"Mari, Tuan. Lewat sini." Wanita itu mempersilahkan Samuel untuk berjalan lebih dulu.
"Sepertinya kau harus lebih semangat lagi untuk bisa bekerja di sini." Samuel menepuk pundak Gio tersenyum ringan.
"Tunggu, Nona. Anda belum menjelaskan pada saya." Gio pun mengejar mereka.
"Maaf, Tuan. Tidak sembarang orang bisa masuk ke lift ini, Anda bisa gunakan lift lain. Permisi, jangan menghalangi jalan." Wanita itu menyingkirkan Gio dengan mendorong tubuh pria itu pelan. Gio sendiri tak berani membantah sekali pun ia ditolak.
Terlihat Samuel tersenyum padanya, tapi terlihat sedang meledek, Gio melayangkan pukulannya di udara dengan kesal.
"Tuan muda, Anda sudah datang, silahkan duduk." Jimmy menyambut kedatangan Samuel dengan sopan.
"Bagaimana kabar Papi dan Mami?" tanya Samuel sembari mendudukkan dirinya di kursi.
"Mereka baik-baik saja, Tuan muda. Hanya saja Nyonya selalu menanyakan kapan Anda datang mengunjunginya?"
"Untuk saat ini belum bisa. Lalu bagaimana keadaan keluarga besar sekarang? Apa mereka masih menelan makanan dengan tenang?" Sania tampak merasa jijik menanyakan hal itu
"Aktivitas keluarga besar masih berjalan sebagaimana biasanya, tapi mereka sepertinya mulai mengutus seseorang untuk mengamati pertambangan Anda, takutnya mereka akan datang dan meminta Anda kembali ke keluarga besar." Wajah Jimmy tampak muram.
"Tak mengapa, biar kulihat bagaimana cara mereka memintaku untuk kembali, mereka sangat mudah mengusirku dari keluarga, sekarang memintaku kembali juga pastinya tidak semudah itu."
"Kecuali jika mereka mau berlutut meminta maaf di depan kedua orang tuaku, aku bisa mempertimbangkannya lagi." Samuel terkekeh pelan dengan tatapan mata yang cuek.
"Ya, memang itu yang harus mereka terima setelah apa yang mereka lakukan." Jimmy mengangguk setuju.
"Oh ya, Tuan muda. Saya ingin memperlihatkan ini, saya mendapatkannya di pelelangan, sebuah cip yang bisa membantu kita menghasilkan alat elektronik yang canggih, apa Anda memiliki usul untuk produksi luncuran pertama yang akan kita keluarkan atas nama perusahaan ini?" Sembari menyerahkan kotak kecil pada Samuel.
Samuel memutar-mutar kotak kecil itu dengan tangannya, berpikir sesuatu mengenai pertanyaan Jimmy. "Sebuah ponsel. Ya, untuk perkenalan awal, aku ingin mengeluarkan sebuah ponsel, berapa buah cip yang ada di dalam kotak ini?" Samuel masih belum ingin membukanya.
"Ada lima buah cip, Tuan muda."
"Lima? Baiklah, itu juga bisa dikatakan cukup untuk keluaran awal, dengan kualitas cip langka ini, kuyakin tim kita bisa menghasilkan produk berkualitas tinggi."
"Serahkan pada tim yang bertanggung jawab, aku akan membuat kerangka desain ponselnya, beritahu mereka untuk menguji cip itu terlebih dahulu agar tidak ada kesalahan saat pembuatan, soal biaya awal, aku akan mentransfer uangnya pada Paman, urus semua bahan-bahan dan perlengkapannya, aku juga ingin Paman katakan pada mereka untuk tidak ada sedikit pun kesalahan pada produk ini, reputasi prusahaan kedepannya, bergantung pada kualitas barang, membuat mereka takjub merupakan salah satu misi perusahaan kita." Tatapan Samuel terlihat begitu serius.
"Baik, Tuan muda. Kami akan mengusahakan yang terbaik, saya tunggu kabar Anda secepatnya."
Seketika ponsel Samuel bergetar, panggilan dari Yuna. "Ya, ada apa, Yuna?"
"Sam, kamu di mana? Apa kita bisa bertemu sekarang?" Terdengar suara Yuna yang tak sedap.
"Apa terjadi sesuatu?" Samuel mengerutkan dahinya menunggu jawaban Yuna.
"Bertemu saja dulu, akan kuberitahu setelah itu." Sania menutup teleponnya meninggalkan sejuta pertanyaan di otak Samuel.
"Paman, aku minta maaf, sepertinya aku harus pulang sekarang juga, Anda tidak apa-apa mengurus rencana kita ini sendiri, kan?" Wajah Samuel berubah panik.
"Tidak apa-apa, Tuan muda. Anda selesaikanlah masalah Anda, di sini biar saya saja yang menghendel," kata Jimmy tak keberatan.
"Saya permisi, Paman." Samuel buru-buru keluar dari ruangan Jimmy dengan melangkah besar.
