Xi Wang & Jing Sheng.
Malam yang gelap. Sunyi tanpa sinar rembulan. Wahai Sang Bulan dimanakah dirimu. Mengapa malam ini aku tidak bisa melihat wajah mu yang bersinar terang?
Angin malam bertiup dari utara. Malam ini angin bertiup dari arah utara, tidak seperti dahulu yang bertiup dari arah selatan.
Kenapa kau berasal dari dataran utara, bukankah dulu kau menemani setiap malamku dari arah selatan?
Su Ling Hua tengah duduk melamun di depan jendela kamarnya. Dia mendongak memandang ke atas langit yang gelap gulita. Tidak ada Sang Bulan yang menyinari malam ini, hingga membuatnya bertanya-tanya. Kemanakah Tuan Bulan pergi?
Saat ini para Tuan Bintang pun tidak muncul untuk menyapa ku. Mungkin kah para Tuan Bintang marah juga kepada ku, karena kemarin aku tidak menyapa mereka?
Termenung. Gundah. Gadis belia 20 tahun ini di depan jendela kamarnya yang tidak luas dan hanya bisa ditempati satu orang saja . Wajahnya yang ayu tertutup tipis rambut panjang yang terus bertiup. Poni tebal menutupi dahinya yang lebar.
Poni tebal menutupi dahi, sebagai ciri khas darinya. Ikat kepala berwarna merah senada dengan pakaian yang dikenakan nya. Rupa ayu nan mempesona sangat senang akan warna merah.
Pakaian sutra yang panjang menjuntai itu. Terpasang indah menutupi seluruh tubuh yang mugil dan imut. Merah menjadi warna favorit nya. Jika bukan merah maka bukan Su Ling Hua namanya. Ciri khasnya adalah merah. Bukan yang lain.
Su Ling Hua menjadi salah satu murid di perguruan persilatan Wu Dang. Dia murid yang terkenal dan cukup pintar diantara murid-murid yang lain. Kepintarannya sudah terlihat sejak dini. Dia seperti bukan gadis biasa. Sungguh makhluk cantik yang berbakat disegala bidang.
Di Wu Dang Su Ling Hua menjadi murid tertua di sana. Sejak usianya 7 tahun gadis ini sudah mulai mempelajari Ilmu Bela diri. Di usianya yang masih belia. Rasa ingin tahu yang masih besar membuatnya tumbuh, menjadi anak kecil yang luar biasa.
Masih hangat dalam ingatan. Kisah masa lampau yang tiba-tiba teringat lagi olehnya. Di mana dia yang masih kecil sangat bersemangat kala itu, untuk mempelajari setiap tektik-tektik dasar Ilmu Bela diri.
Tidak wajib baginya untuk bisa ilmu bela diri. Tapi apa boleh dikata. Dia anak yang sangat dipenuhi rasa penasaran. Su Ling Hua senang dengan hal yang baru. Tidak perduli itu sulit atau susah, yang menjadi kesenangan nya. Ya, akan dia perjuangkan.
Tangan-tangan mungilnya menggenggam erat sebuah pedang, yang mungkin beratnnya saja bisa melebihi berat tubuhnya. Namun, Su Ling Hua kecil tidak mau kalah dengan senior-seniornya yang lain. Murid-murid yang lebih dewasa darinya, bahkan tidak memiliki semangat seperti nya.
Su Ling Hua memang masih kanak-kanan dan belum sepantasnya memainkan senjata tajam seperti pedang, akan tetapi gadis kecil bermata indah tersebut tidak mau dibilang lemah. Dia mencoba sendiri untuk mengangkat pedangnya.
Dia bertekat baja untuk bisa menguasai Ilmu pedang seperti Paman Guru nya yang tidak lain adalah Chen Liang Wu Ketua dari Sekte Wu Dang. Paman Guru nya menjadi panutan dia, sekaligus idola besar dalam hatinya. Jika bukan karena, Chen Liang Wu maka tidak akan ada Su Ling Hua, atau Wu Dang.
