Delia mencoba tersenyum, untuk menyembunyikan kegugupannya. "Tante salah denger. Bukan aku yang hamil, tapi temanku. Dia baru saja cerita tentang kehamilannya."
Reina menatap Delia dengan lekat, mencari kebenaran Dimata keponakannya itu. "Kau tidak bohong?"
"Untuk apa aku berbohong, Tante? Kalau Tante tidak percaya padaku, ya sudah."
'Sepertinya Delia bicara jujur, karena aku tidak menemukan hal yang mencurigakan di dalam kamarnya.' batin Reina.
"Baiklah, Tante percaya padamu. Maaf, karena Tante sudah berburuk sangka, Delia." Reina mengelus punggung Delia dengan lembut.
"Tidak masalah, Tante."
Reina tersenyum tipis, dia pergi keluar dari kamar Delia. Setelah Reina menghilang dibalik pintu, Delia pun bisa bernapas lega. Dia duduk di ranjang sambil mengelap keringat yang hampir jatuh di keningnya. Berulang kali dia menelan ludah demi menyembunyikan kebohongan dari Reina.
Delia pun memutuskan untuk kerumah Bella, karena sahabatnya itu sedang tidak sibuk.
___________
Kini Delia sudah berada di dalam kamar Bella, mereka sengaja bertemu di apartemen agar tidak ada yang menguping pembicaraan mereka.
"Apa yang ingin kau lakukan selanjutnya?"
"Entahlah, Bel. Aku bingung. Apa aku harus meng*abo*rsi kandunganku ini? Lama kelamaan pasti semuanya akan terungkap. Perutku akan semakin membesar. Bagaimana lagi aku menyembunyikannya?"
"Kau sudah tidak waras, ya? Meng*abo*rsi? Itu bukan jalan yang benar, Delia. Anak yang di dalam kandunganmu tidak tahu apa pun."
"Maka dari itu aku tidak mau dia lahir ke dunia ini, dan mendapatkan hinaan dari semua orang, Bella."
"Kau harus menjalaninya, Delia. Ikuti saja alurnya, aku yakin tidak akan ada yang bisa menghina anak itu dikemudian hari. Aku akan selalu ada untuk kalian."
Mereka berdua berpelukan, Bella mencoba menenangkan Delia yang pastinya sangat terpuruk saat ini.
"Apa kau sudah makan?" Tanya Bella dan dijawab gelengan oleh Delia. "Kau jangan mengabaikan kandunganmu hanya karena pikiran yang tidak bisa dikontrol, Delia. Kau harus makan." Bella pergi ke dapur, mengambilkan bubur ayam yang sudah dibelinya, dan juga buah buahan.
Delia memakannya dengan hati yang berat. Benar yang Bella katakan, dia tidak boleh menyiksa diri dengan mogok makan. Delia saat ini punya tanggungjawab yang besar di dalam perutnya. Setelah menghabiskan beberapa suap, Delia pun mendorong piring itu, menjauh darinya.
"Aku sudah kenyang. Hari sudah hampir larut, aku harus pulang, Bel."
"Baiklah, hati-hati dijalan." ujar Bella, mereka pun cipika-cipiki.
Beberapa menit di dalam perjalanan, kini Delia sudah sampai dirumah. Dia masuk, dan ternyata tantenya belum tidur . Wanita paruh baya itu berdiri dari sofa, berjalan mendekati Delia.
"Darimana saja kau, Delia?"
"Dari rumah Bella, Tante."
"Kau sudah makan?" tanya Reina kemudian, dan dijawab anggukan oleh Delia.
"Istirahatlah, besok kau harus pergi ke butik kan?"
"Aku ke kamar dulu, Tante." Delia berjalan cepat ke kamarnya, saat ini perutnya terasa mual.
Saat berada di dalam kamar, Delia pun mengunci pintu lalu berlari masuk ke kamar mandi. Dia memuntahkan semua isi perutnya, sungguh ini sangat menyiksa.
Mata Delia memerah, air mata kembali menetes di pipinya. Dia sudah sangat mengecewakan keluarga serta orangtuanya yang telah tiada. Perasaan bersalah terus bersarang dihati Delia, meskipun kejadian itu tidak disengaja.
Delia berjalan ke ranjangnya, dia merebahkan diri sambil memegangi perutnya yang masih rata. Tak lama kemudian dia pun tertidur.
___________
Keesokan paginya.
Delia sudah bersiap untuk pergi ke butik, wajahnya sangat pucat, dan dia merasa lemas. Hal tersebut terus diperhatikan oleh Reina, saat mereka berada di meja makan.
"Ada apa, Del? Kau sakit? Wajahmu terlihat pucat."
"Kepalaku sedikit pusing, Tante. Mungkin karena kelelahan." titah Delia
"Kalau kondisimu tidak memungkinkan untuk pergi ke butik, sebaiknya kau dirumah saja, istirahat."
"Aku masih bisa, Tante. Nanti beli obat di apotik."
"Ya sudah, Tante berangkat duluan, ya?" pamit Reina.
"Hati-hati, Tante."
Delia menatap menu sarapan yang ada dimeja, tiba-tiba saja perutnya terasa bergejolak. Dia membekap mulutnya sendiri, lalu berlari menuju ke kamar mandi yang ada di dapur. Dia kembali muntah, dan hanya air saja. Tubuh Delia semakin lemas, dia terduduk di closet.
"Apakah ini patut dinamakan dengan penderitaan?" tanyanya.
******
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments