Tubuh Bastian terasa panas, hingga membuat dia terpaksa membuka kemeja hitamnya. Tubuh bersih, berotot itu terlihat jelas, setelah dia melampar kemejanya kesembarang arah.
Bastian mencoba menahan sesuatu dibawah sana, agar tidak merajai hawa nafsunya saat ini. Sesakali dia memejamkan mata dalam-dalam. Langkah kakinya membawa keluar, bermaksud ingin ke kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya.
Grek.. Grek..
Bastian semakin cemas, karena pintu itu rupanya terkunci dari luar.
Brengsek!!!
"Siapa yang sudah mengunci ini," umpat Bastian dalam posisi memegang kepalanya dengan tangan sebelah.
Tidak hanya hasratnya yang bangkit, kepalanya juga ikut berdenyut nyeri. Kedua pusat tubuhnya sama-sama memekik sinyal yang begitu kuat, tanpa dapat dia kendalikan.
Hafsah yang biasanya ke kampus selalu memakai celana, malam ini memakai dress selutut, karena dia pikir menghadiri acara di Cafe, akan lebih elegant jika menggunakan dress sederhanya.
Entah setan apa yang sudah merajai jiwa Bastian. Pria itu perlahan mendekat, bersamaan terdorongnya hasrat didalam tubuh. Bastian benar-benar frustasi menahan semua ini. Didalam kamar itu tidak ada kamar mandi.
Bastian duduk ditepi ranjang menyunggar kepalanya dengan kasar. Dia masih sempat berpikir, pasti semua itu sudah direncanakan oleh mereka. Entah dorongan dari mana, tangan Bastian perlahan memegang betis Hafsah. Semakin kesana, Bastian semakin tidak tahan untuk dapat melampiaskan hasratnya saat ini.
Hingga ....
*
*
*
"Seharusnya kamu ikut seneng-seneng sama teman-temanmu, Ga! Simbok juga sudah mendingan gini," ucap Mbok Nah yang saat ini dalam posisi tiduran.
Raga hanya tersenyum. Namun kedua tangnya masih sibuk mengurut kaki sang Nenek.
"Simbok itu segala-galanya bagi Raga! Sehat itu mahal, Mbok! Jadi kalau capek, pekerjaan rumah biar Raga kerjakan!" jawab Raga dengan wajah teduhnya.
Drrt.. Drrt..
"Angkat dulu, siapa tahu penting!"
Raga menghentikan pijatannya. Dia lalu mengelap tanganya pada kain, karena terlalu licin terkena minyak pijat.
Setelah itu Raga bangkit sedikit berjarak. "Hallo, siapa ini?"
"Ga, ini aku Puspita! Gawat, Ga ... Bastian dan Hafsah terkunci dalam kamar. Aku nggak tahu apa yang mereka lakukan didalam, ini aja aku dan Mira yang tahu! Mending kamu cepet kesini, daripada nanti anak-anak tahu apa yang dilakukan mereka berdua!"
Mata Raga terbuka lebar. Antara bingung, cemas, dan sedikit berpikir negatif dengan dua sahabatnya itu.
Tut!
Ponsel terputus sepihak oleh Raga. Dia berjalan kembali kedalam kamar sang nenek untuk meminta ijin keluar.
"Mbok, Raga ijin sebentar ya ... Mau jemput Hafsah pulang, kasian motornya rusak!" dalih Raga agar wanita tua itu tidak kepikiran.
"Hati-hati ya, Ga! Jangan ngebut bawa motornya," jawab mbok Nah sedikit khawatir.
Raga dan Hafsah tinggal di Kecamatan yang sama, namun beda desa. Raga juga sering kali mengantar jemput Hafsah, walaupun tidak pernah diterima baik oleh keluarga Hafsah.
Pria tampan itu segera menyambar jaket yang dia cantolkan di dinding yang sudah terkelupas. Rumah Raga tidak begitu layak, jika dibandingkan rumah tetangganya. Lantainya hanya terbuat dari semen yang sudah pecah dibeberapa bagian. Istana kecil itu terlihat tak berdaya, dengan penerangan minim.
Setelah menghidupkan motor maticnya, Raga segera pergi menuju tempat yang sudah disebar lewat undangan.
