"Brengsek, berani-beraninya dia mengacuhkanku," desis Rangga tak terima.
"Sam, kamu kenapa ada di sini?" tanya Yuna ketika melihat Samuel sedang adu mulut dengan Rangga.
"Ada sedikit urusan yang harus kulakukan, kamu sudah mengajukan surat cuti pada bosmu?" tanya Samuel.
"Belum, aku masih belum berani, surat cutinya pun belum aku buat." Yuna menggeleng lemah.
"Ini, aku sudah menyiapkannya kemarin, ajukan saja, tidak perlu takut, kuyakin kamu akan beruntung kali ini, aku sudah berdoa untuk keburuntunganmu, jangan ragu." Samuel menyerahkan selembar kertas yang ditutupi dengan sebuah map. Mau tak mau Yuna pun harus menerimanya meski berat.
"Terimakasih," ujarnya.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu. Oh ya, apa kamu tahu di mana ruangan Pak Baskoro?" tanya Samuel.
"Di lantai dua, sebelah kiri, di sana juga kamu akan menemukan ruang yang beratasnamakan dia," jawab Yuna.
"Baiklah, kembalilah bekerja, setelah kamu siap, pergilah ajukan cutimu." Samuel pun berlalu pergi.
Samuel mengetuk pintu ruangan Pak Baskoro, ia merupakan direktur utama di perusahaan itu. "Masuk," jawabnya dari dalam.
Pak Baskoro mengangkat kepala melihat kedatangan Samuel, dan alisnya pun mengerut. "Kamu siapa?" tanyanya yang tak mengenali Samuel.
"Apa Tuan Jimmy tidak mengatakan apa-apa tentang kedatangan saya?" tanya Samuel.
"A-apakah Anda Tuan muda Samuel?" tanya Pak Baskoro sembari bangkit dari tempatnya dengan cepat.
"Saya datang ke sini untuk membicarakan soal saham, apa bisa langsung tanda tangan?"
"Bisa-bisa, Tuan. Silahkan duduk, maafkan saya tidak menjemput Anda terlebih dahulu, saya kira Anda akan datang siang hari nanti, maafkan saya sekali lagi, Tuan muda." Baskoro membungkuk beberapa kali menyesali kelalaiannya.
"Sudahlah, berikan aku dokumennya sekarang." Samuel duduk di atas sofa tak ingin ambil pusing mengenai dirinya yang tidak dijemput, ia bisa jalan sendiri, pikirnya.
"Baik, Tuan muda." Baskoro bergegas mencari dokumen yang tadi baru saja ia siapkan.
"Ini, Tuan." Baskoro meletakkan dokumen itu di atas meja tepat di hadapan Samuel. Samuel pun membaca semua isinya dan bertanda tangan sebagai pemilik saham baru. Ia memiliki saham 80% dari perusahaan itu, yang artinya ia adalah pemilik perusahaan sebagai pemegang saham terbesar.
"Pak Baskoro, meski saya sudah menjadi pemegang saham terbesar di perusahaan ini, tapi saya tetap ingin Anda yang mengelolanya, jabatan direktur Anda tidak akan saya ambil alih, saya hanya akan memantau perkembangan aset setiap bulannya, jika terjadi sesuatu, Anda bisa diskusikan pada saya, Anda akan tetap mendapat hak atas perusahaan ini termasuk gaji bulanan dari saya, Anda tidak akan dirugikan dalam penjualan saham ini, saya hanya ingin Anda bekerja jujur, saya tidak ingin ada kebohongan dan kecurangan, jika saya menemukan Anda menghianati saya, maka saya tidak akan sungkan-sungkan pada Anda," tegas Samuel dengam tatapan serius.
"Mengerti, Tuan, saya mengerti. Orang terhormat seperti Anda, saya mana berani membuat ulah, saya juga tidak pernah berbuat curang, saya selalu jujur mengelola perusahaan, Anda bisa pegang janji saya." Baskoro terus membungkuk hormat, tak berani menatap mata Samuel yang bisa membuatnya tak berdaya.
"Satu lagi, saya ingin Anda panggil karyawan bernama Yuna Santoso sekarang, dia ingin mengajukan cuti hamil untuk satu tahun, jangan lupa selama dia cuti, setiap bulannya transfer uang ke dia sebesar 20 Juta, katakan saja kalau itu sebuah tanggung jawab dari perusahaan untuk kehamilannya, mengerti?" titah Samuel.
"Mengerti, Tuan. Akan saya lakukan sekarang."
~~
"Tidak bisa, Yuna. Kamu tahu sendiri peraturan perusahaan tidak bisa diganggu gugat, setiap wanita hamil tidak boleh bekerja di sini, bagaimana mungkin aku bisa memberimu izin cuti apalagi sampai satu tahun, itu tidak bisa, Yuna." Rangga sebagai kepala menager umum, menolak langsung permintaan cuti dari Yuna.
"Apa tidak ada jalan lain agar saya bisa tetap bisa bekerja di sini?" tanya Yuna memelas.
"Ada satu cara, yaitu berbohong pada semua orang dan sebisa mungkin menutupi perutmu ketika membesar, tapi memangnya kamu punya cara untuk menutupi kehamilanmu yang semakin hari bertambah besar? Lagian kamu kenapa juga bisa hamil secepat ini? Jika kamu masih ingin bekerja, setidaknya kamu harus mencegah agar kamu tidak hamil." Rangga yang pada awalnya memang menyukai Yuna, merasa tidak suka jika Yuna hamil.
