tim?

Lampu hangat menerangi ruang tengah apartemen mungil itu. Koper-koper terbuka di lantai, pakaian dan peralatan medis berceceran seperti arena perang kecil. Di tengahnya, Yara duduk bersila sambil melipat baju dengan wajah datar, sementara Feli mondar-mandir panik, memegang daftar perlengkapan di tangannya.

‎“Nayaraaaa! Kita tuh harus bener-bener mempersiapkan semuanya dengan sangat matang ya. Ini tuh misi besat Emm... kita perlu bawa ini gak ya? Eh, atau ini? Aduh, ada yang kurang nggak ya?”

‎Dia mengangkat botol spray kecil, lalu menatap Yara dengan wajah penuh tanda tanya.

‎“Ini perlu gak, Yar? Buat nyegerin muka gitu loh, siapa tau ketemu cowok ganteng di sana...”

‎Yara hanya mendesah, lalu memutar bola matanya malas.

‎“Feli, kita ke daerah terpencil, bukan photoshoot majalah.”

‎“Yaa siapa tahu di daerah terpencil itu ada pangeran yang nyasar, kan? Aku kan jaga-jaga dulu~”

‎Yara melempar kaus ke kepala Feli, yang langsung dilepas sambil tertawa.

‎“Untung banget aku nginep di apartemen kamu, hehehe. Jadi kita bisa packing bareng dan berangkat bareng besok! Duh, kayak kita mau liburan deh rasanya.”

‎Yara:

‎“Liburan apanya, Fel? Kita ke sana buat kerja. Kita bakalan jadi sukarelawan , membantu anak-anak dan orang yang membutuhkan bantuan, bukan healing.”

‎“Yaaa tapi kan bareng kamu, jadi tetep seru. Lagian kamu harus mulai belajar menikmati hidup. Gak semua hal harus dibawa serius kayak kamu liat pasien, Nay.”

‎“Feli…”

‎“Ssstt! Jangan serius dulu! Nih, kamu lipat baju aja kurang rapi, gimana mau jadi istri idaman nanti?”

‎Yara langsung melempar bantal kecil ke arah Feli, dan ruangan itu pun dipenuhi tawa mereka berdua.

‎------

‎Pukul 5 pagi di apartemen Nayara.

‎Langit masih gelap, suara burung pun belum kedengeran. Tapi di dapur kecil yang hangat, Yara udah sibuk. Dia berdiri sambil minum air hangat, rambutnya dicepol asal, kaus putih kebesaran dan celana training abu-abu.

‎Setelah cuci muka dan gosok gigi, dia ngeluarin bahan dari kulkas dan mulai masak simple breakfast—telur dadar, roti panggang, dan susu hangat.

‎Setelah selesai, dia ngelirik jam. 5:40.

‎Yara:

‎(teriak dari dapur)

‎“Fel bangun, sarapan, mandi terus siap-siap, kita harus udah di bandara jam tujuh!”

‎Feli: (dari balik selimut)

‎“Ini jam berapa yarrr…”

‎Yara:

‎“Udah jam 5:40!”

‎Feli:

‎(langsung duduk kaget, rambut awut-awutan)

‎“Hah kok kamu baru bangunin aku sih?!”

‎Yara:

‎(jalan ke kamar Feli bawa piring roti)

‎“Yee dari tadi aku tuh udah cuci muka, olahraga, terus masak. Kamu masih tidur, dasar kebo!”

‎Feli:

‎(ngambil roti dan ngunyah sambil ngeluh)

‎“Ya maaf hehe... terus ini gimana Yaraa... masa aku cuma punya waktu satu jam buat siap-siap?!”

‎Yara:

‎“Makanya cepet sarapan terus mandi!”

‎Feli:

‎(panik tapi tetep makan)

‎“Tapi tapi tapi... aku tuh harus mandi, hair care, body care, skincare-an, nyatok... belum milih outfit! Mana bisa sejam?!”

‎Yara:

‎(muter bola mata dan nyengir nyebelin)

‎“Kamu siap-siap sekarang... atau aku tinggal. Aku cuman tinggal mandi.”

‎Feli:

‎(langsung loncat dari sofa)

‎“EH EH IYAA YAR!!”

‎-----

‎Pagi itu di bandara…

‎Bandara mulai ramai. Suasana dingin bercampur antusiasme dari rombongan sukarelawan yang sudah berkumpul.

‎Adrian, laki-laki dengan kulit tan dan rambut agak messy tapi tetap keren, tampak santai berdiri sambil menggulung lengan jaket parasut biru dongkernya. Celana jogger hitam dan sneakers putih bikin dia kelihatan sporty tapi tetap profesional. Di pundaknya tergantung ransel besar.

‎Adrian:

‎“Lama banget kalian, hampir ketinggalan.”

‎Yara:

‎(melirik Feli malas)

‎“Feli ni lama.”

‎Feli:

‎(cengengesan sambil menarik koper kecilnya)

‎“Hehe... cewek juga butuh me time pagi, tau.”

‎Fionna Lestari dokter umum berusia 25 tahun duduk di dekat situ, sambil ngemil granola bar. Rambut hitamnya dikuncir ponytail tinggi, seragam medisnya rapi tapi tetep keliatan santai dengan jaket abu muda dan totebag putih.

‎Fionna:

‎“Wah rame banget, kayaknya grup ini bakal seru ya. Aku kira cuma bakal serius-serius doang.”

‎Deva Ganendra, tinggi dan berkacamata bulat tipis, datang belakangan sambil dorong koper gede dan ngopi dari tumbler warna hitam. Dia dokter spesialis paru, dan punya aura kalem-tapi-jebakan-batman—tipe orang yang diem-diem suka nge-roasting tapi tetap bikin orang ketawa.

‎Deva:

‎“Serius kalau kerja, ketawa kalau nggak. Gitu kan moto tim kita?”

‎Fionna:

‎(ketawa pelan)

‎“Dih sotoy banget, padahal baru gabung.”

‎Deva:

‎“Lah emang salah?”

‎(senyum jail)

‎Feli:

‎(berbisik ke Yara)

‎“Yar, mereka berdua ada potensi jadi tontonan gratis nih. Drama intern version…”

‎Yara:

‎(muter bola mata tapi senyum dikit)

‎“Selama nggak ribet, terserah…”

‎----

‎Bandara, pukul 13.00 WIB.

‎Setelah perjalanan udara yang cukup panjang, akhirnya rombongan kecil itu duduk di salah satu area makan bandara. Tray makanan udah di depan mereka, tapi bukannya makan dengan tenang, malah rame kayak lagi nongkrong di kantin kampus.

‎Feli:

‎(ngerobek ayam gorengnya sambil ngelirik ke Yara)

‎“Yar... kamu gak capek? Masih kinclong banget gitu mukanya.”

‎Yara:

‎(senyum sambil tuangin sambal ke nasinya)

‎“Skin care baby... belajar dong dari yang udah bangun subuh.”

‎Deva:

‎(nyuap nasi lalu nimpalin)

‎“Bangun subuh buat ngaca, bukan buat solat, ya?”

‎Fionna tertawa sambil dorong Deva pake sikunya

‎“Eh kamu jangan fitnah orang ya, Dok. Nanti dosa. Banyakin makan deh, biar lidah kamu berhenti nyinyir.”

‎Adrian tersenyum kecil, ngelirik Yara yang lagi fokus ngaduk sambal ke nasinya

‎“Dia bangun pagi banget emang. Aku liat story-nya jam 5 udah olahraga.”

‎"Ya dong, kita harus jaga kesehatan" jawab yara

‎Setelah selesai makan siang, mereka langsung dijemput oleh mobil van yang sudah disiapkan panitia. Perjalanan dari bandara ke Desa Warasari memakan waktu sekitar 5 jam.

‎---

‎Pukul 18.00, Desa Warasari.

‎Langit sudah oranye keunguan, matahari tinggal semburat tipis di balik pegunungan. Udara di Warasari terasa segar, tenang, dan jauh dari kebisingan kota. Mobil berhenti di depan balai desa sederhana yang terbuat dari kayu dan batu bata.

‎Panitia lokal sudah menyiapkan penginapan: asrama sederhana, dipisah antara laki-laki dan perempuan.

‎Panitia:

‎“Yang perempuan ke arah kiri, di belakang balai. Yang laki-laki ke sebelah kanan, deket musala ya.”

‎Feli:

‎(ngerangkul Yara)

‎“Akhirnya... tempat tidur! Aku pengen rebahan dan nyalain diffuser.”

‎Deva:

‎(angkat alis)

‎“Kamu bawa diffuser? Ke desa? SERIUS?”

‎Feli:

‎“Hey. Self-care itu gak kenal lokasi.”

‎Yara:

‎(ketawa dan narik koper)

‎“Ayo, Fel. Sebelum kamu pasang diffuser-nya di tengah jalan.”

