Bab. 04. Kita Sudah Berakhir

Jeritan Rina terdengar melengking, rasa terkejut akibat tamparan itu membuatnya terdiam sejenak.

Sambil memegangi pipinya yang panas, ia memelototi Liana, matanya terbelalak tak percaya. "Liana, beraninya kau menamparku?" Dia meludah, suaranya bergetar karena marah.

Bibir Liana mengulas sebuah senyuman dingin yang mengejek, sorot matanya membeku sedingin kata-katanya. "Kenapa aku tidak berani? Kau yang memintanya. Kamu ingin meminta maaf, bukan? Tapi satu tamparan saja tidak cukup memuaskan kemarahanku. Mungkin tamparan kedua akan memuaskan."

Setelah berkata seperti itu, Liana mengangkat tangannya lagi, tatapannya tidak pernah lepas dari wajah Rina.

Ryan, yang masih terguncang oleh keterkejutannya, akhirnya tersadar. Dengan teriakan marah, ia menerjang ke depan, mendorong Liana ke samping. "Sudah cukup, Liana, jangan keterlaluan kamu!"

Dia langsung melingkarkan lengannya melindungi Rina, suaranya melembut karena prihatin dan bergumam kepada Rina, mencoba menenangkan wanita itu.

Liana terhuyung-huyung ke belakang, untung saja dia tidak jatuh tersungkur karena dia bisa mendapatkan kembali keseimbangannya dengan mudah, wajahnya terlihat acuh tak acuh.

Dia memandang mereka berdua bergantian, dengan tatapan tajam, suaranya penuh dengan sarkasme. "Aku? Keterlaluan? Rina sendiri yang mengatakan bahwa ia ingin meminta maaf, seharusnya ia diam saja dan membiarkan saya melampiaskannya. Yang saya lakukan hanyalah menamparnya. Itu saja, lalu sudah dibilang keterlaluan? Huh , apa yang  kulakukan padanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang telah kalian berdua lakukan padaku."

Tatapan Liana berubah pahit saat dia melanjutkan ucapannya "Kalian berdua hanyalah sepasang pembohong dan pengkhianat. Dan suatu hari nanti, ketika kebenaran terungkap, siapa yang akan mempercayai perkataan kalian berdua?"

Ryan berdiri membeku, terpana oleh rentetan tuduhan yang dilontarkan Liana. Dia ingin membuka mulutnya, tetapi tidak ada satu kata pun pembelaan yang keluar dari mulutnya.

Dia memeluk Rina erat-erat, lengannya melingkari Rina dengan penuh perlindungan, sementara matanya menyipit ke arah Liana dengan rasa frustasi yang semakin menjadi-jadi. Setelah lama, keheningan yang menegangkan, dia akhirnya berbicara,

suaranya bercampur dengan kekesalan.

"Kalaupun Rina ingin minta maaf, seharusnya kamu tidak menamparnya. Pada dasarnya, minta maaf hanyalah sebuah permintaan maaf. Kamu tidak seharusny berlaku kasar. Tingkahmu seperti ini sudah mirip seperti hewan liar."

Liana sedikit memiringkan  wajahnya, dia mendesah, bibirnya melengkung menjadi senyuman dingin. Dia melenturkan pergelangan tangannya dengan santai, gerakannya tajam dan disengaja.

"Aku akan menganggap itu sebagai pujian," jawabnya dingin, matanya menatap Ryan. "Karena kamu sangat memujiku, haruskah aku menamparnya beberapa kali lagi agar benar-benar sesuai dengan pujianmu?"

Mulut Ryan ternganga, keterkejutannya terlihat jelas saat dia menatap wajah Liana, sama sekali tidak siap dengan jawaban mengejek dari wanita itu.

Sejenak, Ryan bertanya-tanya apakah wanita yang berdiri di hadapannya itu adalah Liana yang pernah dikenalnya.

Rina, yang juga terpana, memperhatikan Liana dengan rasa tidak percaya, otaknya berpikir keras untuk memproses situasi tersebut. Dia telah mengejek Liana berkali-kali sebelumnya, tapi yang ini berbeda. Liana tidak pernah melawan seperti ini. Apakah dia akhirnya kehilangan kendali?

