Pov Zelia
Jam menunjukan pukul 6.30 waktu setempat saat bunyi berisik keluar dari handphone di atas nakasku, sekejap meliriknya dengan mataku yang sedikit menyipit karena silau dari sinar matahari dari luar jendela, ku ambil handphone itu agar bisa segera ku matikan suaranya, namun aku baru tersadar sesuatu bahwa aku terlambat.
"Mom kenapa gak di bangunin!" teriakku sambil beranjak dari tempat tidur, ku lempar semua yang melekat di sekitar tubuhku, entah dimana aku membuang selimut dan guling yang menjadi teman tidurku semalam, sudah tak ku perdulikan lagi tentang itu, saat ini yang terpenting secepatnya mandi dan bersiap ke sekolah.
"Ah sial-sial hari pertama sekolah harus terlambat," rutukku pada diri sendiri saat berjalan menuruni tangga sambil menjinjing tas sekolah menuju ke dapur, terlihat mom dan dad serta James sedang sarapan di meja masing-masing.
"Mom kenapa gak bangunin Zelia sih?" ucapku sambil cemberut.
"Eh udah bangun putri kecil mommy," ledeknya, ya aku paling tidak suka mommy menyebutku putri kecil seperti dahulu, padahal sekarang aku bukan anak kecil lagi.
Terlihat James sudah selesai makan dan hendak berpamitan pada mereka, sedangkan aku belum sesuappun memakan sarapanku.
"Tung-gu aku James," ucapku sambil memasukkan roti selai ke dalam mulutku sambil mengikuti James berpamitan pada orang tuaku.
"Zelia jangan berbicara saat makan, minum dulu susunya," ucap mom namun tak ku hiraukan lagi, secepat kilat aku mencoba mengikuti langkah James, satu langkahnya merupakan dua langkahku, aku sedikit berlari kecil agar bisa menyamai jarak kami.
"James aku ikut denganmu ya," ucapku.
"Gak aku mau jemput seseorang," ucap James santai tanpa melihat ekspresi wajahku yang sudah memelas.
"Sial punya kakak kayak dia!" batinku sambil mencibir ke arahnya.
"Jaga jarak dariku kalau di sekolah nanti," ucapnya tegas.
Ya kami memang kakak beradik, kami juga satu sekolah di sekolah menengah pertama sebelumnya, dan kali ini kami satu sekolah di sekolah menengah atas juga, namun sudah menjadi kebiasaan kami seolah tak pernah akur, James selalu menganggapku kutu yang mengganggu bila berada dekatnya.
Bukan tanpa alasan dia seperti itu, mungkin dia malu memiliki adik yang bertolak belakang dengan kepribadiannya yang kalem dan disiplin itu, aku tak bisa di samakan dengan James, kami kembar tapi kami berbeda.
James melajukan motornya hingga tak terlihat di ujung jalan perumahan kami, tinggal aku yang bingung harus naik apa, momi dan dad tak mengizinkanku naik motor atau mobil karena aku gadis ceroboh, seharusnya aku naik bis sekolah, namun karena bangun terlalu siang aku di pastikan terlambat.
Dari ujung jalan terlihat taksi yang selesai mengantar penumpangnya, tanpa pikir panjang aku memintanya mengantarku ke sekolah.
"Pak tolong cepat ya ke sekolah menengah atas Harbath," ucapku dengan nada gelisah, entahlah firasatku tentang hari pertama masuk sekolah sudah sangat buruk.
Tak selang waktu lama, aku telah tiba di gerbang sekolah, ku cari uang sakuku di kantong baju bahkan di dalam tas sekolahku.
Sial tak ada satupun uangnya, astaga aku baru mengingat belum mengambilnya dari mommy.
"Em pak aku lupa bawa uang, bisakah bapak meminta ke mommyku?" tanyaku dengan was-was dia bakal marah.
"Baiklah kamu berhutang padaku ya, kalau bertemu lagi harus membayarnya," ucap pak sopir taksi itu sebelum dia melajukan mobilnya.
Masalah belum selesai, gerbangnya mulai tertutup, aku benar-benar terlambat.
"Sial!" aku kembali merutukki kebodohanku yang tak pernah mau hilang dari diriku.
Percuma jika aku meminta pak satpam membuka pintu gerbangnya, dia pasti tak akan melakukan itu, diam-diam aku mendekat ke tembok pembatas di samping gedung sekolah yang terlihat lumayan tinggi, tak ada orang yang melihatnya, aku harus nekat memanjatnya agar tak ketahuan jika datang terlambat.