#visual Deva

# Fionna

Episodes
1 Nayara
2 Sukarelawan
3 Yasa and friends
4 tim?
5 Hari pertama
6 labrak?
7 Rio
8 sendirian aja cantik
9 bar?
10 dinner yang penuh cinta
11 adrian
12 flashback
13 pesta
14 apa yang kau lakukan padaku??
15 wartawan
16 berita
17 aku dijebak
18 kamar mayat??
19 kau introvert?
20 maafkan ayah
21 aku mencintaimu yara!
22 fitting baju
23 nonton
24 aku bahagia jika bersamamu Yara
25 sah
26 Dokter Adrian
27 kekacauan
28 Mrs Yasa
29 malam pertama
30 suamiku
31 honeymoon
32 Tokyo
33 Ayyana
34 Gas alam
35 cumi
36 Mafia?
37 pijatan
38 kita harus pulang
39 mama
40 kyra
41 bukan kecelakaan biasa
42 nyonya baru
43 rutinitas seperti biasa
44 tikus
45 sadar
46 jodohin aku sama kak rey
47 aku dosen ekonomi
48 dilecehkan
49 buaya
50 Makasih ma
51 pecel lele
52 Ninnie & Albie
53 tangisan
54 mandi bareng
55 asing
56 bertemu kembali
57 kesakitan
58 aku benci mas Yasa
59 kau tidak pantas untuk Yara
60 kebenaran
61 bantuan tak terduga
62 teman
63 sampai
64 menangkap ikan
65 romantis-romantisan di kolam
66 sakit
67 Ungkapan cinta
68 kamu beneran mau pisah?
69 hantu
70 kabur
71 masa lalu Kyra
72 ngobrol sambil berciuman
73 Jangan salahkan istriku
74 klarifikasi
75 Ayyana
76 nikahin Selina
77 tidur di sofa
78 kenapa kamu mencium Ayyana
79 Istri sah Vs mantan
80 belanja
81 dapur berantakan
82 mandi
83 pergilah dan bawa istrimu
84 anjing kecil
85 semuanya karena Ayyana
86 sup buatan Yara
87 lagi-lagi salah paham
88 hasutan
89 nasehat
90 sudah aku bakar
91 anak
92 semester terakhir
93 koordinator program lapangan
94 shopping
95 Tumbler
96 ngorok
97 gaun transparan
Episodes

Updated 97 Episodes

1
Nayara
2
Sukarelawan
3
Yasa and friends
4
tim?
5
Hari pertama
6
labrak?
7
Rio
8
sendirian aja cantik
9
bar?
10
dinner yang penuh cinta
11
adrian
12
flashback
13
pesta
14
apa yang kau lakukan padaku??
15
wartawan
16
berita
17
aku dijebak
18
kamar mayat??
19
kau introvert?
20
maafkan ayah
21
aku mencintaimu yara!
22
fitting baju
23
nonton
24
aku bahagia jika bersamamu Yara
25
sah
26
Dokter Adrian
27
kekacauan
28
Mrs Yasa
29
malam pertama
30
suamiku
31
honeymoon
32
Tokyo
33
Ayyana
34
Gas alam
35
cumi
36
Mafia?
37
pijatan
38
kita harus pulang
39
mama
40
kyra
41
bukan kecelakaan biasa
42
nyonya baru
43
rutinitas seperti biasa
44
tikus
45
sadar
46
jodohin aku sama kak rey
47
aku dosen ekonomi
48
dilecehkan
49
buaya
50
Makasih ma
51
pecel lele
52
Ninnie & Albie
53
tangisan
54
mandi bareng
55
asing
56
bertemu kembali
57
kesakitan
58
aku benci mas Yasa
59
kau tidak pantas untuk Yara
60
kebenaran
61
bantuan tak terduga
62
teman
63
sampai
64
menangkap ikan
65
romantis-romantisan di kolam
66
sakit
67
Ungkapan cinta
68
kamu beneran mau pisah?
69
hantu
70
kabur
71
masa lalu Kyra
72
ngobrol sambil berciuman
73
Jangan salahkan istriku
74
klarifikasi
75
Ayyana
76
nikahin Selina
77
tidur di sofa
78
kenapa kamu mencium Ayyana
79
Istri sah Vs mantan
80
belanja
81
dapur berantakan
82
mandi
83
pergilah dan bawa istrimu
84
anjing kecil
85
semuanya karena Ayyana
86
sup buatan Yara
87
lagi-lagi salah paham
88
hasutan
89
nasehat
90
sudah aku bakar
91
anak
92
semester terakhir
93
koordinator program lapangan
94
shopping
95
Tumbler
96
ngorok
97
gaun transparan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!