"Dari mana kamu mendapatkan kalung ini?" Marlin mendekati Samuel dengan tatapan yang begitu tajam dan curiga.
"Aku memiliki teman yang cukup kaya, kemarin aku membantunya mengerjakan sesuatu yang sulit, ia memberikan kalung itu sebagai upah. Aku sama sekali tidak tahu itu kalung apa dan berapa harganya, kuterima dan kuberikan pada istriku, apakah itu salah?" Samuel berbohong. Yah, tidak semudah itu mengatakan identitasnya di depan banyak orang, ia sangat tidak memiliki banyak waktu untuk orang-orang penjilat seperti mereka, jika mereka tahu siapa dia sebenarnya, tentu ia tidak akan lepas dari sasaran.
"Teman yang cukup kaya? Siapa temanmu itu? Dan dari keluarga mana dia?" Marlin masih tak puas dengan jawaban Samuel.
"Aku tidak bisa mengatakan dari mana ia berasal. Karena ia tidak ingin privasinya dibeberkan di sembarang tempat, yang jelas dia memiliki peran penting di perusahaan yang kalian sebutkan tadi, perusahaan itu menawarkan ia kerjasama untuk membantu mengembangkan perusahaan tersebut, mungkin kalian bisa cari tahu sendiri jika mampu," jawab Samuel Santai.
Semua orang ikut ricuh mendengar bahwa Samuel memiliki teman yang luar biasa, bahkan bisa langsung mendapatkan kerjasama dengan perusahaan besar itu.
"Emm ... tunggu. Samuel, apa teman yang kau maksud itu adalah, pria yang sempat memarkir mobilnya di depan rumah waktu itu, kan? Aku tidak percaya bahwa mobil semewah itu bisa mogok di tengah jalan, ia datang memang karena ingin mencarimu, kan?" timpal Bu Rosi yang ikut penasaran.
"Memangnya sempat ada orang kaya dengan mobil mewahnya datang ke rumah kita, Ma?" tanya Yuni antusias.
"Ya, dia bahkan juga dengan mudahnya memberikan Mama sejumlah uang, kurasa Samuel sudah mengenalnya lama dan bukan hanya sekali lewat saja, benar begitu kan, Samuel?" Bu Rosi kembali menatap Samuel dan tersenyum bangga.
Samuel menatap ke arah Yuna, terlihat istrinya saat ini sedang khawatir dan panik. "Ya, memang dia orangnya." Akhirnya Samuel mengakui Roy demi untuk bebas dari pertanyaan mereka, lagian tidak ada yang salah, ia memang berniat untuk mengikut sertakan Roy dalam bisnisnya kali ini.
"Samuel, bisakah kau memperkenalkan aku pada temanmu itu? Aku berjanji akan memberimu hadiah jika kau mau, bagaimana?" Marlin mulai menjilat.
"Tidak semudah itu, dia memiliki kriteria untuk berteman dengan seseorang, jadi aku tidak bisa melakukan apa pun."
"Ayolah, Samuel. Kau temannya, tak mungkin kau tidak bisa membujuk dia untuk kenal denganku." Marlin mencoba untuk menggoda, mengelus dada hingga ke pundak Samuel tanpa rasa malu sedikit pun, tampak Yuna memalingkan muka tak nyaman melihat itu.
Samuel menepis tangan Marlin dengan kasar. "Kau boleh bicara padaku, tapi jaga sikapmu." Samuel begitu tak suka melihat wanita terlalu merendahkan diri hanya karena uang dan identitas.
"Kau berani menolakku?" Marlin mengeryitkan alis tak terima.
"Kau tidak cukup baik untuk diterima." Samuel menyingkirkan tubuh Marlin dari hadapannya dan menghampiri Yuna.
"Ambil kalungmu dan kita pulang sekarang."
Yuna mengangguk dan segera meraih kalungnya di atas meja, lalu mereka pun pergi meninggalkan tempat itu.
"Kalau begitu kami juga permisi, kalian yang tadinya sangat suka mencibir keluarga kami, suatu saat kamilah yang akan mencibir kalian semua, permisi." Bu Rosi yang mengetahui fakta bahwa Samuel mengenal seseorang yang memiliki kuasa, tiba-tiba kembali mendapatkan kepercayaan dirinya lagi, ia sangat yakin bahwa keluarga mereka tidak akan mendapat hinaan lagi suatu saat.
Setibanya mereka di rumah, tanpa menunda waktu, Bu Rosi meminta Samuel untuk duduk manis di sofa, ia bahkan membuatkan Samuel teh hangat sambil tersenyum begitu manis. Kini semua keluarga sedang berkumpul di ruang tamu dengan mata yang hanya tertuju ke satu arah.
"Samuel, bisa kamu ceritakan detail tentang temanmu itu?" tanya Bu Rosi dengan mata yang berbinar terang.
"Kakak ipar, kau sungguh mendapatkan kalung itu darinya? Kalau begitu apakah kau bisa memintanya untuk membelikan satu kalung lagi untukku? Aku berjanji akan berbakti padamu jika kau berhasil membujuknya," bujuk Yuni dengan wajah yabg berseri-seri.
"Yuni, apa-apaan kamu, kamu kira mendapatkan kalung itu hanya seperti kamu menjentikkan jari? Kau tahu betul berapa harga kalungnya, kau meminta Samuel mendapatkannya untukmu, itu sama saja kau menyuruh Samuel mempermalukan dirinya sendiri." Yuna segera angkat bicara, menunjukkan ketidak sukaannya terhadap permintaan Yuni.
"Sebaiknya kalian tidak usah berharap lebih mengenai hal ini, aku hanya berteman biasa, tidak begitu dekat, aku mendapatkan kalung itu pun karena memang dia butuh bantuan, aku sendiri tidak tahu kapan aku akan bertemu dengannya lagi, jarak aku dan dia cukup jauh, kami berbeda level, tentunya dia juga tidak ingin terlalu sering bertemu denganku," jawab Samuel serius, hidupnya akan semakin rumit jika kedua wanita itu terus menempelinya dengan berbagai permintaan.
"Itu semua salahmu, jika saja kamu mau bekerja keras, kamu mungkin bisa mendapatkan banyak uang seperti pria sukses lainnya, bukan malah malas-malasan begini di rumah. Huh, sia-sia saja aku baik padamu." Bu Rosi mengambil kembali teh hangat yang sudah diberikannya pada Samuel, tidak berhasil mendapatkan apa yang dia mau, maka jangan harap bisa mendapatkan apa-apa juga darinya.
Yuni pun ikut memalingkan muka dan pergi ke kamarnya.
"Sudah, jangan berkecil hati, tidak usah dengarkan Mama dan adik iparmu, sekarang kalian berdua pergilah istirahat." Berbeda dengan istrinya, ayah mertua Samuel tetap berbaik hati padanya meski Samuel tak memiliki apa-apa untuk dibanggakan.
"Terimakasih, Pa. Papa juga istirahat, perjalanan kali ini memakan waktu yang cukup lama, pasti lelah duduk seharian di mobil di usia Papa sekarang," ujar Yuna dengan tersenyum hangat.
Tiga hari berikutnya.
"Tuan muda, apa Anda jadi ke sini?" tanya Jimmy via telepon.
"Ya, aku baru ingin berangkat, Paman."
"Baiklah, saya tunggu Anda di perusahaan."
Panggilan dari Jimmy kali ini adalah ingin memperlihatkan sebuah chip langka yang ia dapatkan di pelelangan kemarin malam.
Baru tiba di depan pintu utama perusahaan saja, Samuel malah mendapat sambutan yang tak mengenakkan. Karena hari pertama dilantiknya perusahaan, tentu banyak orang-orang berpendidikan yang hadir untuk masuk mendaftarkan diri mereka untuk menjadi pegawai perusahaan, di situlah ia malah bertemu dengan salah satu anggota keluarga Santoso, yang tentunya juga tak menyukai Samuel.
"Hei, kau. Samuel, kan? Untuk apa kau datang ke sini? Mau melamar pekerjaan juga? Cih, memangnya kau punya apa untuk diperlihatkan? Bahkan kau datang dengan pakaian seperti ini, kau kira perusahaan elit di sini akan menerima orang sepertimu?" ledeknya.
"Kau siapa? Apa kita saling kenal? Maaf, aku tidak berbicara dengan orang yang tak dikenal." Samuel mengabaikan dengan tersenyum sinis.
"Cih, berani sekali kau, aku cucu dari keluarga Santoso, kau harusnya tahu itu," bentaknya tak terima.
"Mengenal seluruh anggota keluarga Santoso bukanlah kewajibanku, minggir," kata Samuel, tak ingin menghabiskan waktu hanya untuk berdebat dengan orang yang tidak memiliki kepentingan.
"Tuan, apakah Anda Tuan muda Samuel?" tanya salah seorang wanita.
"Ya."
"Tunggu, siapa kau sebut tuan muda? Tuan muda dari mana? Dia itu hanya pria sampah yang tak berguna." Gio merupakan cucu kedua dari anak pertama Kakek Santoso, kini sedang terkekeh geli menatap Samuel.
"Tuan Jimmy meminta saya untuk menjemput Anda, silahkan ikut saya Tuan muda." Wanita itu mengabaikan Gio.
"Apa? Tuan Jimmy? Apakah Anda tidak salah orang? Bagaimana mungkin dia bisa kenal dengan Tuan Jimmy?" Gio terbelalak tak percaya, lantas kenapa Samuel dianggap pria tak berguna jika orang selevel Jimmy saja mengutus orang untuk menjemput Samuel?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦a͒r͒r͒o͒w͒ 🏹
Mampus lu merendahkan orang terhormat yg menyamar dalam menjadi anggota keluarga besar mu
2021-12-26
2
lala
lanjut
2021-10-06
1