Bab 3

Christopher berdiri di ambang pintu dengan wajah muram, rahangnya mengeras, dan sorot matanya menggelap.

"Lee Mia..." desisnya pelan, tapi mengandung amarah yang mendidih.

"Sya-lan. Kau… binatang kepa-rat!"

Mia terdiam di tangga. Langkahnya terhenti, dan tubuhnya menegang seketika. Mata lebarnya membelalak, tidak percaya pada kata-kata yang keluar dari mulut lelaki yang selama ini ia cintai.

"K-Kak?" bisiknya nyaris tak terdengar, lebih sebagai seruan kebingungan daripada sapaan.

Namun Christopher tidak memberinya waktu untuk memahami kondisinya. Dalam sekejap, ia maju dan menarik lengan Mia dengan kasar, membuat tubuh wanita itu terhuyung ke depan dan hampir terjatuh.

"Aku tanya!" raungnya, suaranya menggema di seluruh ruang tamu. "Apa Lusy tiba-tiba memutuskan untuk meninggalkanku karena ulahmu?!"

Mia terdiam. Matanya membulat dalam keterkejutan, lalu perlahan-lahan kepalanya menunduk.

"Jika aku mengatakan tidak..." katanya pelan. "Apakah kau akan percaya?"

Christopher menatapnya dengan penuh kebencian. Nafasnya memburu, dan tatapannya tajam seperti belati yang siap menan-cap orang didepannya.

"Kau ingin aku percaya pada orang sepertimu?!" gertaknya.

"Kau jabingan licik, Mia! Kau pikir aku tidak tahu bagaimana caramu bisa menikah denganku?! Itu pasti karena trik kotormu! Kau… dengan berani memisahkanku dari Lusy!"

Kata-kata itu menusuk lebih dalam dari yang bisa Mia bayangkan. Ia memejamkan mata, menahan rasa perih yang menggenangi dadanya.

"Aku tidak melakukannya, Kak..." bisiknya lirih. "Aku tidak pernah berniat untuk memisahkan hubungan kalian. Tidak sekalipun..."

Namun kemarahan Christopher terlalu besar untuk dijinakkan oleh kebenaran. Tangannya mengepal erat, dan seakan hendak melampiaskan amarahnya lagi, sebelum tiba-tiba ponselnya berdering. Ia menoleh, menatap layar dengan sorot mata yang seketika berubah menjadi panik.

Dalam hening yang mencekam, ia berkata dengan suara penuh tekanan.

"Jika benar kau yang telah menyakiti Lusy..." katanya dengan tajam, "Aku bersumpah... aku akan membalasmu sepuluh kali lipat… jauh lebih parah darinya."

Tanpa memberi waktu Mia untuk menjawab, Christopher berbalik dan berjalan keluar dari rumah. Pintu tertutup dengan keras di belakangnya, lalu suara mobil yang melaju meninggalkan halaman terdengar mengiris pada malam itu.

Mia masih berdiri di tempatnya dengan kaku. Napasnya tersendat, dan tubuhnya perlahan bergetar. Di dalam rumah yang kini kembali sunyi, yang tersisa hanyalah luka yang menggantung di udara.

-🐣-

Sudah satu bulan berlalu sejak Christopher pergi dan tidak pernah kembali ke rumah. Kesunyian menyelimuti kediaman keluarga Lee seperti kabut yang menolak sirna, menciptakan lubang kehampaan dalam setiap sudut rumah itu, terutama di hati Mia.

Di dalam kamar, Mia berdiri diam di depan kalender dinding. Jarinya menyentuh angka merah di tanggal hari esok, menelusuri lingkaran kecil yang ia tandai sendiri sejak beberapa minggu lalu.

"Besok… empat tahun sejak kami menikah," bisiknya pelan, seakan takut suaranya sendiri akan menghancurkan kenyataan pahit yang sudah lama ia pendam.

Ia menarik napas panjang. Bibirnya bergetar saat senyuman tipis terbit dari bibirnya.

"Tapi... dia tidak pernah sekalipun menganggap pernikahan ini penting dan berharga," lanjutnya. "Jadi, tidak mungkin dia akan mengingatnya..."

Namun, belum sempat ia melanjutkan lamunannya, dentingan telepon rumah tiba-tiba berdering dari lantai bawah membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Mia segera bergegas keluar dari kamar dengan langkahnya yang tergesa-gesa.

Sementara itu, Paman Jack yang sedang membersihkan meja di ruang makan dengan tenang mengangkat gagang telepon itu.

"Halo, di kediaman keluarga Lee," sapanya dengan sopan. "...Ya, Tuan? Di ruang belajar? Baiklah. Saya akan segera mengirimkan dokumennya sekarang."

Namun baru saja ia hendak menutup pembicaraan itu, Mia telah sampai di ruang bawah dan merebut gagang telepon dari tangan Paman Jack dengan panik.

"Kak!" serunya nyaris putus asa. "Kapan kamu pulang? Besok itu… hari jadi kita yang ke—"

Tuut...

Panggilan terputus.

Gagang telepon itu tetap Mia genggam dengan erat. Ia menatap kosong ke depan dengan tatapan tak percaya.

"Dia menutupnya..." bisik Mia pelan, matanya memerah, tapi air matanya masih bertahan.

Paman Jack menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan rasa iba yang membuncah didalam hatinya.

"Nona ..." katanya lembut. "Tuan Christopher meminta saya untuk mengirimkan dokumen penting untuk rapat besok. Apakah Anda tahu dokumennya yang mana?"

Mia mengalihkan pandangannya dengan cepat. Suaranya terdengar tenang, tapi tidak ada yang bisa menyembunyikan luka di balik nada bicaranya itu.

"Aku yang akan mengirimnya ke sana," katanya tegas. "Biar aku saja."

Paman Jack ragu sejenak, ia ingin membantah tapi mengurungkan niatnya saat melihat keteguhan di mata Mia.

"Baik, Nona... Hati-hati di jalan, ya."

Mia mengangguk pelan, lalu bergegas mencari dokumen yang dimaksud. Setelah mendapatkan dokumen itu, ia menggenggam dokumen itu dengan erat seakan itulah satu-satunya tali yang menghubungkannya dengan pria yang masih ia sebut suami.

***

Mobil Mia perlahan berhenti di sebuah halaman depan kantor milik keluarga Lee. Dengan gerakan pelan, ia melepaskan sabuk pengamannya, ia berniat mengambil map dokumen di kursi penumpang. Namun, sebelum dirinya sempat turun dari mobil, sebuah mobil berwarna hitam mengikilap berhenti tepat di sebelah kanan mobilnya.

Kening Mia berkerut saat matanya mengenali mobil itu.

"Itu... mobil Christopher?" gumamnya pelan dengan heran.

Pintu mobil itu terbuka. Christopher keluar dengan langkah tegas dan elegan, seperti biasanya.

Mia sontak ingin membuka pintu, berniat ingin menyapanya, tapi tubuhnya tiba-tiba terhenti saat melihat arah langkah sang suami. Bukan ke kantor, bukan juga ke arah pintu lobi, melainkan ke sisi lain mobil.

Christopher sedikit membungkuk untuk membuka pintu penumpang, lalu terlihat dia mengulurkan tangannya dengan gerakan penuh kelembutan, kemudian terlihat senyum samar yang terukir di wajahnya.

Mia menahan napasnya.

"Dia tidak sendiri?" bisiknya, jantungnya mulai berdebar tak karuan.

Seseorang di dalam mobil mulai bergerak. Sosok perempuan itu membuka mata perlahan, lalu menyandarkan pipinya ke telapak tangan Christopher.

Seketika mata Mia membelalak.

"Tidak… mungkin…" suaranya tercekat.

Wajah itu. Senyum itu. Sikap lembut yang hanya pernah Mia lihat ditujukan pada satu orang. Tak mungkin ia salah mengenalinya.

"Ahn Lusy…?"

Tubuh Mia menegang di balik kemudi. Tenggorokannya terce-kat, seperti dichekik oleh kenyataan yang datang terlalu tiba-tiba.

Christopher membantu Lusy keluar dari mobil. Dengan gerakan refleks, ia melingkarkan lengan di pinggang wanita itu.

Hati Mia terasa seperti diremukkan perlahan.

"Jadi… selama ini…" bisiknya, air matanya menggenang di pelupuk matanya. "Kak Chris bersamanya?"

Lusy menoleh ke arah Mia. Pandangan mereka pun bertemu. Hanya sesaat. Tetapi cukup lama untuk menghancurkan sisa kekuatan yang Mia miliki.

Senyum itu. Senyuman yang penuh dengan kepuasan. Senyuman yang berkata, "Aku menang."

Mia menunduk perlahan, bahunya mulai bergetar. Ia menggenggam map dokumen di pangkuannya begitu erat.

"Apakah… aku masih memiliki kesempatan?" bisik hatinya lirih.