Gadis kecil yang sangat suka warna merah ini, tahu betul bahwa betapa beratnya pedang yang ada ditangan mungilnya. Bahkan untuk mengangkannya tinggi-tinggi pun Su Ling Hua kecil sangat ke sulitan. Berat, sudah pasti. Panjang, berat. Benar-benar membuatnya kesulitan.
Namun, keinginan serta kegigihannya membuat Su Ling Hua berusaha sekuat tenaganya. Walau pun anak-anak sebaya dan seusianya menertawai sesuka hati mereka, akan tetapi Su Ling Hua tidak memperdulikan itu. Biarkan saja mereka tertawadi sana. Lagi pula itu bukanlah urusan Su Ling Hua.
Jika mereka tidak naik kelas dan menjadi pintar. Itu bukan salahnya, melainkan kesalahan serta kebodohan mereka. Mengapa tidak belajar? Dan kenapa kerjanya hanya menertawakan orang saja?
Sebaiknya belajar di kelas. Jangan menertawai orang seperti itu. Bercerminlah dahulu. Lihat apakah kau sudah pintar, jika belum jangan lah meremehkan orang lain. Terlebih dahulu buatlah pintar dirimu, barulah setelah itu kau bisa mengejek orang lain.
Kecil-kecil cabe rawit ini tetap kekeh dengan pendiriannya. Walaupun ditertawan orang karena tidak bisa mengangkat sebuah pedang, tidak membuat Su Ling Hua patah semangat. Dia tetap mencoba mengangkat pedang yang panjangnya 1 meter dan hampir setinggi dirinya.
"Yaaa!" teriakan kecilnya yang kokoh. Tenaga dalamnya dikerahkan semua. Su Ling Hua mencoba mengaliri pedang nya dengan semua tenaga dalam yang dia miliki.
Masih seumur jagung, tapi kekuatannya sudah seperti Gatot Kaca saja. Memang benar kata orang. Semakin tinggi kemauan, maka akan semakin besar juga keberhasilannya. Jika tekat serta usahanya cukup, maka kemungkinan kecil untuk gagalnya sedikit.
Dan alhasil. Benar saja. Walaupun cukup ke sulitan disebelumnya. Tapi Su Ling Hua berhasil mengangkat tinggi-tinggi pedang nya, lalu membuat murid-murid yang tadi menertawainya diam. Tercengang. Tidak mungkin dia bisa melakukan itu. Pikir semuanya. Mereka tidak menduga bahwa Su Ling Hua kecil akan bisa mengangkat pedang tersebut.
Sungguh patut untuk diacungi jempol dua. Bahkan jika ada 10 jempol, maka akan dikasih ke 10 jempol itu, untuk yang manis-manis yaitu Su Ling Hua.
Pedang itu milik Ketua Chen, dan Ketua Chen sendiri lah yang menghadiakan pedang yang diberinya nama Bacon tersebut pada Su Ling Hua. Sebagai tanda hadiah karena telah masuk perguruan Wu Dang.
Hingga sekarang pedang itu menjadi kebanggaannya. Hadiah kecil menjadi penyemangatnya. Ejekan menjadikan menjadi pacuannya untuk bisa melampau orang lain. Jika dikatakan. Su Ling Hua bisa menguasai semua ilmu bela diri hanya dalam kurun waktu 5 tahun saja.
Sedangkan bagi murid-murid yang lain memerlukan waktu lebih lama dari nya. Yaitu sekitar 10 tahun lamanya. Bahkan ada yang lebih darinya. Sampai-sampai, untuk sekarang pun mereka masih mempelajari tektik awal ilmu bela diri.
Bayangkan 10 tahun tidak bjsa apa-apa? Apa kata orang. Sampai janggutan belum bisa mengangkat sebuah pedang. Malu sama anak kecil. Masih kecil sudah bisa angkat gunung yang tinggi.
Tahun-tahun sudah berlalu. Hari demi hari telah telah terlewati. Bulan terus berganti. Bahkan generasi pun kini memasuki era baeu. Gadis mungil yang dulu dianggap lemah, sekarang sudah tumbuh menjadi seorang wanita yang cantik. Hebat, dan kuat.
