Selamanya Cinta
Hujan mulai mengguyur kota dengan derasnya, hingga tak nampak keindahan kota tersebut. Petir dan guntur yang menggelegar menghambat keinginan siapapun untuk meninggalkan rumah. Sesekali kilat memotret keadaan dunia saat itu.
“Cuaca buruk, seburuk hati ini,” keluh Qania.
Ia melirik ke arah photo yang masih terbingkai di meja belajarnya. Photo yang menggambarkan kemesraannya bersama Fandy yang dulu teramat dicintainya dan beberapa menit lalu menjadi kenangan terpedihnya. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa menit lalu.
Flashback on
“Aku itu sayang banget sama kamu Fand. Kamu mestinya sadar akan hal itu, aku mau kita baik-baik saja,” ungkap Qania kepada Fandy melalui percakapan telepon.
“Kalau kamu sayang, harusnya kamu ngertiin aku saat ini Qania. Aku sibuk, aku capek, bahkan aku sangat lelah ngadepin amarah kamu saat ini,” tandas Fandy.
“Harusnya aku yang ngomong gitu ke kamu Fand. Aku selalu ngertiin kamu tanpa dimengerti. Kamu sibuk sama teman-teman kamu aku sabar. Kamu nggak ngehubungin aku berhari-hari aku sabar. Kamu cuekin sms dan panggilan dari ku, aku nggak nyerah. Bahkan aku tahu kamu sama cewek lain aku nggak nuntut apa-apa Fand. Kurang apa lagi yang aku nggak ngertiin kamu?” Qania mulai meneteskan air mata diikuti intonasi yang tegas namun terdengar mulai parau akibat menahan tangis.
“Aku capek kamu emosian gini Qania. Aku kan udah bilang ke kamu aku nggak selingkuh, kalau kamu nuduh-nuduh gini aku malas bicara sama kamu,” tutur Fandy tanpa mengerti keadaan Qania.
“Bahkan kamu lupa hari ini hari apa Fand.” Qania menghela napas panjang dan menyeka air mata yang membasahi pipinya.
“Emang ada apa sih? Aku ngantuk,” kata Fandy yang merebahkan tubuhnya di atas kasur.
“Bukan hari apa-apa, ya sudah kamu tidur gih. Nggak usah peduliin aku,” jawab Qania yang sangat hancur.
Fandy mematikan telepon tanpa pusing akan Qania. Sikap Fandy memang berubah selama dua minggu belakangan ini. Fandy mulai menutup matanya dan tertidur. Sesaat adiknya Fany datang memasuki kamarnya.
“Ka Fandy bangun ....” kata Fany menggoyang-goyangkan tangan Fandy.
“Apa sih, kakak capek nih,” jawab Fandy yang kemudian duduk.
“Ka Fandy nggak ke rumah kak Qania?” Tanya Fany.
“Malas, ngapain juga? Ketemu udah sering,” jawab Fandy datar.
“Astaga kakak, kok gitu sih. Kakak pasti lagi suka-sukaan sama anak kompleks sebelah, ya kan? Namanya Adel kan?” Kata Fany yang menatap dalam mata Fandy seakan mengintimidasi sang kakak.
“Kenapa sih kamu Ny, kepo. Kakak mau tidur, sana keluar,” kata Fandy yang kembali berbaring sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
“Kakak kok tega sih. Kalau dekat aku pasti ke rumah kak Qania,” kata Fany yang masih duduk disebelah Fandy.
“Pergi sana, ngapain kamu sama Qania?” Tanya Fandy masih menutup tubuhnya.
“Kakak ini cowok apa sih? Cewek kan juga butuh diperhatiin. Apa lagi hari ini kak Qania ulang tahun, harusnya kak Fandy lagi sama dia nih,” kata Fany yang menutup pintu kamar Fandy dan menuju ke kamarnya. Fandy tersentak terduduk diam membisu mendengar perkataan sang adik.
“Astaga, Qania hari ini ulang tahun dan gue dirumah tanpa tahu itu,” kata Fandy yang berusaha meraih handphone disebelahnya. Fandy bermaksud mengirim sms ke Qania, namun terlebih dahulu ia mendapati sms dari Qania.
