Sikap Dingin Langit

"Mbak Anik, apa Mama Key tidak sayang Ana? Kenapa perginya lama." tanya Ana saat gadis itu tiduran dengan kepala di pangkuan wanita berwajah manis itu. Tangan gadis kecil itu juga masih memainkan boneka kesayangannya.

"Tentu saja Mama Key sayang sama Ana. Terkadang pekerjaan orang dewasa memang tidak bisa di tunda, Sayang. Makanya ada Mbak Anik untuk jagain Ana." jelas Anik. Ana memang sudah tahu jika Anik yang mengasuhnya jika Mama Kirey sedang ada banyak kerjaan.

"Apa Ana sedih jika hanya ada Mbak Anik?" lanjut Anik merasa kasian, sekeras apapun semua orang berusaha untuk memberikan kebahagiaan yang sempurna tapi Ana tetaplah anak yang terlahir tanpa sosok Ayah.

Ana melirik Anik yang menunjukkan wajah sedih. Dia langsung berdiri dan menatap penuh selidik wajah wanita yang sering menghabiskan waktu bersamanya.

"Aku senang, Mbak Anik tidak pernah pergi, setiap hari bisa bermain dengan Ana." Ana memeluk pengasuhnya itu. Ada ungkapan rasa sayang yang mengalir begitu saja dari gadis kecil itu.

Anik mengusap punggung kecil yang kini memeluknya. Hanya gadis kecil inilah yang menganggap keberadaannya sangat berarti.

"Mbak Anik juga sayang Ana." bisik Anik dengan sepenuh hati.

"Tapi ini sudah malam, sebaiknya Ana tidur yuk!" lanjut Anik saat melihat jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul sembilan malam.

Ana pun mengangguk, gadis kecil itu pun berjalan menuju kamarnya. Dengan dibantu Anik, Ana pun melakukan aktifitas sebelum tidur, mencuci muka dan menggosok gigi.

"Mbak Anik kenapa Papa Langit pulangnya malam terus?" tanya Ana saat Anik menaikan selimut Ana. Wanita itu berfikir sejenak mencari alasan sebelum membacakan dongeng untuk Ana.

"Mbak Anik." panggil Ana membuat Anik tersenyum canggung, dia tidak tahu harus menjawab apa karena dia sendiri tidak tahu menahu tentang duni pria itu.

"Mbak Anik bacakan dongeng sekarang ya, Mbak Anik juga sudah ngantuk banget." sambut Anik membuat Ana terdiam. Dan kemudian mendengar Anik yang mulai membacakan dongeng.

Setelah Ana terlelap Anik pun beranjak turun dan mengganti lampu utama kamar dengan lampu tidur. Anik pun langsung keluar dari kamar Ana yang bersebelahan dengan kamarnya.

Langkahnya yang kini akan menuruni tangga pun meragu saat melihat Langit yang baru saja masuk ke dalam rumah.

Pria itu menatap sejenak Anik, hingga Anik pun melanjutkan menuruni tangga. Perasaannya berkecamuk antara menyapa atau tidak. Apalagi wajah Langit yang nampak lelah, dia tidak ingin memicu keributan lagi.

"Mas Langit mau makan atau mandi dulu!" Akhirnya kalimat itu meluncur dengan penuh keraguan dari bibir mungil itu.

"Mandi!" jawab Langit dengan kembali melangkah tanpa peduli Anik yang masih menatapnya dengan sorot mata penuh kesedihan.

Anik melangkah lemah ke arah dapur. Entah mau diminum atau tidak, dia tetap akan membuatkan teh hangat untuk suaminya.

Tangannya mengaduk teh yang sudah ada di cangkir. Jika boleh jujur, hatinya sedih dan terluka setiap kali mendapatkan perlakuan dingin dari Langit. Tapi setidaknya, pria itu tidak menyakiti fisiknya.

Anik pun membawa secangkir teh hangat ke meja makan. Terlihat Langit sudah mengenakan kaos dan celana pendek saat menuruni anak tangga.

"Mas, ini teh hangat untuk Mas Langit." ucap Anik tapi tak dihiraukan oleh Langit. Pria itu memilih duduk dan menyalakan televisi.

Anik yang menunggu reaksi Langit pun hanya menelan kekecewaan. Wanita itu pun memilih meninggalkan lantai bawah setelah melihat Langit yang hanya menatap serius ponselnya dan tersenyum sendiri. Itulah yang sering di lakukan pria itu setiap pulang malam tanpa menghiraukan keberadaannya.

"Lusa kita akan pindah ke rumah sendiri." ucap Langit menghentikan langkah Anik saat menaiki tangga ketiga.