Sejak dulu dia sangat suka berpakaian berwarna merah, bahkan sampai sekarang pun Su Ling Hua selalu memakai pakaian berwarna favoritnya yaitu merah.
Saat sudah hampir tengah malam, seperti yang terjadi saat ini. Memang sudah menjadi kewajiban dari murid bermarga Su. Berdiri termenung, dan melamun di depan jendela sebelum dia pergi tidur.
Apa tidak takut terkena angin malam? Malam-malam seorang gadis berdiri sendiri di depan jendela kamar. Nanti kalau ada yang menemani bagaimana? Bisa repot nantinya.
"Ternyata sudah puluhan tahun berlalu, tetapi semuanya masih tetap sama. Semuanya masih seperti pertama kali aku datang ke tempat ini."
"Angin malam yang selalu ku rindu. Suara hewan malam yang bergemecik membuat ku selalu betah untuk berlama-lama di sini."
Dia bertutur sambil memandangi langit gelap. Su Ling Hua bersandar pada dinding jendela kamarnya, dan menatap penuh makna pada Bulat Sabit yang ada di atas sana.
Su Ling Hua masih belum ingin tidur. Engan terpejam dia. Kedua mata indah pemberian Sang Pencipta ini, masih terasa segar walau tubuhya sudah terasa lelah akibat berlatih satu hari penuh.
"Sudah tengah malam, sebaiknya aku pergi tidur. Besok aku harus pergi latihan dengan Dage." Su Ling Hua berseru dari sana seraya ingin beranjak pergi dari hadapan jendela tersebut.
Namun, sebelum dia hendak tidur dan meninggalkan jendela kamarnya. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan sesuatu yang sedang berlari cepat di atas atap salah satu kamar yang ada di sana.
Tuk! Tuk! berlari cepat tanpa hambatan di atas atap, seperti angin orang itu dengan mudah berjalan di puing-puing atap. Apa tidak takut jatuh orang itu berlari di atas atap? Apa tidak ada jalan lain? Kenapa harus genting kamar orang yang menjadi batu pijakan?
Bukankah jalan di Wu Dang sangat luas? Haruskan ini jalan satu-satunya untuk belajar terbang? Mungkin enak berlari di atas rumah, dari pada berlari di atas permukaan tanah yang datar.
Su Ling Hua melihat sosok aneh bertubuh manusia yang berpakaian hitam dan cenderung longgar. Terlihat orang itu berlari sambil memegang sesuatu di tangan kanannya. Seperti nya Su Ling Hua mengenali itu? Yang ada ditangan kanannya, sangat tidak asing dan pamiliar di mata Su Ling Hua.
Benarkah yang dilihatnya? Nampak seperti sebuah kitab yang ketebalannya cukup tipis. Ukurannya pun sedang dan pas saat digenggam.
"Siapa itu? Kau pasti penyusup! Jangan lari kau!" teriak Su Ling Hua dari balik jendela kamarnya.
Kali ini Su Ling Hua menaruh curiga dan was-was kepada sosok misterius yang ada di atas sana. Karena tidak mungkin dia mencurigai seseorang tanpa ada sebab. Dia tidak ingin sesuatu terjadi pada perguruan nya. Su Ling Hua pun memberanikan diri untuk mengejar sosok misterius yang mungkin saja ingin membawa lari kitab perguruannya.
Hub!
Dia meloncat saja seperti seekor bajing lompat. Langsung tanpa basa basi, melompat dari dalam kamarnya. Tidak perduli ini sudah larut malam, yang ada dipikirannya sekarang adalah mengambil kembali kitab yang sudah dicuri. Dia segera melayang ringan di udara untuk mengejar sosok misterius berpakai hitam ditengah malam.
Tek! Tek! Ling Hua berlari tanpa hambatan di atas atap seperti orang yang berlari di depan sana.
Dia pergi mengikuti kemana sosok misterius yang membawa pergi kitab perguruannya. Lajunya sangat cepat, tanpa rasa takut Su Ling Hua pun melangkah saja di atas sana.
