Audrey baru saja keluar dari kampusnya dan menghampiri Vivian yang menungguinya.
"Lama ya?" tanya Audrey.
"Lumayan, udah mulai lumutan," jawab Vivian.
"Ya maaf, kan udah bilang ketemu siang aja. Daripada nungguin begini, mana udah mendung lagi. Buruan yuk!" ajak Audrey menarik tangan Vivian menuju ke parkiran dimana mobil Vivian parkir. Karena cuaca musim hujan Vivian menawarkan menjemput Audrey daripada gadis itu kehujanan.
Mereka akan ke rumah Audrey dan rencananya Vivian akan menginap disana karena sudah janji. Tapi mereka akan mampir terlebih dahulu di rumah makan milik mama Audrey peninggalan almarhum papanya. Bukan tempat makan yang besar tapi cukup untuk menghidupi mereka berdua dan beberapa karyawan.
"Nah ini dia baru nyampe! Tante kira nggak mau lagi kesini!" sambutan mama Audrey saat melihat Vivian datang bersama Audrey.
"Mau dong, kangen masakan tante. Tante apa kabar?" Vivian melepas pelukan mama Audrey.
"Baik, kamu gimana? Betah di luar negeri?"
"Hmmm dibetah-betahin tante," ucap Vivian.
"Baru setahun udah dapat bule ma," lapor Audrey.
"Oh ya? Bagus dong, Audrey malah belum dapat," mamanya mengerling jahil. Audrey salah ngomong malah berbalik kena sindir.
"Audrey tipe setia tante," ucap Vivian, Audrey melotot ke arah Vivian. Yang dipelototin hanya tertawa senang.
"Duduk dulu sana atau kalau mau makan pilih sendiri lauknya," ucap mama Audrey. Keduanya bergegas mengambil nasi dan lauk. Sudah hampir tengah hari dan keduanya sudah mulai lapar.
Sambil membawa makanan masing-masing, keduanya duduk dipojok. Sementara itu mama Audrey kembali ke ruangannya.
Mereka bercerita banyak hal, tentang keseharian hingga laki-laki yang mendekati Vivian. Selain sekolah diluar negeri, Vivian juga melanjutkan pekerjaannya sebagai foto model. Ia juga bercerita tentang pekerjaannya di sana.
"Jadi, memang belum ada mahasiswa yang bikin kamu jatuh cinta?" tanya Vivian.
"Ada sih tapi sadar diri aja, mereka udah punya gandengan. Males banget berurusan lagi jadi orang ketiga," ucap Audrey.
"Kamu sih dulu kurang gaul, nggak mau lihat dunia luar. Bergaul dengan aku terus, circle pertemanan kamu tuh dikiiiiiiit banget," ucap Vivian. Memang benar sih, Audrey mengakui itu. Makanya saat memasuki dunia perkuliahan Audrey mengubah semuanya bahkan penampilannya kini jauh lebih modis berkat bantuan tantenya. Bahkan Audrey mengubah gaya rambut dan melepaskan kacamatanya.
"Iya, tapi sekarang kan udah nggak gitu. Dulu aku bodoh banget ya," Audrey meringis.
"Hmmm iya hehehe abis gimana ya, udah tau begitu juga kamunya tetap aja bertahan," ucap Vivian.
"Iya, tapi sekarang nggak gitu lagi," ucap Audrey. Vivian mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Dan satu lagi, kalau dinasehatin itu jangan ditolak mentah-mentah. Coba dipikir-pikir lagi," ucap Vivian yang mengerti kekeraskepalaan Audrey.
"Wahhhh kebetulan lagi kita ketemu," sebuah suara dengan senyuman lebar membuat keduanya mendongakkan kepala. Dan melihat Devan berdiri disamping meja mereka. Devan dengan kemeja kerja berwarna navy yang digulung hingga ke siku, celana hitam kantoran dan rambutnya baru dipotong hingga terlihat segar. Aroma maskulin samar tercium.
"Hehehe iya, darimana?" tanya Vivian.
"Dari kantor, temanku rekomendasikan makan disini. Katanya enak," ucap Devan.
"Enak banget, masakan mama Audrey ini yang aku kangenin," ucap Vivian. Audrey menendang kaki gadis itu dibawah meja. Vivian cuek aja.
"Oh ya? Ini punya kamu Drey?" tanya Devan.
"Punya mamaku," ralat Audrey. Devan mengangguk.