Anik pun menoleh menatap Langit yang masih fokus dengan layar ponselnya setelah mengucapkan kalimatnya.

"Apa perlu memberitahukannya padaku, Mas?" sambut Anik. Hubungan mereka yang dingin membuat wanita itu berfikir jika tidak ada bedanya memberitahukan semuanya itu padanya.

"Tentu, bukankah kamu harus mengemas barang-barang kita?" jawab Langit dengan menatap tajam ke arah Anik.

"Apa kamu keberatan? Jika kamu keberatan aku akan meminta orang lain untuk mengemasnya." tantang Langit dengan menaikkan suaranya. Dia merasa Anik mulai bersikap berani.

Anik kembali menuruni tangga, Langkahnya menghampiri Langit dengan mengumpulkan segala keberanian.

"Kapan kita bercerai, Mas?" Pertanyaan Anik membuat Langit terhenyak kaget.

Wajah Langit nampak memerah, rahangnya mengeras dengan sorot mata menusuk ke arah Anik. Dia tidak menyangka akan menanyakan masalah itu secepat ini. Seharusnya dia yang akan mengatur segala urusan kapan mereka akan mengakhiri pernikahan ini.

"Nik-Anik...." panggil Bu Mayang membuat Anik tersadar dari situasi menegangkan.

"Iya, Ma." panggilan Mama mertuanya membuat Anik langsung meninggalkan Langit yang kini mengepalkan tangannya. Pria itu sangat kesal saat Anik berani mengambil sikap.

Anik pun langsung mencari keberadaan mertuanya yang sudah berdiri di depan kamar. Dia tidak ingin mertuanya mencurigai pembicaraannya dengan Langit.

"Ada apa, Ma?" tanya Anik.

"Di luar sepertinya ada penjual putu ayu, tolong Mama belikan, ya!" ujar Bu Mayang dengan menyerahkan uang lima puluh ribuan pada Anik.

"Nggak usah, Ma! Kemarin Mas Langit memberikan uang pada Anik." tolak Anik dan secara tidak langsung ingin memberi tahu mama mertuanya jika Langit melakukan kewajibannya.

"Anik keluar dulu!" pamit Anik saat beranjak keluar mencari keberadaan penjual putu Ayu.

Bu Mayang menatap Anik hingga bayangan wanita itu menghilang. Apa yang dia lakukan semata hanya tidak ingin pembicaraan perpisahan dari Anik dengan Langit berlanjut. Sejak tadi beliau memang tidak sengaja mendengar pembicaraan keduanya.

Anik memang bukan menantu idaman. Tapi, cara menantunya memperhatikan dan telaten meladeninya membuat Bu Mayang menyayangi Anik. Bahkan, setelah mengetahui sisi kelam wanita itu, perasaan sayang dan naluri sebagai orang tua semakin besar.

Keinginannya dulu yang berharap putra kesayangannya mendapatkan wanita terpelajar dan sepadan dengannya pun sudah lenyap begitu saja dengan sikap Anik yang begitu lembut dan perhatian padanya.

"Mama, belum tidur?" tanya Langit saat mamanya berjalan ke arahnya.

"Sudah, cuma kebangun saat mendengar suara penjual putu." jawab Mayang padahal sejak tadi dia belum tidur sama sekali.

"Mama jangan suka ngemil di malam hari, bahaya jika sampai jadi kebiasaan." ucap Langit. Dia memang cerewet dengan kesehatan mamanya.

"Lang, kenapa kamu tidak berusaha menerima pernikahanmu dengan Anik. Anik wanita yang baik, sedikit di dandani dia juga cantik."

"Aku tidak mencintainya, Ma..." jawab Langit dengan menatap mamanya. Tatapannya menuntut mamanya untuk bisa mengerti perasaannya.

"Kamu bisa belajar mencintainya bukan?" desak Mayang.

"Bagaimana langit bisa mencintainya? Dia bisa apa? Dia punya apa untuk membuat Langit jatuh cinta padanya? Bahkan, banyak teman-teman langit yang mencemooh saat tahu Langit menikah dengan baby sitter." ungkap Langit tentang perasaannya yang terpendam selama ini.

Tapi obrolan mereka terhenti saat mendengar suara langkah Anik yang mulai masuk ke dalam rumah. Terlihat wanita berkulit putih itu menenteng sebuah plastik berwarna hitam.

"Anik akan menaruhnya di piring dulu, Ma." ucap Anik kemudian melewati suami dan mertuanya.

Terpopuler

Comments

Khairul Azam

Khairul Azam

semngt mb anik💪

2025-05-03

1

Ickhaa PartTwo

Ickhaa PartTwo

Semangat up thor

2025-05-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!