“Bahagia dengan dia sayang, aku tahu kamu sudah punya gadis lain yang bernama Adel. Jangan tinggalkan dia ya sayang. Aku milih ngalah loh buat kamu sama dia. Hampir mati aku ngambil keputusan ini, jadi kalau kamu putus sama dia, aku bisa mati. Makasih banget untuk semuanya selama tiga bulan ini Fandy, aku sayang kamu banget dan selalu. Tapi aku sadar aku udah nggak bisa menahan kamu untuk tinggal dihati ini, hati kamu udah terbagi. Maaf untuk semua kesalahanku dan aku udah maafin kamu kok, bahagia yah sama dia Fand.” SMS Qania yang membuat mata Fandy tak kuasa membendung air matanya.
“Qania, maafin gue. Gue khilaf sama Adel, gue sayang sama Lo tapi Lo udah ngakhirin semuanya. Lo adalah gadis terbaik yang pernah gue sayang. Maafin gue yang harus memberi catatan terburuk di hari ulang tahun kamu,” isak Fandy yang tak mampu memberi kata apapun untuk membalas sms dari Qania.
“Ohh ... iya kalau itu keputusan kamu,” balas Fandy.
Betapa berlipat-lipat kehancuran yang Qania rasakan saat ini, di hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya. Lamunannya tersadar ketika dering telepon mengejutkannya. Dilihatnya nama penelepon dan itu berasal dari salah satu sahabat Fandy. Dengan menyeka air mata di pipinya dan berusaha menguatkan hati ia menjawab panggilan itu.
“Assalamu’alaikum Qania,” sapa Jerry.
“Wa’alaikum salam ka Jer,” balas Qania dengan suara parau.
“Qania kenapa, kok suaranya gitu? Lagi nangis atau ada masalah apa?” Serga Jerry.
“Aku baru saja putus ka Jer,” jawab Qania menahan tangis.
“Kok bisa Qan? Hmm, lebih baik seperti itu lah,” kata Jerry.
“Emang kenapa ka Jer? Kok lebih baik sih?” Tanya Qania.
“Aku salut samu kamu dek, kamu mampu mengambil keputusan berat untuk masa depan kamu. Kamu tahu, dia meninggalkanmu karena kamu tidak memberikan apa yang dia mau. Kamu mampu menahan keinginan bejatnya terhadapmu dan melepas harapanmu untuk memilikinya selamanya. Aku tahu, kamu sayang banget sama dia, tapi kalau dia sayang sama kamu, dia bahkan nggak berani nyentuh kamu apalagi berniat merusak tubuhmu Qania. Itu bukan cinta dek, tapi itu napsu dan beruntung kamu tidak termakan godaan hawa napsu itu. Bahagiakan orang tua Qania, ingat bahwa wanita yang baik akan mendapatkan yang baik pula. Utamakan pendidikan kamu dek, sudah semester empat loh, nggak lama lagi. Buat orang tua bangga dengan prestasimu, aku tahu kamu cerdas bahkan sangat cerdas. Jadi jangan hancurkan masa depanmu karena cinta yang seperti itu. Ingat pesanku, cinta itu karena Allah, nggak karena napsu. Jika dia menginginkanmu tanpa menikahimu terlebih dahulu, tinggalkan dia. Dia hanya merusak dan pemberi kesenangan sesaat. Aku rasa kamu cukup cerdas dalam mengkaji perkataanku Qania,” kata Jery panjang lebar mencoba menyadarkan dan menyemangati Qania yang sedang dalam keadaan hancur.
“Iyah, kak Jerry benar. Setidaknya aku nggak boleh patah semangat dan berlarut dalam kesedihan dan mati bersama cinta yang bukan karena Allah. Hidupku terlalu sia-sia untuk bergalauan memikirkan kisah cinta yang telah berakhir. Aku sebaiknya dan memang lebih baik memikirkan pendidikan dan terfokus pada kuliahku. Aku berhak menjadi orang yang berbahagia tanpa Fandy yang hanya ingin menghancurkanku kak Jer. Makasih banget untuk nasihat kak Jerry. Aku mulai sadar akan posisiku yang tidak boleh terpuruk dalam keadaan. Move On dan buat inovasi baru dalam hidup,” ungkap Qania yang mulai melebarkan senyum.
“Dari awal aku ngelihat kamu, aku tahu kamu perempuan cerdas dan mempunyai masa depan cerah. Aku senang bisa kenal sama kamu. Fandy akan menyesal melihat keberhasilanmu nanti dek,” ungkap Jerry.
“Hahaha, masa iya kak?” Tawa Qania mulai menggati kepedihan.
“Ya, buktinya kamu yang tadinya sangat rapuh kembali tertawa nih,” ledek Jerry.
“Hahahaha, aduh jadi malu. Tapi benar sih kak Jer,” kata Qania yang kini tak henti-hentinya tertawa.
“Ya sudah, selamat ulang tahun Qania, doanya semoga cepat Move On, hahahaha,” ledek Jerry yang mulai tertawa.
“Aamiin, hahaha,” kata Qania.
“Aku nggak mau ikut-ikutan gila sama kamu Qania, aduh nggak banget deh, hehehe. Udah dulu yah, aku udah sukses buat kamu tertawa saat pipi kamu basah. Anggap saja kamu adikku, aku kakakmu. Bukan lagi karena Fandy temanku ya," kata Jerry.
“Siip kak Jer, sekali lagi makasih,” jawab Qania.
“Oke. Assalamu’alaikum,” kata Jerry
“Wa’alaikum salam,” jawab Qania dan Jerry mematikan teleponnya.
Qania merabahkan tubuhnya di atas kasur dan memejamkan matanya, sesekali ia menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan berat. Kembali ia membuka kedua matanya dan menghela napas, ia mencoba mengobati rasa sesak dihatinya yang perlahan mulai menghilang namun masih sangat terasa menyakitkan.
'Tuhan tahu, Qania bisa lalui semua ini. Hanya perlu waktu saja karena obat dari segalanya adalah waktu. Toh bukan cuma kali ini Qania ngerasain pedih putus cinta. Come on Qania, kamu gadis kuat,' bisik Qania dalam hati mencoba menyemangati dirinya sendiri.
Qania mulai memejamkan matanya lagi. Pikirannya terpusat pada semua kenangan indah bersama Fandy dulu, sesekali ada air yang keluar dari matanya. Fandy adalah satu-satunya pria yang selalu bersamanya 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dibandingkan dengan pria yang sebelumya bersamanya.
“Tuhan, rasanya perih. Kuatkan aku Tuhan, aku nggak mau seperti ini, berlarut dalam kepedihan yang entah Fandynya juga ngerasain atau bahkan sedang dalam kesenangan karena aku telah membiarkannya bersama gadis lain. Aku nggak boleh kayak gini, aku harus berusaha ngelupain semuanya dan membuka lembaran baru untuk hidupku dan kebahagiaanku tentunya,” isak Qania yang beberapa saat terlelap.
Di tempat lain Fandy masih menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi hari ini dengan Qania. Ada rasa sesal dan teramat bersalah dalam dirinya, namun sedikit rasa senang karena ia bisa dengan mudah mengejar gadis impiannya Adel yang merupakan mantan kekasihnya sebelum Qania.
“Qania, maafin gue ya. Gue menyesal tapi Lo udah terlanjur tahu antara gue dan Adel. Lo pasti sakit karena gue dan gue terlalu jahat untuk Lo cintai dan sangat tak pantas untuk Lo maafin. Gue akan selalu mendoakanmu Qania, karena Lo akan selalu mendapatkan tempat di hatiku, meskipun gue tahu Lo nggak akan pernah mau lagi kembali bersamaku. Lo keras dan berprinsip, gue akan susah meraihmu apalagi bisa membangun apa yang telah hancur dan teramat menghancurkan hatimu. Tuhan, ini kenapa jadi kaya gini sih? Adel hanya untuk sementara tapi malah Qania yang ingin dipertahankan justru memilih mundur. Gueu bodoh banget sih,” keluh Fandy yang sedang memandangi handphonenya yang masih menampilkan sms dari Qania.
Kini Fandy dipenuhi rasa sesal atas perbuatannya. Tak sadar air matanya juga membasahi pipinya. Namun sebuah panggilan telepon menghentikan kegundahannya.
“Fandy, loe kemana aja sih?” Tanya Adel ketika Fandy menjawab teleponnya.
“Di rumah beb, kenapa?” Jawab Fandy dengan datar.
“Dari tadi gue smsin nggak dibales,” marah Adel.
“Maaf beb, gue baru bangun nih. Capek banget abis main futsal,” jawab Fandy lesu.
“Jangan-jangan kamu tadi pergi sama sih Civil itu. Hari ini kan dia ulang tahun,” serga Adel.
“Namanya Qania, Civil itu jurusannya di kampus. Kamu jangan asal nuduh ya,” sanggah Fandy. “Kamu tahu dari mana dia ulang tahun hari ini?” Tanya Fandy keheranan.
“Gue lihat tadi di facebook si Civil itu,” jawab Adel datar. “Gue juga bilang kalau lo sama gue udah pacaran dan gue mau dia ngejauhin lo, Fandy,” cerita Adel dengan bangga.
“Lo jahat banget sih Del. Lo ngomong apa aja sama Qania?” Tanya Fandy yang mulai emosi.
“Gue inbox dia, gue tanya lo masih pacaran sama Fandy katanya sih masih. Trus gue kirimin dia photo sms lo yang bilang kalau lo sama dia udah nggak ada hubungan apa-apa. Gitu aja,” cerita Adel tanpa merasa bersalah.
“Jadi kamu yang beri tahu Qania soal ini?” Tanya Fandy yang mulai meredam emosinya.
“Ya iyalah Fandy,” jawabnya enteng.
“Terus, kamu maunya apa?” Tanya Fandy dengan nada menggoda.
“Kamu akuin sama aku, kamu masih pacaran atau nggak sama si Civil itu,” jawab Adel.
“Udah enggak beb. Nggak percayaan banget sih. Aku tuh masih sayang banget sama kamu, makanya aku milih ninggalin Qania buat kamu,” jelas Fandy.
“Masa sih, nggak percaya tuh,” pancing Adel.
“Iya Del. Mau nggak jadi pacar gue?” Pinta Fandy.
“Asal lo serius nih,” tandas Adel.
“Seriuslah beb,” tukas Fandy.
“Demi apa?”
“Demi kamu Del.”
“Gombal loe Fan.”
“Loh kok gue gombal Del, gue serius nih. Mau nggak?” Tanya Fandy lagi.
“Mau nggak ya?” Kata Adel berbelit-belit.
“Itu sih terserah kamu,” ujar Fandy.
“Mau apa sih Fandy?” Tanya Adel yang berharap Fandy mengulangi memohon padanya.
“Adel, kamu mau jadi pacarku?” Ulang Fandy.
“Hehehe ....” Adel hanya tertawa.
“Yaa sudah, kamu nggak mau ya. Nggak apa-apa kok,” kata Faandy yang mulai malas.
“Yaa jangan ngambek dong,” kata Adel yang mulai khawatir kalau Fandy tak jadi memintanya menjadi pacar.
“Nggak kok Del, aku nggak bisa paksain kamu juga,” jawab Fandy datar.
“Iyaa Fandy, gue mau jadi pacar loe. Gue juga masih sayang banget sama lo Fandy,” jawab Adel sambil senyum-senyum.
“Serius Del?” Tanya Fandy yang terkejut.
“Iyah beb, gue serius,” jawab Adel meyakinkan Fandy.
“Makasih ya Del. Aku sayang kamu, dan aku nggak mau kita pisah lagi. Aku bakalan jagain kamu Del,” ungkap Fandy yang mulai kegirangan.
“Iyaa Fandy. Aku mau siap-siap tidur nih, kita smsan saja lah,” kata Adel yang merebahkan tubuhnya di atas kasur.
“Oke beb,” jawab Fandy yang kemudian mematikan telepon.
Fandy kini mulai melupakan Qania yang sedang terpuruk dalam kepedihan. Adel membuatnya lupa akan janji dan cintanya terhadap Qania.
“Maaf ya Qania, gue udah nggak bisa pertahanin lo,” kata Fandy yang mulai memejamkan matanya.
...🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻...
Terima kasih sudah membaca 🤗🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 365 Episodes
Comments
✰͜͡v᭄pit_hiats
awal yg menyeramkan🙄🙄
2021-12-29
0
↻հҽɾɾվ ȺքքӀҽ⁵⁰
masuk list favorit dulu nanti tunggu giliran baca pas mulung 💋💋💋
2021-12-28
1
banyubiru
mampir thor
2021-12-28
1