"Oke, aku kesana dulu ya," pamit Devan menunjuk dua orang temannya yang sudah mendapatkan meja. Vivian mengangguk begitu juga dengan Audrey.
Karena suasana siang itu semakin ramai, Audrey dan Vivian segera mengosongkan meja. Jam makan siang begini rumah makan itu sangat ramai karena letaknya yang strategis.
"Sebentar Vi,!" Devan mencekal lengan Vivian saat mereka akan pergi. Audrey membuang pandangannya berpura-pura tidak melihat apa yang dilakukan Devan.
"Ada apa?" tanya Vivian.
"Boleh gabung di meja kami sebentar, Audrey juga kalau tidak keberatan," ucap Devan. Audrey akan membantah tapi Vivian meng-iyakan ajakan Devan.
"Ngapain sih!" bisik Audrey sambil berbisik saat keduanya berjalan di belakang Devan.
"Nggak apa-apa, coba kita liat mau apa dia," ucap Vivian.
"Raka, Gadis ini Vivian dan Audrey teman yang saya katakan tadi. Vivian Audrey ini relasi dan seketaris saya," Devan mengenalkan mereka pada dua orang yang bersamanya.
Setelah berkenalan dan sedikit basa-basi rupanya Devan menawarkan pekerjaan kecil pada Vivian yang memang pekerjaannya sejak sekolah dulu adalah seorang model. Mereka menawarkan Vivian menjadi model sampul salah satu merk sabun mandi. Vivian terlihat tertarik, karena pikirnya daripada ia menganggur selama liburan tak ada salahnya mengambil kesempatan itu.
Akhirnya mereka sepakat untuk kerjasama dan kontrak kerja akan mereka dapatkan saat dilokasi pemotretan. Setelah iti Devan pamit pada keduanya dengan tersenyum senang.
"Kamu ngapain sih jadi kerjasama dengan Devan!" protes Audrey saat mobil Devan sudah pergi meninggalkan area rumah makan.
"Daripada aku nganggur Drey, nggak masalah kan?" tanya Vivian sambil tersenyum.
"Iya tapi kan..."
"Aku cuma kerja Drey, kamu keberatan aku dekat dengan Devan?" tanya Vivian. Audrey tersentak.
"Tidak! Kenapa aku harus keberatan? Cuma aku yang malas bertemu Devan," ucap Audrey.
"Masih ada rasa sayang yah?" kejar Vivian saat Audrey keluar dari rumah makan.
"Nggak!"
"Atau kamu cemburu yah?" kejar Vivian lagi. Audrey berhenti berjalan dan memutar, Vivian hampir saja menabrak Audrey.
"Aku nggak cemburu Vi, cuma rasanya kalau ketemu Devan aku jadi canggung. Merasa bodoh! Kamu ngertikan? Aku terlihat kayak perempuan nggak bener," protes Audrey.
"Perempuan nggak bener gimana? Kamu cantik Drey," ucap Vivian. Audrey mendengus.
"Aku merasa gitu, kamu tahu kan," ucap Audrey.
"Itu kasusnya bukan perempuan nggak bener tapi kan memang nggak tahu. Udah deh nggak usah dibahas. Sekarang kita pulang. Aku kangen kasur," Vivian menguap sambil berjalan ke mobil.
Di dalam mobil keduanya hanya terdiam. Efek kenyang dan mengantuk. Audrey jadi kepikiran pertemuannya dengan Devan. Semua memang tidak sengaja tapi bertemu kembali dengan Devan bukanlah hal yang diinginkannya.
Dulu ia tak ingin berjauhan dari Devan. Bahkan pesan-pesan singkatnya selalu dinantikan. Tapi sekarang rasanya ia ingin pergi entah kemana agar tak lagi bertemu Devan. Ia ingin mengubur semua rasanya untuk Devan.
Dia pernah menyukai pria itu, pernah menjadi perempuan yang dipuji pria itu. Meski banyak yang mengatakan itu hanyalah cinta monyet masa sekolah. Tapi nyatanya sampai sekarang rasa itu masih ada unuk Devan.
Audrey memejamkan matanya menghapus semua ingatannya tentang Devan. Bukankah ia berjanji dengan diri sendiri untuk melupakan Devan? Dan apa katanya tadi? Dia masih menyukai Devan? Mungkin iya. Audrey hanya butuh sedikit dorongan lagi agar bisa melupakan Devan dengan cara menjauh dan tak mau lagi bertemu dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments