"Apa kalian melihat itu? sebuah black card, Guys. Siapa sebenarnya suami Yuna ini? Sekaya dan seterpengaruh apa dia? Kenapa kartu black card bisa ada di tangannya?" bisik mereka sambil saling menatap satu sama lain.
Saat mereka semua sibuk mempertanyakan identitas Samuel, tiba-tiba saja Rangga tertawa keras hingga membuat mereka kebingungan. "Kalian ini mau saja dibohongi oleh si kutu sampah itu, sebagai orang yang memiliki kartu gold, tentunya tahu mana kartu asli dan palsu, kartu yang dia keluarkan bukan black card seperti yang kalian ketahui, itu hanya sebuah casing untuk menipu orang, orang miskin yang hanya bisa sok kaya seperti dia tidak pantas kalian pertanyakan identitasnya, kalau tidak, kenapa Yuna masih bekerja menafkahi keluarga. Come on, Guys. dia bukan siapa-siapa, hanya pecundang yang mengharapkan mutiara," sindir Rangga sembari terkekeh geli.
"Dasar buta," cibir Samuel sembari tersenyum sinis.
"Apa kau bilang?!" Rangga bangun dari tempatnya melotot ke arah Samuel.
"Sam, sudah. Jangan ribut di sini. Maafkan suami saya, Pak."
Mendengar kata maaf dari Yuna, akhirnya Rangga pun kembali duduk di tempatnya.
Si Pelayan itu seketika bergidik melihat jumlah uang di dalam kartu Samuel, uang sebanyak itu, siapa yang masih akan mengira bahwa black cardnya palsu?
Setelah semuanya selesai, Samuel dan Yuna pun keluar terlebih dahulu, tak luput dari pandangan rekan kerjanya, masih begitu penasaran akan Samuel.
"Yuna, aku pergi dulu, pulang nanti apakah mau kujemput?" tanya Samuel ketika mereka tiba di perusahaan tempat Yuna bekerja.
Sebenarnya ada begitu banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan oleh Yuna mengenai kejadian hari ini, termasuk uang yang dimiliki Samuel, tetapi karena waktu dan tempatnya sangat tidak pas, Yuna pun menahan sedikit rasa penasarannya itu dan akan bertanya ketika ia pulang ke rumah nanti. "Ya sudah, kamu hati-hati di jalan." Yuna memeluk Samuel erat sebelum suaminya itu pergi. Hal itu jugalah salah satu faktor yang membuat Samuel bertahan dan terus mencintai Yuna.
Samuel berniat untuk pergi ke lokasi pertambangan batu baranya, ingin melihat sudah seberapa besar perkembangannya saat ini, sudah lama sejak ia terakhir kali mengunjungi pertambangan tersebut, setelah tiba di sana, ia tak menyangka perubahannya cukup drastis dan menakjubkan, kali ini pertambangannya akan semakin dikenal dan akan menjadi yang terbesar di negaranya.
"Maaf, Tuan. Selain pekerja dan orang dalam, kami tidak bisa memberi izin pada Anda untuk masuk ke dalam." Salah satu satpam menegur dengan baik-baik saat Samuel ingin masuk ke tempat penambangan.
"Tidak usah banyak bicara, begini saja, jika kamu memiliki kartu pengenal atau surat izin dari pihak atasan, kamu boleh masuk, jika tak punya, lebih baik pulang saja," sahut satpam yang satunya dengan raut wajah yang tak ramah.
"Aku tidak memiliki keduanya, tapi aku sudah ada janji dengan Paman Jimmy melalui via telepon," jawab Samuel.
Satpam itu pun tertawa. "Paman Jimmy? Ck, sejak kapan Tuan besar Jimmy memiliki keponakan lusuh sepertimu? Sudah, tipuanmu itu tidak mempan pada kami, pergi saja sana, jangan mengganggu, pertambangan ini bukan tempat bermain untuk anak muda sepertimu, pulang saja sana," usirnya lagi dengan penuh sindiran.
Samuel rasanya semakin tak sabar menghadapi satpam tersebut, mengatakan sebagai keponakan saja mereka tak percaya, bagaimana jika dia mengatakan bahwa ia adalah pemilik dari pertambangan itu? Ck, secuil kepercayaan pun takkan ia dapatkan.
Samuel mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Jimmy. "Paman, aku sudah tiba di tempat penambangan, tapi satpam mencegahku masuk, apa bisa Paman datang?"
"Ah, Tuan muda, Anda telah tiba? Kenapa tidak beritahu dari tadi, kalau tahu saya pasti langsung menjemput Anda." Jimmy bergegas berlari keluar dari ruangannya guna menjemput kedatangan Samuel.
Tubuhnya yang sudah tua, lebih mudah merasakan kelelahan, apalagi dibawa berlari sepanjang perjalanan, tiba di depan pintu utama, Jimmy mengatur napasnya pelan-pelan sampai kembali normal, lalu ia menghampiri Samuel. "Tuan muda, maafkan saya, saya terlambat menjemput Anda." Jimny sedikit membungkukkan badan tanda hormat.