Ketegangan di dalam ruangan semakin meninggi, dan kemudian pikiran Rina mulai terbuka, firasatnya mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Mungkinkah Liana sengaja melakukan hal ini untuk menarik perhatian Felix?

Dia melirik sekilas ke arah Felix dengan cemas, dia mendapati Felix benar-benar terpaku dengan Liana, tatapannya tertuju pada wanita itu dengan intensitas yang membuat Rina merasa cemburu.

Dia telah berusaha keras untuk merebut Ryan dari Liana. Tidak mungkin dia akan membiarkan Liana mendapatkannya kembali.

Kepanikan membanjiri dada Rina, dan genggamannya mengencang pada lengan Ryan, menariknya kembali padanya, dengan penuh perhitungan, dia berkata, "Ryan, jangan katakan itu, Liana mungkin sedang kesal. Saya tidak keberatan. Selama dia bisa berhenti marah kepada kita. Aku akan baik-baik saja dengan apa pun."

Hati Ryan membengkak karena simpati pada Rina, dan kata-kata Rina hanya memperdalam rasa kesalnya pada Liana.

"Liana, kamu benar-benar sudah berubah." kata Ryan. Suaranya diwarnai dengan kekecewaan. "Liana yang saya kenal tidak akan pernah bersikap seperti ini. Jika kamu masih saja bersikap seperti ini -"

Liana memotongnya sebelum Ryan menyelesaikan kata-katanya, suaranya tajam dan menusuk,"Tentu saja aku sudah berubah. Aku pasti sudah gila sebelumnya, bertahan denganmu. Tapi sekarang tidak lagi. Aku sudah sadar. hanya orang bodoh yang akan terus mempermalukan diri mereka sendiri seperti yang kulakukan. Ryan, biar kuperjelas, kita sudah selesai. Benar-benar selesai!"

Tanpa berkata-kata lagi, Liana mengambil kopernya dan berbalik pergi meninggalkan tempat itu, wajahnya dingin.

Ryan berdiri membeku, akhirnya kata-kata Liana menghantamnya seperti sebuah pukulan telak di dadanya. Dia belum pernah melihat Liana seperti ini sebelumnya.

Saat Liana berjalan keluar dari kamar, menyeret kopernya di belakangnya, rasa panik yang luar biasa mencengkeram dadanya, membuatnya terasa seperti tercekik.

Untuk alasan yang tidak dapat ia pahami, perasaan berat akan kehilangan yang akan datang membebaninya, seolah-olah bagian terpenting dalam hidupnya terlepas dari genggamannya.

"Liana!" dia berteriak, suaranya putus asa, bergerak secara naluriah mengejar Liana.

Mata Rina membelalak kaget. Dia tidak menyangka Ryan akan bereaksi seperti ini. Tanpa pikir panjang, dia meletakkan tangannya di pipinya, mengeluarkan isak tangis yang lembut dan melodramatis, "Ryan, wajahku... sakit sekali. Apa menurutmu itu berdarah?"

Ryan membeku, jantungnya menegang mendengar suara keluhan Rina. Dengan enggan ia berbalik , menoleh ke arahnya.

Pipi Rina tergambar garis-garis merah samar, garis tangan yang terlihat di bawah kulitnya, saat melihat itu, dada Ryan terasa sakit, dia menghela napas.

"Rina, jangan menangis," gumamnya, dan suaranya penuh dengan keprihatinan. "Aku akan membawamu ke rumah sakit. Mereka akan memberimu salep penghilang memar - semua akan baik-baik saja."

Rina terisak sangat keras, air matanya hampir seperti anak sungai. Dia menatap Ryan ragu-ragu sejenak, sebelum suaranya melembut, bercampur dengan keprihatinan pura-pura. "Ryan, Liana benar-benar pergi... mungkin kamu harus mengejarnya, daripada mengkhawatirkanku. Aku akan baik-baik saja."