"Ah ini sih kecil," aku mulai memanjat tembok pembatas itu, bukan hal sulit untuk memanjat tembok, aku sudah terbiasa memanjat pohon dan apapun ketika aku masih kecil hingga sekarang hehehe.
Aku tanpa sadar berdiri di atas tembok pembatas dengan gaya seperti pahlawan membayangkan begitu hebatnya diriku bisa melewati tembok itu.
"Hei turun!" suara barito seseorang membuatku kembali ke dunia nyataku, aku bukan pahlawan, itulah kenyataannya, sepasang mata menatapku dari bawah tembok dengan wajah tak bersahabat.
Aku tahu dia pasti guru BK yang terkenal galaknya di sekolah ini, aku harus turun atau terdiam diatas hanya akan mengundang banyak perhatian bagi murid yang lainnya, setidaknya aku harus menghadapi monster itu.
"Eh bapak!" ucapku sambil mengeluarkan jurus terbaikku, senyuman maut dari bibirku yang siapapun pasti terpesona melihatnya.
"Apa senyam-senyum, kamu sudah terlambat berani memanjat tembok lagi ya!" guru itu seolah tak mempan dengan pesonaku, aku hanya terdiam memikirkan cara bagaimana bisa segera kabur darinya.
"Pak itu ada satu lagi yang terlambat," ucapku sambil menunjuk kearah gerbang, seketika dia mengikuti ke arah mana telunjukku mengarah.
"Astaga guru yang bodoh!" batinku penuh kesombongan, aku terbebas, aku berlari sekencang mungkin dan baru beberapa menit guru itu tersadar bahwa aku mengelabuhilinya, namun terlambat aku sudah sangat jauh darinya.
"Haha aku memang pintar," pujiku pada diri sendiri.
Pov Andrew
"Huh huh huh!" nafasku tersenggal-senggal keluar masuk paru-paru tak beraturan, aku mencoba kabur dari beberapa siswi yang mengejarku, entah kenapa mereka harus melakukan itu, yang jelas satu alasan karena aku tampan.
Aku mulai terbiasa dengan situasi seperti ini saat aku duduk di sekolah dasar, pesona yang tak pernah kurang dariku membuat para gadis itu rela bertekuk lutut di hadapanku, tapi aku menjadi semakin jijik dengan mereka yang mengejar-ngejar pria terlebih dahulu.
Aku harus tetap berlari, namun tak ku sangka dari arah yang berlawanan seseorang menabrak tubuhku, keseimbangan kami mulai goyah aku mencoba menahan tubuhnya dan juga tubuhku sendiri.
"Ah berat!" batinku sambil menopang tubuh wanita itu.
"Eh!" wanita itu hanya terdiam, sepertinya dia juga sedang di kejar sesuatu, tak sempat aku memikirkan hal itu, dari belakang tampak segerombol wanita yang tadi mengejarku, aku menyeret wanita yang menabrakku ke sebuah ruangan, sepertinya itu gudang sekolah.
Hanya tempat itu yang terlihat di mataku, aku tidak peduli yang terpenting aku bebas dari para pengganggu itu.
"Hei lepaskan aku!" teriak wanita itu padaku ketika kami berada di dalam gudang, aku menatapnya penuh keheranan sambil melepas genggaman tanganku dari lengannya, baru pertama kalinya aku bertemu cewek yang begitu kacau dandanannya ke sekolah, tapi sebenarnya dia terlihat manis.
"Pftt," aku menahan tawaku agar dia tidak tersinggung.
"Kenapa tertawa?" tanyanya, aku tak berani berucap, tapi segera ku arahkan dia ke cermin besar yang kebetulan berada di dalam gudang itu, rona wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya.
"Aaahh!" aku menutup mulutnya yang tiba-tiba berteriak dengan telapak tanganku.
"Diam!" ucapku dia mengangguk dan ku lepaskan tanganku dari mulutnya.
"Kenapa berteriak?" tanyaku.
"Kenapa ada hantu di pagi bolong seperti ini?" ucapnya, astaga gadis ini mengira bayangan yang di cermin tadi adalah hantu, apa dia sebodoh itu? bukankah itu dirinya? aku hanya terdiam meski dalam hati ingin segera menyemburkan tawaku yang tak mudah lagi ku tahan, aku segera meninggalkannya sambil menghindar dari para penggemarku itu,dia masih mengoceh namun tak ku perdulikan lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
Kenzi
like
2021-04-03
0
Diah Fiana
like hadir👍👍
semangat kak 😊😘
2021-03-20
0
Ace
like it 😊
2021-01-04
1