Seperti yang dikatakan banyak orang. Dia pendekar hebat. Jadi untuk mengejar satu pengacau saja, itu sangat lah mudah baginya. Untuk apa dia takut. Lagi pula ini adalah rumahnya. Tempat bermainnya. Seluk beluknya dia sangat tahu. Jadi mau kemana pencuri itu pergi? Sejauh apa dia pergi meninggalkan Wu Dang. Pasti nya akan tertangkap juga oleh nya.
....
Sampai lah di ujung perbatasan menuju gerbang utama perguruan. Jika sosok berpakaian hitam ini terus berlanjut meloncati gerbang utama, maka dia akan lolos dari kejaran Su Ling Hua, dan berhasil membawa sebuah kitab pusaka yang dicurinya tadi.
Namun, Sosok hitam yang memakai kain hitam diwajah nya, menoleh dan melihat-lihat ke sekitar perguruan. Dia menghentikan niatnya untuk kabur dari Wu Dang dan bertengger senenak di sana. Hanya dengan satu kaki. Di berdiri di atas sebuah tugu berlambangkan Elang yang menjadi kebanggaan Wu Dang.
Dia tahu bahwa sejak tadi dirinya dikejar-kejar oleh murid Wu Dang, tetapi mengapa sampai sekarang yang mengejar dirinya tidak kunjung datang?
Kemana Su Ling Hua tadi? Bukankah tadi dia sangat bersemangat untuk mengejar sosok yang bercadar hitam ini?
...
"Yaaa!" teriakan keras terdengar.
Dari udara, dengan latar belakang bulan sabit. Serangan cepat menyambar seperti kilat. Su Ling Hua berteriak. Dia yang menggenggam sebuah pedang pun mengayunkannya dengan cepat kearah sosok misterius yang mencuri kitab perguruannya.
" Cling! " beradu kedua pedang. Memblok satu sama lain. Kedua mata pisau pedang saling bertabrakan, dan sama-sama menahan serangan.
Ternyata makhluk bercadar hitamnya sudah tahu bahwa Su Ling Hua akan datang, dan membuat serangan mendadak dari udara.
Kedua orang yang sama-sama seorang pendekar hebat digenerasi ini saling menatap satu sama lain. Tatapan itu sangat serius dan banyak menyiratkan arti. Bahwa mereka saling menaruh dendam satu sama lain.
Dengan kedua pedang mereka yang beradu satu dengan yang lain, lalu membuat pertahanan kokoh beserta dengan jurus masing-masing. Mereka tidak ingin saling mengalah, dan ingin menunjukan kekuatan terhebat mereka.
"Siapa kau?"
"Kitab apa yang ada ditangan mu itu? Apa kau mencurinya dari perpustakan Wu Dang?" tanya ketusnya sambil berteriak keras.
Het! bergeser kedua pedang yang sedang beradu dan menahan ini kearah bawah. Bergerak keposisi lain. Pertahan kuat. Lawan yang dihadapi sungguh bernyali. Membuat Su Ling Hua cukup bersemangat dibuatnya. Setidaknya ada lawan yang sepadan dengan nya.
Ling Hua mengikuti setiap gerakan dan perlawanan dari pencuri yang ada dihadapan nya. Lalu, sebaliknya. Sosok hitam yang belum diketahui namanya. Ikut memberi perlawanan. Tidak mau kalah dari seorang gadis. Masa, dengan seorang gadis saja dia kalah. Malu dengan kumis.
Tatapan panas Ling Hua tidak ingin lepas dari sorot mata berwarna hijau yang tersamar dari balik cadar. Su Ling Hua tidak mau jika kalau pencuri kitab ini lolos dari dirinya.
Maka dari itu Su Ling Hua sangat menjaga ketat setiap pergerakan dari sosok misterius yang memiliki postur tutuh gagah dan berlengan tangan yang kuat.
"Ini adalah milik ku. Kitab sakti ini milik perguruan ku! Aku akan membawanya kembali pada perguruan ku!" jawab ketusnya yang bersuara kan besar.
Kata-katanya terpatah karena cadar hitam yang yang menutupi mulutnya. Suara lembut terdengar dari balik cadar hitam transparan terasa tidak asing di telinga Su Ling Hua.
