"Nyonya Anya, makan malam sudah siap," sapa Bibi, sambil tersenyum hangat kepada Anya.
Anya tersenyum, "Terima kasih, Bibi. Kinan, ayo turun."
Anya menuntun Kinan menuruni tangga. Melihat Bibi kembali menjadi ART di rumah ini menimbulkan rasa haru di hati Anya. Bibi adalah saksi hidup kebahagiaan dan kesedihan yang pernah dijalaninya.
"Bibi, terima kasih sudah mau kembali kerja di sini," kata Anya sambil menarik kursi.
"Tidak apa-apa, Nyonya. Saya senang bisa menolong Nyonya dan Kinan."
Mereka menikmati hidangan makan malam dengan suasana yang tenang. Anya mencoba menikmati waktu bersama Kinan, melupakan sejenak perasaan campur aduk yang menyergapnya.
Setelah makan malam, Anya mengantarkan Kinan kembali ke kamarnya.
"Mama, Papa benar-benar telah pergi?" tanya Kinan. Serasa tidak percaya bahwa ayahnya telah tiada. Nuraninya tajam mengatakan bahwa sang ayah masih hidup dan menunggunya.
Anya terdiam, kenangan bersama Arga berputar cepat di dalam pikirannya. Kenangan yang indah dan menyakitkan silih berganti.
"Iya, Sayang. Papa sudah meninggal," jawab Anya dengan suara gemetar dengan raut wajah yang sulit diartikan.
"Mama, apakah ada fotonya Papa?" tanya Kinan, suaranya bergetar sedih.
Anya sedih mendengar pertanyaan Kinan. Dia tahu Kinan sangat merindukan ayahnya. Dan Kinan membutuhkan sosok seorang ayah di sampingnya.
"Maaf sayang, Mama tidak memilikinya," jawabnya dengan raut sedih dan sesal.
"Oh," Kinan terdiam, wajahnya terlihat sedih.
Anya mendekat, memeluk Kinan. "Sayang, Mama tahu kamu sangat mencintai Papa juga merindukannya. Maaf Mama tidak memberimu keluarga yang lengkap."
"Tidak apa-apa, Mama. Kinan sayang Mama. Tapi kenapa Mama sedih?" tanya Kinan.
Anya mencoba menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak, "Mama sedih karena Mama merindukan Papamu. Tapi Mama bersyukur karena Mama pernah memiliki Papa dan karenanya Mama memiliki kamu."
Kinan tersenyum, melepaskan pelukan Anya. "Mama, Kinan mau tidur."
Anya mencium kening Kinan dengan lembut. "Tidur yang nyenyak, Sayang."
Anya keluar dari kamar Kinan, kembali merasakan kesedihan yang mendalam. Dia tidak bisa menghindari kenangan bersama Arga. Tiba-tiba, bel rumah berbunyi. Anya berdiri dari kursi, menatap ke arah pintu dengan rasa penasaran. Takut jika yang datang adalah orang yang dihindarinya.
"David?" bisik Anya, menatap pria yang sedang tersenyum lembut di ambang pintu.
"Halo, Anya," sapa David, dengan suara yang penuh keramahan.
Anya menuntun David ke balkon lantai dua. Mereka duduk di kursi kayu, menikmati pemandangan kota yang menghitam namun indah disinari lampu-lampu warga.
"Bagaimana perasaanmu kembali ke kota ini?" tanya David, menatap Anya dengan mata yang penuh kekhawatiran.
"Campur aduk, David. Bahagia bisa kembali ke rumah, tapi juga sedih mengingat masa lalu."
"Apakah kamu masih memikirkan dan mencintai Arga?"
Pertanyaan David menghantam Anya seperti petir di siang bolong. Dia menunduk, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu.
"Aku tidak tahu, David," jawab Anya, suaranya bergetar. "Yang kupikirkan sekarang adalah masa depan aku dan Kinan."
"Aku tahu kamu masih mencintainya dan selalu memikirkannya. Matamu dan raut wajahmu menjawab semuanya.Tapi Anya, kamu harus melupakan masa lalu. Kamu harus mencari kebahagiaan baru," batin David.
"Apakah kamu tidak bisa mempertimbangkan aku Anya? Kinan membutuhkan sosok seorang ayah. Kamu tahu aku mencintaimu dan aku menyayangi Kinan."
"David aku..."
"Tidak perlu terburu-buru menjawab ku. Aku akan menunggumu dengan sabar."
Anya terdiam dengan kening mengerut. Dia sangat tahu besarnya cinta David untuknya dan anaknya. Tapi dia tidak bisa dan tidak akan pernah bisa untuk mencintai David. Dia pernah mencoba untuk membuka pintu hati serta menerima cinta David namun tidak bisa. Di hatinya selalu dipenuhi dengan Arga. Seakan Arga menjadi pagar dinding, penghalang pria-pria yang mengejarnya.
"David..."
"Jika ada Arga, apakah kamu akan kembali bersamanya? Melupakan kepahitan yang digoreskan?"
Anya bingung untuk menjawab.
David tersenyum lembut seraya memegang kedua bahu Anya. "Sudah malam. Jangan terlalu memikirkan kata-kataku. Aku harus pulang. Kamu tidurlah. Besok harimu untuk mulai bekerja."
Anya mengangguk. Dia menatap punggung David seraya bergumam "Maaf David, aku tidak bisa mencintaimu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Uthie
Walau Cinta gak bisa di paksakan, namun tetep berpikir realitas dan kedepan... terutama ada anak!
Jangan menyia-nyiakan ketulusan seorang laki2 baik yg ada didepan mata dan terbukti sekian tahun penantian nya👍😁
Masa lalu jika menyakitkan, harus di hempaskan jauhh 👍😄
2025-05-24
0
Aerik_chan
memang cinta nggak bisa dipaksakan..tapi kalau yang ini boleh lah
2025-05-11
0