"Baiklah kalau begitu saya mengundurkan diri saja, saya tidak bisa tetap bekerja dalam keadaan hamil, bisakah Anda membantu mengurus pengunduran diri saya?" Yuna akhirnya memasrahkan pekerjaannya begitu saja.
"Kamu yakin ingin menyerah pada pekerjaanmu? Lalu dari mana kamu akan mendapatkan uang? Memangnya suami kamu itu bisa menghidupi kamu dan anak itu?"
Yuna terdiam, ia sendiri tidak yakin bahwa Samuel bisa menutupi kekurangan ekonomi mereka setelah ia berhenti bekerja.
"Yuna, daripada kamu terus-terusan hidup serba kekurangan seperti ini, lebih baik kamu lepaskan saja suamimu itu, dia bukan laki-laki yang bisa bertanggung jawab, dia hanya bisa menyusahkanmu, bagaimana jika nanti suatu saat anakmu kelaparan dan pria itu malah tidak bisa meberikanmu uang untuk membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya? Selagi masih belum terlambat lebih baik kamu pikirkan sesegera mungkin tentang ucapanku ini, kamu tidak perlu khawatir, jika kamu bercerai dengan dia, aku siap menggantikannya menanggung segala kehidupanmu, anak itu, akan kujaga seperti anakku sendiri, bagaimana?" Akhirnya Rangga memiliki kesempatan untuk menyampaikan apa yang ia mau, selama ini ia tidak pernah memiliki keberanian untuk meminta Yuna menceraikan Samuel, tapi sekarang, ia benar-benar yakin bahwa Yuna pasti akan menerima dirinya sebagai suami pengganti Samuel.
Yuna mengepalkan tangan kesal mendengar ucapan Rangga, meski ia sedikit kecewa karena sampai sekarang Samuel masih belum mendapatka pekerjaan, tapi ia juga tidak serendah itu meninggalkan orang yang ia cintai demi uang.
"Terimakasih atas saran Anda, Pak Rangga, tapi maaf, saya akan tetap hidup bersama dia, apa pun yang akan terjadi, saya pamit dulu, Pak. Sampai ketemu lagi di lain waktu." Yuna pun bangkit dan meninggalkan ruangan Rangga.
"Sial, bisanya dia menolakku mentah-mentah tanpa memikirkan baik buruknya, lihat saja, Yuna. Suatu saat nanti kamu akan menyesal karena lebih memilih dia ketimbang aku." Rangga memukul mejanya begitu geram.
Tiba-tiba saja telepon kantor berdering, membuat kegundahan yang tadi seketika terlupakan. "Halo?"
"Rangga, tolong panggilkan Saudari Yuna Santoso, suruh dia ke ruangan saya sekarang."
"Pak Baskoro? Tapi kenapa, Pak?" tanya Rangga penasaran.
"Kamu tidak perlu tahu, sekarang panggil dia."
"Tapi dia sudah keluar dari perusahaan ini, Pak. Dia sekarang hamil, sesuai dengan peraturan, saya tidak bisa menerima dia untuk tetap bekerja, jadi saya memecatnya dan meminta dia pergi," jawab Rangga percaya diri, karena ia yakin bahwa apa yang dia lakukan sudah benar dan pasti Baskoro akan memujinya.
"Bodoh, beraninya kamu memecat dia tanpa meminta izin dariku, sekarang kamu kejar dia dan minta dia datang ke ruanganku, paham?!" bentak Baskoro dengan suara lantang hingga memekakkan telinga.
"B-baik, Pak. Saya segera laksanakan." Rangga segera berlari keluar mengejar Yuna yang kini hampir keluar dari pintu utama.
"Yuna!" serunya sambil berlari menghampiri.
Yuna menoleh dengan alis yang berkerut. "Ada apa, Pak?" tanya Yuna heran.
"Jangan pergi dulu, itu Direktur Baskoro memintaku untuk memanggilmu, dia ingin kamu datang ke ruangannya sekarang," ucap Rangga sambil berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal.
"Direktur memanggilku? Ada apa?" Yuna tak mengerti.
"Sudahlah, jangan banyak tanya, mungkin dia juga marah karena kamu tiba-tiba hamil dan mengundurkan diri begitu saja."
Yuna seketika sedikit cemas, bagaimana jika sampai di sana ia mendapat hukuman, semua karyawan di perusahaan juga tahu bagaimana watak Baskoro, pria tua itu memiliki tempramen yang cukup buruk.
Dengan keraguan, akhirnya Yuna memberanikan diri pergi ke ruangan direktrur, diantar oleh Rangga yang kini berjalan di belakang Yuna, ia juga penasaran kenapa Baskoro tiba-tiba meminta Yuna untuk datang ke ruangannya.
"Permisi, Pak. Anda mencari saya?" Suara Yuna sedikit bergetar ketika berhadapan dengan Baskoro. Ia juga melirik ke arah Samuel yang kini masih duduk di atas sofa.
"Kenapa dia ada di sini juga? Memangnya siapa dia bisa masuk ke ruangan direktur?" batin Rangga merasa heran. Namun, Samuel malah menatap tajam ke arahnya dan tersenyum kecil, senyuman yang mengandung makna merendahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Selvan
nex
2022-03-10
0
lala
nexs.
2021-10-10
0