Christopher dan Lusy berjalan masuk ke lobi kantor tanpa menoleh ke belakang. Seolah tidak ada yang perlu disapa.

Mia tetap duduk di dalam mobil. Pandangan matanya menatap kosong ke depan.

"Aku... hanyalah bayangan," katanya dalam hati.

"Selalu begitu sejak awal..."

Hening. Dunia seolah berhenti bergerak bersama detak jantungnya yang kini mulai kehilangan irama.

Namun, waktu terus bergulir. Dua jam berlalu tanpa keberanian yang cukup untuk sekadar membuka pintu mobilnya.

“Kenapa aku masih di sini…” gumam Mia pelan, matanya menatap kosong ke arah lobi kantor yang terlihat dari balik kaca mobilnya. Jemarinya gemetar, menggenggam map cokelat berisi dokumen penting milik suaminya. “Buduh. Serahkan saja dokumennya, lalu cepat pergi dari sini…”

Akhirnya, dengan tarikan napas panjang yang nyaris putus asa, Mia mendorong pintu mobil dan melangkah keluar. Angin sore menyambutnya terasa dingin. Langkahnya begitu berat, tetapi ia terus memaksa kakinya untuk bergerak masuk ke dalam gedung perusahaan.

Setiap dinding kantor ini masih menyimpan jejak kebersamaan mereka dulu, saat Chris masih pulang kerumah, saat senyumnya masih menjadi milik Mia seorang.

Lift mengantarkannya menuju ke lantai tertinggi, ke tempat ruangan Direktur berada. Disaat pintu lift terbuka, beberapa karyawan yang berpapasan dengannya langsung menunduk sopan kepadanya.

“Selamat siang, Nona Mia.”

“Senang melihat Anda datang ke sini lagi.”

Mia hanya menjawab dengan anggukan kecil.

Langkahnya pelan menyusuri lorong yang terasa sunyi. Hatinya terasa semakin sesak saat ia tiba di meja sekretaris. Brian, sekretaris pribadi Christopher, sontak bangkit dari duduknya begitu melihat Mia.

“Nona Mia? Kenapa Anda ada di sini?” tanyanya terkejut.

“Aku mengantarkan dokumen rapat. Di mana Direkturmu?” suara Mia terdengar datar tanpa emosi.

“Direktur ada di ruangannya. Serahkan saja kepada saya, biar saya sampaikan kepada beliau.”

Brian mengulurkan tangannya bersikap profesional. Namun, tiba-tiba Mia mundur satu langkah. Matanya membelalak sesaat, seperti diserang trauma mendadak. Ia buru-buru menarik napas dan memaksakan senyumannya.

“Maaf… Aku… aku akan mengantarkannya sendiri saja.”

Tanpa menunggu persetujuan, Mia melangkah ke depan pintu besar yang bertuliskan Director’s Office. Ia mengangkat tangannya, bersiap untuk mengetuk pintunya, tetapi gerakannya terhenti saat suara dari balik pintu itu terdengar jelas di telinganya.

Ia mendengar tawa Christopher. Begitu hangat. Begitu lepas. Bukan seperti pria yang tengah tenggelam dalam pekerjaan.

“Kau selalu saja membuatku tertawa, Lusy,” ucap Chris, diiringi dengan tawa kecil.

“Yah~ karena hanya aku yang bisa membuatmu tertawa seperti itu, kan?” balas suara manja dari Lusy.

Darah di wajah Mia seperti mengalir turun ke kaki. Tangannya yang tadinya terangkat hendak mengetuk pintu perlahan-lahan jatuh dengan lemas. Pandangannya kabur oleh air mata yang mulai terbentuk.

“Aku tidak ingin merusak suasana mereka…” bisiknya lirih.

Matanya menyapu ruangan di sekitarnya. Ia menemukan rak kecil di samping pintu itu. Dengan hati-hati, Mia meletakkan map dokumen di atasnya.

Ia melangkah kakinya mundur, lalu menoleh ke arah Brian.

“Berikan dokumen itu nanti kepada Christopher. Dan… jangan bilang kalau aku yang membawanya ke sini.”

“Nona, tunggu! Apa Anda tidak ingin—”

Tapi Mia tidak menoleh lagi. Ia segera berbalik dan melangkah cepat ke arah lift. Setiap langkahnya seperti menghapus sisa-sisa harapan yang pernah ia genggam. Dan dalam hitungan detik, pintu lift tertutup, menelan bayangannya… seolah ia tidak pernah datang disana sama sekali.

.

.

.

.

.

.

.

- TBC-

Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!