Ryan menggigit bibirnya, ekspresi wajahnya terlihat suram, hatinya tercabik-cabik, "Liana sudah melewati batas kali ini. Aku tidak akan membiarkannya lagi. biarkan dia merajuk sebentar. Nanti dia akan kembali merengek padaku. Saat dia melakukannya, aku akan membuatnya meminta maaf padamu."

Hati Rina merasa puas.  Dia bersandar ke pelukan Ryan, suaranya terdengar memelas, "Ryan, kamu sangat baik padaku."

Rencananya berjalan dengan sempurna!

Rasa puas menggelegak di dalam dirinya saat dia merasa bahwa dia telah memegang kendali. Liana hanyalah orang bodoh, pikir nya. Dia tidak akan bisa mendapatkan Ryan kembali.

Namun saat Ryan memeluk Rina, kehangatan kasih sayang gadis itu sepertinya tidak mampu meredakan kegelisahan yang menggerogoti hatinya. Ada perasaan aneh yang menghinggapi dadanya.

Mengapa dia merasa begitu gelisah?

Ryan menekan kegelisahannya, mencoba tersenyum pada Rina dengan kesabaran yang dipaksakan. Namun sekeras apapun ia berusaha, pandangannya terus melayang ke arah Liana.

Liana tidak punya tempat untuk pergi, dia akan kembali pada akhirnya, Ryan yakin akan hal itu.

Terpopuler

Comments

Susanty

Susanty

kamu salah besar Ryan,,,
kamu akan bener² kahilangan Liana untuk selamanya. nikmati lah penyesalan nya nanti

2025-07-12

0

lihat semua
Episodes
1 Bab.01 Perpect Stranger
2 Bab.02. Menikah dengan Orang Asing
3 Bab.03 Tamparan Untuk Rina
4 Bab. 04. Kita Sudah Berakhir
5 Bab.05. Nyonya Muda Samosa
6 Bab. 06. Keintiman Yang Canggung
7 Bab. 07 Kalah Taruhan
8 Bab. 08 Untuk Nathan
9 Bab. 09 Janji Setia Dalam Diam
10 Bab. 10 Panggilan Interview
11 Bab.11. Apa Kita Baru Saja Bertemu Nyonya Samosa?
12 Bab.12. Dia Bukan Sang Pendiri Misterius itu
13 Bab. 13. Mereka Merendahkannya
14 Bab. 14 Mereka Salah Pilih Lawan
15 Bab.15 Kalian Terlalu Berisik
16 Bab. 16 Membuat Makan Malam Untuk Nathan
17 Bab. 17 Apakah Dia Akan Pergi?
18 Bab. 18 Candlelit Dinner
19 Bab.19 Apa yang Terjadi?
20 Bab.20 Lepas Kendali
21 Bab.21 Dia Ereksi
22 Bab. 22. Apa Yang Terjadi Semalam?
23 Bab.23 Mengalami Ketidakadilan
24 Bab.24. Apa yang Kamu Lakukan
25 Bab. 25. Membalas Balik
26 Bab. 26 Apakah Itu Nathan?
27 Bab.27 Rayuan Nathan
28 Bab. 28 Hari Yang Sial
29 Bab. 29. Apa Kamu Bodoh?
30 Bab 30 Bertemu Ryan
31 Bab. 31 Di Jemput
32 Bab. 32 Mereka Pasangan Yang Sempurna
33 Bab.33 Kamu Tidak Sependiam Ini Semalam.
34 Bab.34 Apakah Dia Tidak Salah Dengar?
35 Bab. 35. Mencoba Baju Baru
36 Bab. 36 Bagaimana Kamu Tahu Ukuranku?
37 Bab.37 Minumlah Bersamaku
38 Bab.38 Apakah Kamu Melamun Sejak Tadi
39 Bab. 39 Dia Mendengar Semuanya.
40 Bab.40. Dia Harus Membayar Mahal
41 Bab. 41. Jauhi Istriku
42 Bab. 42. Ciuman Curi - Curi
43 Bab. 43 Di Fitnah
44 Bab. 44. Jangan Di Ambil hati
45 Bab. 45. Apa Yang Seharusnya Aku Berikan Untuknya?
46 Bab. 46. Kalung Berlian Itu Untuk Istriku
47 Bab.47. Istriku Pantas Mendapatkannya
48 Bab.48. Aku Peduli Padamu
49 Bab. 49 Aku Ingin Kamu Yang Memasangnya
50 Bab. 50 Rasanya Aku Ingin Menciummu
51 Bab. 51. Undangan Dari Keluarga Samosa
52 Bab 52 Mengapa Kamu Segugup Itu?
53 Bab. 53. Sarapan Pagi Yang Panas
54 Bab. 54 Aku Akhirnya Menikah Dengan Pria Lain
55 Bab. 55. Menyakinkan Fania
Episodes