Singkat waktu,
Raga terkejut, bahwa tempat yang dia datangi adalah sebuah diskotik. Tanpa berpikir panjang, Raga langsung melepas helm tersebut, dan sedikit tergesa masuk kedalam.
Seperti halnya Hafsah, Raga juga baru malam ini datang ketempat itu. Dia melihat sekeliling dengan tatapan risih, saat melihat Mahasiswi dan juga Mahsiswa, banyak dari mereka yang berjoget dengan iringan musik DJ.
Srettt!
Raga menoleh, saat lengannya ditarik oleh Puspita.
"Ayo ikuti aku, Ga!"
Hingga mereka sampai disuatu tempat, dimana tempat Bastian dan Hafsah tertidur.
Glek.. Glek..
Raga mengoglek kuat handle pintu itu. Namun tetap saja tidak dapat terbuka. Jika dia meminta bantuan pada petugas, hal itu dapat menimbulkan kekacauan dengan tersebarnya berita sang sahabat. Raga tidak mau nama baik kedua sahabatnya tercemar.
"Buat kalian berdua! Ingat ucapanku ... Apapun yang terjadi didalam, aku harap tidak menimbulkan huru hara pada Universitas! Jika sampai anak-anak lain tahu ... Berati salah satu diantara kalian membocorkannya! Terutama kamu, Puspita! Kalau itu terjadi, jangan harap kamu dapat memanggil namaku!"
Brak!
Brak!!
Pintu terbuka dengan sangat keras. Tepat pukul 21.00 Raga dengan penuh kesadarannya, melihat dua sahabatnya dalam keadaan polos dibalik selimut.
Puspita dan juga Mira membolakan mata sambil membekap kuat mulutnya. Mereka saling pandang, hingga Raga menutup pintu itu, dan membiarkan terbuka sedikit.
Tubuh Raga luruh dilantai. Dia berjongkok bersandar dinding, tanpa dapat berucap apa-apa. Pria berusia 22 tahun itu masih memikirkan ucapan sang sahabat, dua hari sebelum kelulusan dirayakan.
"Mamah meminta aku untuk melanjutkan S2 di London, Ga! Ini tiketnya. Mungkin setelah perayaan kelulusan, aku langsung terbang kesana! Perusahaan Papah disana ada sedikit problem, jadi kami harus pindah! Nggak tahu pulangnya kapan, tapi aku harap ... Kita tidak akan melupakan satu sama lain!"
Entah seberapa banyak dosis yang diberikan, Hafsah masih tidak sadarkan diri, hingga dia tidak tahu, hal apa yang telah terjadi padanya.
'Bagaimana nasib Hafsah setelah ini! Aku takut jika terjadi sesuatu padanya'
Raga perlahan bangkit, dia berjalan kearah Bastian. Dia mencoba membangunkan sahabatnya itu. Begitu Bastian sedikit tersadar, tanpa ucapan apa-apa. Raga hanya memberikan pakaian yang telah dia pungut, kepada Bastian.
"Pakailah! Cepat!"
Bastian sontak bangkit, saat suara Raga memekik gendang telinganya. Dia yang masih shock, terlihat bingung apa yang telah dia perbuat beberapa menit lalu. Bahkan, mata Bastian hampir lepas, saat menyadari Hafsah berada disampingnya, dengan dress yang sudah terbuka kancingnya.
"Ga, ada apa ini?" tanya Bastian bingung.
"Cepat pakai, ayo keluar!" setelah itu Raga langsung melenggang keluar, setelah memastikan tubuh Hafsah tertutup rapat oleh selimut.
Bastian segera memakai kembali celana panjang dengan tergesa, dan mengenakan kembali kemeja hitamnya, sambil berjalan keluar.
Raga saat ini hanya dapat bersandar tembok, dengan pikiran berkecamuk. Pikiranya saat ini hanya tertuju pada masa depan Hafsah.
Begitu keluar, Bastian menatap Mira dengan tatapan yang sulit diartikan. Sambil memegang kepala, Bastian tidak begitu ingat dengan perbuatan mereka.
"Kamu melakukanya?" tanya Raga menatap lurus. Posisinya masih sama bersandar.
