raut wajahnya yang cukup panik.
" Baiklah, bisakah Anda keluar dulu saat ini, tuan? Akan kami chek."
Alvin tak banyak komentar. Ia memilih mundur dan pergi dari ruangan ICU. Memperhatikan dokter Frans dan beberapa perawat sibuk mengambil alat.
" Dok, tekanan darahnya tinggi. Pasien mengejang!" sahut perawat wanita yang usianya sama denganku. Ia terlihat panik saat mengecek tekanan darahku.
" Dok, denyut jantungnya juga cepat sekali!" sahut perawat yang lain.
Dokter Frans dengan sigap berusaha agar aku tidak mengalami kejang-kejang lagi. Dan denyut jantungku bergerak normal.
" Daisy, yang kuat ya Sayang. Aku tahu kamu merasa kesakitan. Kumohon bertahanlah sayang." Alvin berkata lirih. Dari balik kaca ruangan.
" Dokter, sepertinya jantung pasien berhenti berdetak." pekik salah satu perawat yang membantu dokter Frans di ruangan ICU.
Dokter Frans dengan sigap, mengambil peralatan alat kejut jantung. Yang ia gunakan untuk mengembalikan jantungku berdetak lagi.
Alvin terkejut bukan main. Kini nyawa isterinya benar-benar akan tiada. Ia jatuh terduduk di lantai. Tubuh Alvin bergetar menahan kesedihan yang kini melanda hatinya. Sakit jika harus kehilangan orang yang amat di cintai. Dulu ia kehilangan wanita yang pertama kalinya membuatnya jatuh cinta. Wanita yang menjadi tunangannya, Mawar Hanafi. Sekarang, di kehidupan Alvin yang buruk rupa, dan cacat, ia juga akan kehilangan wanita yang telah menerima keburukannya. Akibat kelalaian yang ia buat sendiri.
Alvin terus merutuki kebodohannya membiarkan aku pergi dari rumah besarnya, yang ternyata mengincar nyawaku.
" Tuan, Anda kenapa? Apa yang terjadi pada Anda?!" Dave terkejut saat melihat Alvin terduduk di lantai dengan airmata yang jatuh bercucuran. Dave langsung mengecek keadaan di dalam ruangan ICU. Dan sangat terkejut saat Dokter Frans sedang berusaha memberikan kejut jantung ke dada isteri tuannya.
🍁🍁🍁
Sementara itu, di dalam ruangan ...
Di kedua tangan dokter Frans, telah tergenggam alat kejut jantung. Ia bersiap-siap untuk menempelkan alat itu ke arah dadaku, di mana posisi jantungku melemah.
Dokter Frans diam sejenak, lalu ia mengucapkan sesuatu dari bibirnya.
" Bismillahirrahmanirrahiim ... Allahu akbar ... Lahaulaa walaa kuata illabillaah ...," dengan suara lantang, Dokter Frans akhirnya menempelkan alat kejut itu tepat di dadaku.
Deg ...!!!
Deg ... !!!
Deg ...!!!
Tiga kali belum ada reaksi apa-apa dari jantungku. Keadaannya masih melemah.
" Ya Allah, berikanlah kesempatan untuknya agar tetap hidup. Laa illaha illallaah... Allahu akbar... " sekali lagi Dokter separuh baya itu berdoa. Ia berharap, akan terjadi keajaiban untukku.
Dokter Frans sekali lagi menempelkan alat kejut yang di pegangnya, ke arah dadaku.
Deg ...!!!
Berkali-kali ia terus mencoba. Namun, hasilnya nihil. Jantungku tidak merespon.
🍁🍁🍁
Aku seperti bermimpi. Melihat orang-orang yang aku cintai memandang tubuhku yang tidak berdaya. Mereka menangisi kepergianku. Dan aku bisa melihat suamiku, Alvin dari kejauhan.
" Nak," suara wanita di kejauhan memanggilku. Aku mengenal suara itu. Dan ketika aku menoleh ke belakang, aku melihat sosok ibuku yang telah lama tiada. Ia sungguh sangat cantik. Baju yang di pakainya pun terlihat indah.
" Ibu!" pekikku, lalu menghambur kearahnya. Memeluk tubuhnya. Aku rindu pada ibu. Dan hari ini aku bisa melihat wujudnya lalu bisa memeluk erat tubuh ibuku.
Tunggu ...
Bukankah ibuku sudah tiada?
Berarti aku sekarang ...?
Seketika kulihat sekelilingku. Tubuhku mengejang di atas ranjang pesakitan.
" Ibu, kau mau bawa aku ke mana?" aku bertanya pada ibuku. Yang membawaku jauh dari ruangan ICU. Dengan tatapan nanar. Aku tidak tahu, akan di bawa ke mana rohku.
Selamat tinggal suamiku, selamat tinggal paman dan bibi. Selamat tinggal semuanya.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Akmal Arpian
aku deg degan baca part yang ini.
2021-06-21
2
Greviany Gloria
😭😭😭😭😭
2020-10-14
2
Tatas Gumirawati
jangan mati dong .....
2020-10-14
1