Updated 55 Episodes

1
Bab.01 Perpect Stranger
2
Bab.02. Menikah dengan Orang Asing
3
Bab.03 Tamparan Untuk Rina
4
Bab. 04. Kita Sudah Berakhir
5
Bab.05. Nyonya Muda Samosa
6
Bab. 06. Keintiman Yang Canggung
7
Bab. 07 Kalah Taruhan
8
Bab. 08 Untuk Nathan
9
Bab. 09 Janji Setia Dalam Diam
10
Bab. 10 Panggilan Interview
11
Bab.11. Apa Kita Baru Saja Bertemu Nyonya Samosa?
12
Bab.12. Dia Bukan Sang Pendiri Misterius itu
13
Bab. 13. Mereka Merendahkannya
14
Bab. 14 Mereka Salah Pilih Lawan
15
Bab.15 Kalian Terlalu Berisik
16
Bab. 16 Membuat Makan Malam Untuk Nathan
17
Bab. 17 Apakah Dia Akan Pergi?
18
Bab. 18 Candlelit Dinner
19
Bab.19 Apa yang Terjadi?
20
Bab.20 Lepas Kendali
21
Bab.21 Dia Ereksi
22
Bab. 22. Apa Yang Terjadi Semalam?
23
Bab.23 Mengalami Ketidakadilan
24
Bab.24. Apa yang Kamu Lakukan
25
Bab. 25. Membalas Balik
26
Bab. 26 Apakah Itu Nathan?
27
Bab.27 Rayuan Nathan
28
Bab. 28 Hari Yang Sial
29
Bab. 29. Apa Kamu Bodoh?
30
Bab 30 Bertemu Ryan
31
Bab. 31 Di Jemput
32
Bab. 32 Mereka Pasangan Yang Sempurna
33
Bab.33 Kamu Tidak Sependiam Ini Semalam.
34
Bab.34 Apakah Dia Tidak Salah Dengar?
35
Bab. 35. Mencoba Baju Baru
36
Bab. 36 Bagaimana Kamu Tahu Ukuranku?
37
Bab.37 Minumlah Bersamaku
38
Bab.38 Apakah Kamu Melamun Sejak Tadi
39
Bab. 39 Dia Mendengar Semuanya.
40
Bab.40. Dia Harus Membayar Mahal
41
Bab. 41. Jauhi Istriku
42
Bab. 42. Ciuman Curi - Curi
43
Bab. 43 Di Fitnah
44
Bab. 44. Jangan Di Ambil hati
45
Bab. 45. Apa Yang Seharusnya Aku Berikan Untuknya?
46
Bab. 46. Kalung Berlian Itu Untuk Istriku
47
Bab.47. Istriku Pantas Mendapatkannya
48
Bab.48. Aku Peduli Padamu
49
Bab. 49 Aku Ingin Kamu Yang Memasangnya
50
Bab. 50 Rasanya Aku Ingin Menciummu
51
Bab. 51. Undangan Dari Keluarga Samosa
52
Bab 52 Mengapa Kamu Segugup Itu?
53
Bab. 53. Sarapan Pagi Yang Panas
54
Bab. 54 Aku Akhirnya Menikah Dengan Pria Lain
55
Bab. 55. Menyakinkan Fania

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!