Bastian masih terdiam. Dia mencoba mengingat-ingat, namun tidak sepenuhnya teringat. "Ga, aku dan Hafsah di jebak! Aku tidak sadar melakukan apa dengan Hafsah," ucap Bastian mengingat-ingat.
"Ada yang mengunci kita dari luar, tapi aku nggak tahu siapa pelakunya!" imbuh Bastian kembali.
Mira sejak tadi tampak berdiam dibalik tubuh Puspita. Sementara Puspita, dia mendekat terlihat bersimpati dengan kejadian yang baru saja terjadi.
Awwwww!!!!
Raga dan lainnya terkejut saat mendengar suara jeritan dari dalam. Hafsah tersadar. Betapa kagetnya dia, disaat mendapati dressnya tersingkap, dengan terbukanya beberapa kancing. Gadis cantik itu menangis histeris, sambil memeluk lututnya.
Bastian memejamkan mata dalam-dalam, seolah tubuhnya tidak dapat dia gerakan.
Karena kencangnya musik Dj diluar, sehingga anak-anak lainnya tidak ada yang tahu, jika didalam telah terjadi suatu kejadian yang begitu fatal.
Raga segera berlari. Dia spontan menghentikan langkahnya, saat melihat Hafsah terisak dengan wajah tampak kacau.
Hah!! Desahnya dalam.
"Hafsah ... Kamu tenang, ya! Ada aku disini. Kamu kaitkan dulu pakaianmu! Setelah itu aku akan mengantarkanmu pulang," ucap Raga dengan lembut.
Hafsah mulai mengancingkan satu persatu pakaiannya. Disela isakan tangisnya, dia mencoba bangkit dengan tertatih. Melihat rambut Hafsah yang begitu berantakan, Raga langsung merogoh sapu tangan didalam saku jaketnya. Pria itu mengikat rambut Hafsah dengan ala kadarnya.
Setelah itu, Raga membantu Hafsah keluar. Begitu sampai didepan pintu, mereka sempat berhenti sejenak. Raga menatap Puspita yang masih mematung di tempat.
"Ingat ucapanku, Pus! Jika sampai anak-anak tahu ... Aku tidak akan lagi mengenalmu!" ancam Raga melayangkan tatapan tajam.
Karena kecintaanya terhadap pria itu, Puspita hanya menurut. Dia lalu mengajak Mira segera keluar. Dalam pikirannya, dia bersorak riang karena sebentar lagi persahabatan mereka akan berakhir. Dan masa depan Hafsah segera hancur.
Bastian yang pada saat itu belum sekuat saat ini, dia hanya terdiam mencoba berpikir jernih. Dia sedikit memukul kepalanya, agar dapat mengingat kejadian beberapa jam lalu.
Tatapan Raga beralih kearah Bastian. Ingin marah, memukul wajah sahabatnya, tapi dia lebih menahan semua itu. Tidak semua kejadian dapat diselesaikan dengan kekerasan, apalagi Bastian sahabat baiknya.
"Pulanglah, Bas! Tenangkan dulu pikiranmu. Biar aku yang mengantarkan Hafsah pulang! Masalah ini kita bicarakan esok saja."
Bastian hanya mengangguk. Dia mengikuti langkah Raga yang saat itu membantu Hafsah berjalan.
*
*
*
Selama perjalanan pulang, Hafsah masih saja terisak. Tubuhnya terasa sakit, apalagi daerah kewanitaannya saat ini. Entah apa yang terjadi sebenarnya, namun dia dapat merasa, jika masa depannya sudah berakhir setengah jam lalu.
Tidak hanya Hafsah, diam-diam Raga menitikan air matanya. Pria mana yang tidak akan sakit, melihat wanita yang begitu dia cinta, dan terjaga dalam diam, malah terampas oleh sahabatnya sendiri.
Raga mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Hafsah. Dia berharap dengan genggaman itu, dapat mengurangi rasa cemas dalam diri sang sahabat.
Begitu sampai didepan rumah Hafsah, Raga turun sambil membuka helmnya. Dia membantu Hafsah masuk kedalam, sambil mengetuk pintu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Elly Irawati
pengen tak cakar" tuh ya wajah si pus pus😡
2025-04-30
0