Kedua satpam itu seketika tercengang tak percaya, bahkan seorang Jimmy saja tunduk terhadap seorang anak muda, barusan mereka sudah membuat kesalahan besar, seketika firasat buruk kembali menyapa.
"Kalian ini bagaimana? Bisa-bisanya tidak memberi jalan pada Tuan muda untuk masuk, dan masih mengusir Tuan muda, sudah tidak ingin bekerja di sini lagi, ya?" tegur Jimmy tegas.
"M-maaf, Tuan. Kami salah, kami buta tidak bisa melihat orang penting, maaf, kami sungguh tidak tahu menahu tentangnya, barulah tidak membiarkannya masuk demi mencegah kemungkinan buruk terjadi di pertambangan." Kedua satpam itu berlutut di hadapan Jimmy dan Samuel.
"Sudahlah, Paman. Apa yang mereka lakukan sudah benar, jika mereka tidak tegas pada pengunjung, bisa-bisa penambangan ini akan terancam, aku suka cara kerja mereka, mulai bulan ini dan seterusnya, naikkan gaji untuk mereka. Dan kalian berdua juga harus ingat wajahku, jika lain kali aku datang ke sini, jangan lagi menghalangiku," sahut Samuel dengan suara yang benar-benar terdesain begitu elegan dan penuh wibawa.
"Dengar tidak?!" bentak Jimmy.
"Sudah, sudah dengar, Tuan. Lain kali kami akan lebih berhati-hati lagi dalam mengenali orang, maafkan kami sekali lagi." Kedua satpam masih tak berani menegakkan badannya.
"Ayo, Tuan muda. Mari masuk, Tuan besar ada di ruangan saya," ucap Jimmy mempersilahkan. Samuel mengikuti.
Tiba di ruangan Jimmy, terlihatlah pria paruh baya yang masih terlihat bugar, sedang duduk menatap komputer di hadapannya.
"Sudahlah, Pa. Waktunya istirahat, jangan paksakan tubuh Papa kelelahan," ujar Samuel menyapa dengan tersenyum cerah.
Jovi menoleh ke arah pintu yang terbuka, di mana ada seorang anak muda yang selama ini ia rindukan, ia terkekeh tak percaya, akhirnya setelah dua tahun berlalu, ia bisa kembali bertemu dengan Samuel, anak semata wayangnya itu. "Kau kembali?" Sembari bangkit dari tempatnya.
Samuel masuk dan memeluk ayahnya begitu erat, rasa rindu yang selama ini terpendam, akhirnya terbayarkan sudah. "Bagaimana kabar, Papa?" tanya Samuel.
Jovi mengusap matanya yang mulai berkaca-kaca. "Papa sangat baik, kau anak bodoh, kenapa tidak ingin pulang ke rumah selama dua tahun ini? Apa kau ingin menyiksa ibumu dengan rasa rindu? dia sangat merindukanmu." Jovi tak menyangka, setelah melihat kembali anaknya, ia kembali terkenang pada masa di saat ia masih muda dulu, teringat akan persahabatannya yang sangat kental saat ia masih kuliah, melihat pertumbuhan Samuel sekarang, ia semakin sadar bahwa ia juga semakin tua. Entah bagaimana kabar kedua sahabatnya dulu, sampai saat ini mereka tidak pernah terhubung lewat mana pun, apalagi berjumpa.
"Aku akan pulang, tapi tidak sekarang, Pa. Kedatanganku kali ini ingin membahas soal bisnis baru dengan Paman Jimmy," ucap Samuel sembari duduk di sofa.
"Paman, aku berencana ingin mendirikan sebuah perusahaan elektronik yang fokus pada pembuatan alat, aku ingin menciptakan beberapa alat canggih yang belum pernah ada, perusahaan kali ini, aku ingin ia dikenal sebagai perusahaan keajaiban, di mana alat yang kita ciptakan selalu merupakan terobosan-terobosan baru yang mengagumkan, tapi ini juga pastinya tidak mudah dan membutuhkan modal yang banyak, menurut Anda, pendapatan dari pertambangan ini selama satu tahun apakah cukup untuk membangun perusahaan tersebut?" tanya Samuel dengan raut wajah yang begitu serius.
Jika perusahaan tersebut berhasil didirikan, ia yakin bisa memberikan sesuatu yang bisa menembus pasaran dan menjadi sebuah legenda. Menjadi yang terkuat dan berkuasa, adalah salah satu ambisinya saat ini.
Hai, Guys. Ada yang kenal sama Jovi? Kalau kalian udah baca novel yang judulnya Anak Milliarder Mencari Cinta, kalian pasti tahu siapa Jovi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Vincent Da Vinci
sebagai tuan muda, kenapa harus bertanya Pada bawahan kalau mahu mendirikan perusahan sendiri? cukup perintahkan shj.
2022-11-26
1
Selvan
lanjut thor
2022-03-10
0
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦a͒r͒r͒o͒w͒ 🏹
Jovi udh tau belum jika Samuel sudah menikah?
2021-12-25
0