"Hei-hei, mau ke mana kau?" Gio yang dari tadi masih penasaran, ia terus menunggu Samuel di lantai bawah sedari tadi. Dan kini ia sedang menghalabgi jalan Samuel.
"Haha, sekarang kau pasti habis diusir, kan? Makanya sekarang begitu tergesa-gesa untuk keluar dari perusahaan ini, coba kulihat, apakah ada air mata kesedihan karena kau ditolak bekerja di sini?" Gio terus tertawa puas menatap hina pada Samuel.
"Minggir," ujar Samuel begitu malas.
"Kalau aku tidak mau, bagaimana?" ledek Gio santai.
Samuel mencoba menahan diri, aura pembunuh sebagai seorang ketua mafia kembali terpancar dari mata elangnya, ingin sekali membantai habis pria bernama Gio di hadapannya itu.
Namun, Samuel akhirnya bisa sadar kembali, mengingat bahwa sekarang ia berada di perusahaan dan tak mungkin membuat keributan di sana. Ia mengeluarkan ponselnya menjauhi Gio, untuk menghubungi Jimmy. "Halo, Paman. Maaf merepotkanmu lagi, tapi bisakah Anda turun sekarang? Ada seseorang yang membuatku tidak puas, saya ingin Anda membuat sedikit pelajaran padanya."
Beberapa menit kemudian, Jimmy datang dan menghampiri mereka.
"Kamu apa tidak ada kerjaan lain? Siapa kamu?" tegur Jimmy sambil mengarahkan pandangannya pada Gio.
Gio menoleh ke belakang mencari sumber suara, terlihat pria paruh baya sedang menatap tajam ke arahnya. "T-tuan Jimmy?"
"Masih tidak berlutut menyadari kesalahan?" bentak Jimmy dengan mata yang melotot.
"S-saya melakukan kesalahan apa, Tuan?"
"Kesalahanmu karena kamu telah memprovokasi orang yang seharusnya tidak boleh kamu provokasi, masih belum sadar juga? Keluar dan berlututlah sampai aku memerintahkanmu untuk berdiri, sekarang!" titah Jimmy tak mau tahu.
"Kalau mau cari masalah, lihat-lihat dulu orangnya." Samuel menyunggingkan bibir sinis pada Gio, lalu ia berjalan keluar meninggalkan mereka di sana.
"Ada apa? Kamu ada masalah?" Samuel langsung bertanya ketika Yuna berada di hadapannya.
Wajah Yuna tampak begitu bimbang, ia meberikan sebuah kertas di tangannya pada Samuel. "Lihatlah."
Dengan ragu Samuel membaca keterangan pada kertas tersebut, seketika matanya berbinar dan tersenyum senang. "Ini sungguhan?"
"Iya, untuk apa juga aku berbohong?"
"Lalu bagaimana sekarang? Apa yang harus kita lakukan?" Pertanyaan Yuna ini, membuat Samuel sedikit kebingungan.
"Maksud kamu?"
"Aku tidak ingin hamil sekarang, Sam. Perusahaan tempat aku bekerja tidak menerima wanita hamil, kamu harusnya tahu itu kan?"
"Dan lagi, aku tidak siap untuk resign dari pekerjaanku." Wajah Yuna tampak terkulai lemah.
"Kenapa tidak siap?"
Kamu hamil karena kamu punya suami, aku suami kamu, bukankah seharusnya kamu senang dengan kehamilanmu? Atau kamu tidak ingin punya anak dariku?"
"Sam, please. Jangan memperkeruh dan semakin memutar pembicaraan, aku sedang pusing sekarang."
"Apa, apa yang kamu pusingkan, Yuna? Kamu cukup jadi wanita hamil yang menjaga kandunganmu, kamu fokus sama bayi kita dan tidak perlu bekerja, beres, kan?"
"Lalu apa masalahnya?" Samuel ikut meninggikan suaranya tak mampu menahan diri.
"Jika aku tidak bekerja, lalu kita mau makan apa, hm? Pasir? Atau batu? Buka mata kamu, Sam. Ini tidak semudah seperti yang kamu katakan."
"Masih ada Mama, Papa, dan kamu yang harus aku hidupi, jika aku berhenti bekerja, dari mana aku dapat uang? Gajiku saja hanya cukup untuk kita makan, kamu tidak pikir soal itu?" Mereka akhirnya sama-sama larut dalam emosional terhadap keinginan yang berbeda.
"Lalu mau kamu apa? Gugurkan kandungan itu, itu yang kamu mau, Yuna? Kamu sungguh ingin menghilangkan nyawanya?" Menjadi ketua geng mafia yang sering membunuh, tentunya tidak membuatnya menjadi mati rasa dan gelap hati, tidak membuatnya bisa tega untuk membunuh darah dagingnya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Mochaaa
sania siapaaaaa 🤣
2024-03-06
0
Diah Susanti
sania iku sopo?
2023-07-12
0
Sri Juliani
beritsulah identitas mu sama istri,tapi tdk dgn mertua,biar istri tdk khawatir
2023-05-10
0