Sesungguhnya wajahnya terlihat samar-samar, tetapi Ling Hua tidak melihat dengan jelas wajah yang tersembunyi dari balik cadar hitam. Namun, mungkin ini cukup aneh. Kenapa suara yang terdengar tidak asing di telinga? Apa mungkin dia mengenalinya?
Su Ling Hua mungkin tidak mengenal sosok ini, tetapi sosok yang menutupi wajahnya dengan sehelai kain hitam tahu siapa Su Ling Hua.
"Jangan coba-coba kau mengakuinya..." ketidak sukaan Su Ling Hua, dengan pengakuan tersebut, dan untuk menggambarkan kemarahan nya pula .
" Kau tidak berhak memiliki kitab ini. Kitab ini milik perguruan ku, dan bukan milik perguruan siapa pun!" lanjut tegas Ling Hua.
Tiba-tiba Raut wajahnya berubah lagi. Sebelumnya Su Ling Hua sudah terlihat marah, tapi sekarang dia semakin marah dan cenderung kelabu.
Ssst! melepaskan kedua pedang nya. Su Ling Hua memiliki sepasang pedang yang hebat, Su Ling Hua pun di juluki Pendekar Elang, karena berhasil memiliki dua pedang pusaka Wu Dang.
Keduanya sudah saling terpisah. Ling Hua mundur beberapa langkah kebelakang, dan begitu pula dengan pencuri kitab yang juga melangkah mundur kebelakang.
Apa yang akan dilakukan selanjutnya? Mungkin kah akan terjadi pertarungan?
...
Mata indah yang berwarna hitam berubah menjadi merah menyala, menyorot tajam kepada pencuri kitab yang memakai cadar. Ling Hua sudah sangat geram, dia tidak ingin berlama-lama memberi kesempatan kepada orang itu untuk bernafas lebih lama lagi.
"Serahkan kitab itu kepada ku! Kau tidak berhak memiliki kitab pusaka itu... aku meminta itu dengan baik. Kembalikan kitap itu! Cepat kembalikan!" katanya lebih lanjut Su Ling Hua, sambil tangan kirinya meminta dengan baik-baik kitab perguruan nya tersebut.
"Hm...Lewati dulu mayat ku! Setelah itu baru kau bisa memiliki kitab sakti ini kembali." jawab cadar hitam.
Sosok ini berbalik menantang Su Ling Hua. Dia tidak sedikit pun menaruh takut kepada murid wanita Wu Dang ini. Dan sebaliknya dia lebih memilih untuk menjajal kehebatan dari Su Ling Hua Sang Pendekar Elang.
"Jadi... Kau menantang ku, pencuri kitab!" marah semakin meledak kepala Ling Hua ketika mendengar bahwa dirinya di tantang untuk bertarung satu lawan satu.
"Baiklah. Aku akan merebut kembali kitab itu...
" Dan aku akan membuatmu menyesali keputusan mu ini!" tuntas Su Ling Hua.
Seriusnya Su Ling Hua bertutur. Dia tidak akan diam saja jika ada yang ingin mengajaknya bertarung, terutama orang yang akan dilawannya itu adalah seorang pencuri kitab.
Pergelangan tangan masing-masing diperkuat. Ssst! Ling Hua mengekuarkan pedangnya yang lain. Yang sebelumnya berada di sabuk pinggang kirinya.
Disimpan dahulu kitab sakti kedalam pakaian nya. Sosok ini menguatkan Kuda-kuda nya. Genggaman tangan pun telah erat pada pedang nya.
Posisi siap bertarung sudah diancang-ancang. Musuh sudah berada dihadapan mata. Kemarahan akan segera meledak. Emosi telah berada di ujung kepala, dan sekarang tunggu apa lagi.
Siaplah bertarung!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Kekasih Gelap
❤❤
2021-08-10
0
dark__$1d3🎧🎧
semangatt
2021-05-22
0
เลือดสีน้ำเงิน
Penduduk bunian mampir 😇 fav and like 👍
2020-12-28
0