"Yuna, saya dengar kamu ingin mengajukan cuti hamil, benar begitu?" tanya Baskoro.
"I-iya, Pak. Saya minta maaf karena saya lancang, tapi Anda tenang saja, saya sudah mengundurkan diri dari perusahaan ini, saya tidak akan melanggar peraturan kerja perusahaan," jawab Yuna gugup.
"Kenapa minta maaf? Saya meminta kamu datang ke sini, karena saya ingin memberitahu kamu bahwa cuti hamil kamu selama satu tahun, saya terima, kamu bisa kembali bekerja setelah kamu siap untuk bekerja, tidak perlu memaksakan diri untuk terburu-buru masuk kerja, kapan pun kamu siap, perusahaan tetap membuka tempat untukmu." Baskoro menjelaskan dengan tersenyum cerah.
"B-Bapak serius? Ini sungguhan?" Yuna masih tak percaya.
"Lho, Pak? Bukankah peraturannya tidak seperti ini? Bukankah Bapak sendiri yang menerapkan peraturannya? Kenapa tiba-tiba memperbolehkan Yuna untuk cuti hamil?" protes Rangga tak terima.
"Diam kamu, di sini kamu tidak memiliki porsi untuk angkat bicara," bentak Baskoro dingin.
"Satu lagi, karena kamu merupakan karyawan yang cukup kompeten dalam bekerja, perusahaan juga akan memberi sedikit hadiah, anggap saja ini adalah tanggung jawab perusahaan untuk karyawan jujur sepertimu, 20 Juta perbulan selama cuti, apakah cukup?" tanya Baskoro lagi, yang membuat Yuna semakin tak percaya dan berusaha untuk menyadarkan dirinya barangkali ia sedang bermimpi. 20 Juta perbulan selama masa cuti? Apa itu sungguhan?
"Pak, tapi saya merasa ini tidak sepantasnya saya terima, bisa mendapat cuti dari perusahaan saja saya sudah sangat berterimakasih, tidak perlu harus memberikan saya lebih," tolak Sania.
"Benar, Pak. Tidak hanya melanggar aturan, ini sama saja Bapak sedang pilih kasih terhadap karyawan lain, saya saja saat sedang sakit, jangankan mendapat royalti dari perusahaan sebagai tanggung jawab dan belas kasih, cuti saya saja dihitung sebagai absen, membuat saya tak memedulikan sakit itu dan tetap hadir agar absen saya tetap normal demi gaji yang tetap utuh, sementara sekarang, kenapa jadi begitu tidak adil?" bantah Rangga tak terima.
"Saya bilang kamu diam, ya diam! Kamu tidak mengerti bahasa? Jika kamu tidak ada keperluan lain di sini, sekarang kamu keluar!" Baskoro tampak marah besar terhadap Rangga, bagaimana tidak, Samuel saja masih di sana memperhatikan keadaan, ia tidak mungkin meninggalkan kesan buruk mengenai karyawan perusahaannya yang membangkang di depan matanya.
"Bukankah pria itu juga tidak memiliki kepentingan? Lalu untuk apa dia di sini? Kenapa hanya saya saja yang disuruh keluar? Seharusnya dia juga." Rangga menunjuk-nunjuk ke arah Samuel yang kini tersenyum kecil penuh ledekan.
"Lancang sekali, kamu!"
Plak!!
Satu tamparan mendarat di wajah Rangga dengan keras, membuat sudut bibir pria itu mengeluarkan cairan segar berwarna merah.
"Beliau juga tidak akan sudi datang ke sini jika tidak memiliki kepentingan, pria kecil sepertimu berani sekali bicara tidak sopan, sekarang kamu keluar, keluar!" Wajah Baskoro semakin memerah menahan emosi yang dari tadi terus tertahan, akhirnya ia luapkan semua membuat Rangga terkejut setengah mati, itu adalah kali pertama ia mendapat perlakuan buruk dari atasannya.
"Saya permisi." Rangga membungkuk hormat pada Baskoro lalu pergi dengan tergesa-gesa.
"Maafkan saya, Tuan. Anda harus melihat pemandangan seperti ini di kedatangan pertama Anda." Baskoro menggaruk kepala dan menunduk pada Samuel, membuat Yuna melirik ke arah suaminya merasa heran, kenapa direkturnya sendiri bisa begitu hormat pada Samuel.
"Baik, Yuna. Saya juga minta maaf karena sikap saya tadi, mungkin sedikit membuatmu terkejut."
"Ah, tidak apa-apa, Pak, jangan terlalu sungkan. Saya mengerti, malah saya yang harus meminta maaf, keributan ini karena saya, Pak Rangga hanya merasa tidak puas dengan apa yang saya dapatkan dari Bapak." Yuna tersenyum sopan.
"It's ok, jangan hiraukan dia, mulai hari ini kamu sudah bisa cuti dan boleh pulang. Untuk pekerjaan kamu yang belum terselesaikan, kamu bisa berikan pada yang lain, biar mereka yang kerjakan, kamu sekarang fokus pada kehamilanmu saja, jangan pikirkan soal perusahaan dan pekerjaan, mengerti?" Tidak boleh sampai salah bicara, karena wanita yang merupakan karyawan yang ada di hadapannya ini, adalah seorang Nyonya besar dari keluarga Adiguna, bahkan bisa dikatakan, Nyonya besar yang akan mewakili negara yang membanggakan tanah air atas pencapaian yang diraih oleh suaminya.
"Terimakasih, Pak. Terimaksih banyak tak terhingga atas kemurahan hati Anda, saya benar-benar lega dan senang sekali saat ini, terimakasih sekali lagi." Yuna membungkuk beberapa kali saking terharunya mendapat keburuntungan itu.
"Ah, tidak perlu sampai seperti itu, bersikap biasa saja, ini adalah hak yang memang harus kamu dapatkan." Mana mungkin Baskoro bisa sanggup menerima hormat dari Nyonya besar, justru seharusnya ialah yang mempersembahkan hormat itu.
Samuel tampak senang melihat raut wajah Yuna yang begitu cerah dan berseri, sudah lama sekali ia tidak melihat wajah itu tersenyum bebas seperti sekarang.
"Kalau begitu saya permisi, Pak."
Yuna pun pergi meninggalkan mereka berdua, tanpa menegur Samuel karena ia tahu akan tidak sopan jika mereka saling bicara di depan atasan.
"Kerja bagus, Anda cukup memuaskan saya, untuk kedepannya, jagalah perusahaan ini dengan baik, dan satu lagi, jika watak pria tadi tidak bisa berubah sampai Yuna kembali ke perusahaan, maka jangan sungkan untuk memecatnya, saya tidak suka pria pembangkang sepertinya.
"Baik, Tuan muda."
~~
"Yuna, ada apa? Kenapa kamu membereskan semua barang-barangmu?" tanya rekan kerjanya merasa heran.
Yuna tersenyum simpul. "Ini, ada tiga pekerjaan yang harus merepotkanmu, kamu kerjakan, ya, jika tidak sanggup, bisa berbagi dengan yang lain, aku akan keluar dari perusahaan ini."
"Lho, kok keluar? Ada apa, kenapa tiba-tiba sekali?" Mendengar suara ribut itu, akhirnya semua rekan yang lain ikut berkumpul melihat apa yang terjadi.
"Kamu ingin keluar, Yuna?" tanya yang lain.
"Aku hamil, jadi saat ini aku tidak bisa bekerja," jawab Yuna masih dengan senyum yang mengembang.
"Hamil?" Mereka semua tercengang.
"Jadi kamu akan keluar dan tidak akan bekerja lagi di sini?"
"Bukan tidak akan bekerja lagi, tapi ia diberi cuti oleh Pak Baskoro hingga satu tahun bahkan lebih, menurut kalian apakah itu masuk akal?" Rangga tiba-tiba muncul dengan senyum liciknya.
"Cuti hingga satu tahun? Kok bisa? Bukankah peraturannya tidak seperti itu?" Mereka pun ikut terkejut.
"Kalo pendapatku pribadi sih, sepertinya Yuna dan Pak Baskoro ada main di belakang, yang kita juga tidak tahu apa permainan mereka, bisa jadi anak yang dikandung Yuna mungkin adalah anak Pak Baskoro, siapa yang tahu, kan? Jika tidak, apa kalian pikir Pak Baskoro akan dengan sangat murah hati memberikan Yuna uang 20 juta perbulan selama masa hamil? Tak masuk akal, bukan?" Rangga tersenyum merasa puas, akhirnya ia bisa membalaskan sakit hatinya pada Yuna, sebab tawarannya ditolak begitu saja.
"20 Juta perbulan? Yuna, apa yang dikatakan Pak Rangga benar?" Pertanyaan demi pertanyaan silih berganti menghujam Yuna, mereka terus menuntut jawaban dari pertanyaan itu. Membuat Yuna sendiri merasa gerah dan geram atas tuduhan tak berdasar yang tidak pernah ia lakukan sekali pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
andre
kok sering salah nyebutin nama sih....
kayak lupa aja sm nama pemerannya
2022-06-06
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦a͒r͒r͒o͒w͒ 🏹
Memang cari mati si Rangga ini
2021-12-26
0
lala
nexs
2021-10-12
0